Tax Amnesty Jika Ditunda Ancam Akselerasi Pembangunan Nasional

Rabu, 24 Februari 2016 - 17:59 WIB
Tax Amnesty Jika Ditunda...
Tax Amnesty Jika Ditunda Ancam Akselerasi Pembangunan Nasional
A A A
JAKARTA - Penundaan pemberlakuan tax amnesty atau pengampunan pajak bila terjadi dinilai akan mengancam akselerasi pembangunan infrastruktur nasional, karena penerimaan pajak tidak bisa ditingkatkan. Kondisi ini menurut Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) juga berpotensi menurunkan kredibilitas pemerintah dan kepercayaan wajib pajak.

Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo mengatakan, pemberlakuan tax amnesty sudah menjadi kebutuhan mutlak dan tidak bisa berbalik arah (no point of return). Pasalnya, pengampunan pajak dalam jangka pendek bisa mendongkrak penerimaan pajak pada 2016, sehingga menjamin kecukupan dana APBN guna merealisasikan berbagai program kesejahteraan dan pembangunan pemerintah.

“Pengampunan pajak yang disertai repatriasi dana diyakini mampu membangkitkan perekonomian nasional dan menciptakan investasi baru, penciptaan lapangan kerja baru, dan pembiayaan berbagai program,” jelasnya dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (23/2/2016).

Lanjut dia, pengampunan pajak juga berdampak terhadap peningkatan wajib pajak dan basis pajak secara signifikan, karena akan ada data-data baru wajib pajak yang masuk ke sistem formal ekonomi. "Akhirnya pelaku usaha informal juga dapat masuk ke sistem formal dan mengakses layanan pemerintah dan perbankan," sambung dia.

Meski demikian, menurutnya pengampunan pajak tetap harus dirancang dengan matang. Perluasan akses ke data perbankan, integrasi NIK (nomor induk kependudukan) dan NPWP (nomor pokok wajib pajak), perbaikan koordinasi dan integrasi sistem administrasi, serta konsistensi penegakan hukum adalah ranah yang mesti digarap serius.

Kebutuhan menerapkan tax amnesty, dijelaskan juga untuk mendahului era berlakunya Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action Plan yang berisi pertukaran informasi otomatis (Automatic Exchange of Information) seluruh negara di dunia terkait keterbukaan informasi perbankan mulai berlaku pada 2018.

Jika berlaku, dia menambahkan tidak ada lagi tempat di negara manapun bagi wajib pajak untuk menyembunyikan kekayaannya dari aparat pajak (no where to hide) dan tidak ada lagi kerahasiaan perbankan (no banking secrecy). "Jika dimanfaatkan, kita menuju era di mana wajib pajak akan semakin sulit menemukan sarang persembunyian pajak yang dikemplang," jelas dia.

Dia mengatakan, pengampunan pajak ini masuk akal diberlakukan karena aset yang besar tersimpan di luar negeri. Berdasarkan data Tax Justice Network (2010), tercatat ada USD 331 miliar atau setara Rp 4.500 triliun aset orang Indonesia ditempatkan di berbagai negara suaka pajak (tax haven), seperti Singapura dan lain sebagainya.

"Global Financial Integrity (2013) itu, menempatkan Indonesia sebagai negara peringkat ke-7 yang memiliki aliran dana haram ke luar negeri dengan aliran dana Rp 200 triliun setahun," pungkasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9349 seconds (0.1#10.140)