Utang RI Diprediksi Makin Besar Jika Tax Amnesty Batal

Senin, 29 Februari 2016 - 11:00 WIB
Utang RI Diprediksi...
Utang RI Diprediksi Makin Besar Jika Tax Amnesty Batal
A A A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Center for Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menegaskan, Indonesia bisa terjerat utang luar negeri yang besar jika langkah memperluas basis pajak baru gagal dilakukan akibat pembatalan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty. Bahkan, ekspansi fiskal untuk membiayai pembangunan dinilai akan menjadi terhambat karena pemerintah harus memangkas anggaran pembangunan.

“Indonesia bisa terjebak utang luar negeri yang besar jika tax amnesty tidak diloloskan DPR. Ini akan jadi tanggung jawab dan beban moral DPR juga karena mereka turut membahas APBN tiap tahun,” jelas Prastowo, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (29/2/2016).

(Baca Juga: Tax Amnesty Diyakini Hilangkan Kebiasaan Utang Negara)

Dia menambahkan penundaan maupun pembatalan RUU Tax Amnesty akibat tidak disetujui DPR akan membuat kerugian lebih besar ketimbang dampak positifnya. Selain menurunkan kredibilitas pemerintah, animo dan partisipasi wajib pajak pun akan rendah ke depannya.

"Jika tax amnesty gagal dilakukan pemerintah karena tidak disetujui DPR, Indonesia tidak akan bisa menambah basis wajib pajak baru, meskipun era Automatic Exchange of Information (AEoI) diberlakukan pada 2018," imbuhnya.

Pasalnya, para wajib pajak akan terus melakukan penghindaran kewajibannya dengan berbagai modus sehingga Indonesia sebagai negara tidak akan dapat menambah penerimaan pajak untuk membiayai pembangunan.

Era AEoI pun, lanjutnya, tidak serta merta dapat menambah wajib pajak baru. Selain upaya penghindaran kewajiban oleh para wajib pajak terus-menerus, upaya mengejar para wajib pajak oleh otoritas pajak Indonesia membutuhkan revisi UU Perbankan, yang memungkinkan otoritas pajak mengakses kerahasiaan perbankan, seperti diamanatkan oleh OECD melalui kesepakatan AEoI.

"Era AEoI membutuhkan regulasi yang mendukung, seperti keterbukaan informasi di dalam negeri dari sistem perbankannya dan ketersediaan data dari otoritas pajak berbagai negara di luar negeri terhadap keberadaan aset WNI," katanya.

Jika otoritas pajak Indonesia tidak bisa mendapatkan informasi keberadaan aset-aset WNI di luar negeri, otomatis penerimaan pajak tidak akan bertambah, sehingga pembiayaan pembangunan akan mengandalkan utang luar negeri yang akan terus semakin membesar.

“Kerugiannya akan besar, kena dua kali, tidak dapat kewajiban pajaknya dan basis pajak baru, kemudian mau tidak mau, pembiayaan pembangunan mengandalkan utang luar negeri atau belanja pembangunan dipangkas terus-terusan,” tegasnya.

Tanpa tax amnesty, lanjut dia, peningkatan penerimaan pajak melalui perluasan wajib pajak baru membutuhkan proses yang panjang, karena penguatan otoritas pajak tidak bisa serta merta dilakukan dalam sekejab. Dia menegaskan, tunggakan piutang pajak sebesar Rp 70 triliun pun tidak bisa diandalkan, karena tunggakannya pada umumnya kecil-kecil dan yang bisa ditagih hanya sebesar Rp 20 triliun.

"Tax amnesty, juga tidak mencederai rasa keadilan, karena justru pengampunan pajak tidak hanya berlaku bagi orang kaya tapi para pengusaha UKM. Dengan ikut serta tax amnesty, para pengusaha UKM yang kebanyakan berasal dari sektor informal bisa masuk ke sistem ekonomi formal untuk kemudian bisa mengakses pembiayaan dari perbankan," pungkasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1146 seconds (0.1#10.140)