DPR Minta Pelonggaran Ekspor Mineral Mentah Dipertimbangkan
A
A
A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta rencana melonggarkan peraturan ekspor mineral mentah tanpa harus membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) akibat rendahnya harga komoditas kembali dipertimbangkan. Pasalnya kebijakan itu terkesan hanya mengakomodasi kepentingan asing.
“Saya kira pemerintah harus mempertimbangkan kenginannya itu. Jangan sampai hanya menguntungkan perusahan asing. Jadi harus clear,” kata Ketua Komisi VII Gus Irawan di sela diskusi menyoal dana ketahanan energi, di kantor KAHMI Center Jakarta, Selasa (23/2/2016).
Menurutnya, rencana pelonggaran ekspor mineral untuk masuk dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Hal itu justru bertentangan dengan prioritas revisi UU Minerba.
Dijelaskan prioritas revisi UU minerba antaralain, mempertegas program hilirisasi dengan tetap mewajibkan pembangunan smelter. Selain itu, mekanisme perpanjangan izin operasi pertambangan juga akan dipertegas. Saat ini DPR sedang mematangkan rencana revisi itu, antara lain dengan meminta pendapat akademisi dalam penyusunan naskah akademik.
Revisi UU No 4/2009 semdiri dijelaskan sudah dimasukkan ke Program Legislasi Nasional 2016. “Saat ini DPR sedang meminta masukan-masukan dari banyak pihak mulai dari akedemisi, ahli sampai asosiasi seperti yang dilakukan pemerintah,” tandasnya.
Menteri ESDM Sudirman Said sebelumnya mengatakan pelonggaran ekspor mineral diperlukan mengingat perusahaan tambang kesulitan keuangan akibat rendahnya harga komoditas. Kondisi itu menurutnya mengganggu pelaksanaan kewajiban pembangunan smelter.
“Relaksasi dimungkinkan apabila dalam undang-undang baru nanti membolehkan. Saat UU Minerba dimunculkan, harga komoditas mineral tambang sedang jatuh. Dampaknya, banyak sekali perusahaan tambang kesulitan keuangan sehingga banyak smelter yang tidak selesai,” ujarnya.
“Saya kira pemerintah harus mempertimbangkan kenginannya itu. Jangan sampai hanya menguntungkan perusahan asing. Jadi harus clear,” kata Ketua Komisi VII Gus Irawan di sela diskusi menyoal dana ketahanan energi, di kantor KAHMI Center Jakarta, Selasa (23/2/2016).
Menurutnya, rencana pelonggaran ekspor mineral untuk masuk dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Hal itu justru bertentangan dengan prioritas revisi UU Minerba.
Dijelaskan prioritas revisi UU minerba antaralain, mempertegas program hilirisasi dengan tetap mewajibkan pembangunan smelter. Selain itu, mekanisme perpanjangan izin operasi pertambangan juga akan dipertegas. Saat ini DPR sedang mematangkan rencana revisi itu, antara lain dengan meminta pendapat akademisi dalam penyusunan naskah akademik.
Revisi UU No 4/2009 semdiri dijelaskan sudah dimasukkan ke Program Legislasi Nasional 2016. “Saat ini DPR sedang meminta masukan-masukan dari banyak pihak mulai dari akedemisi, ahli sampai asosiasi seperti yang dilakukan pemerintah,” tandasnya.
Menteri ESDM Sudirman Said sebelumnya mengatakan pelonggaran ekspor mineral diperlukan mengingat perusahaan tambang kesulitan keuangan akibat rendahnya harga komoditas. Kondisi itu menurutnya mengganggu pelaksanaan kewajiban pembangunan smelter.
“Relaksasi dimungkinkan apabila dalam undang-undang baru nanti membolehkan. Saat UU Minerba dimunculkan, harga komoditas mineral tambang sedang jatuh. Dampaknya, banyak sekali perusahaan tambang kesulitan keuangan sehingga banyak smelter yang tidak selesai,” ujarnya.
(akr)