Dua Menteri Ribut Blok Masela, 65% Karyawan Inpex Terancam PHK
A
A
A
JAKARTA - Berlarutnya keputusan pengembangan Blok Masela, Maluku diyakini akan membuat Inpex Corporation dan Royal Dutch Shell selaku kontraktor bakal hengkang akibat ketidakpastian proyek ini. Bahkan kabarnya 65% karyawan Inpex yang ada di Masela terancam kena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Direktur Eksekutif Institute for Defense and Security Studies Connie R Bakrie menerangkan yang menjadi alasan PHK, lantaran keributan dua menteri dalam Kabinet Kerja mengenai skema pengembangan kilang di Blok Masela hingga menimbulkan penundaan terus menerus.
"Ini menunda terus, secara ekonomi akan tergerus dan Inpex akan berpikir ini sudah tidak make sense (masuk akal) lagi. Dampaknya lay off deh. Baru berantem di media saja, 65% karyawan sudah mau di-lay off," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (2/3/2016).
(Baca Juga: Tertunda 18 Tahun, Investor Blok Masela Bisa Kabur)
Dia menambahkan revisi plan of development (PoD) pengembangan kilang di Blok Masela seharusnya telah selesai akhir tahun kemarin. Satuan Kerja Khusus Pengelola Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) pun telah merekomendasikan skema pengembangan kilang menggunakan LNG terapung (floating LNG/offshore).
Namun, tiba-tiba muncul opsi lain dari Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Rizal Ramli agar kilang di Lapangan Abadi tersebut dibangun dengan skema pipanisasi di darat (onshore). Sementara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said tetap bersikeras menggunakan skema kilang laut.
(Baca Juga: SKK Migas Akui Ada Kepentingan Asing di Blok Masela)
Lanjut dia Inpex telah merancang pengembangan Masela secara jangka panjang dan sudah investasi cukup besar, namun tiba-tiba muncul perdebatan mengenai pengembangan kilang di wilayah tersebut.
"Jadi ini legalitas aspek kita tidak jelas, komitmen juga tidak jelas. Padahal yang namanya pengusaha perlu kejelasan. Jadi yang terjadi sekarang itu dampak dari itu semua, sekarang mulai terasa," tandasnya.
Direktur Eksekutif Institute for Defense and Security Studies Connie R Bakrie menerangkan yang menjadi alasan PHK, lantaran keributan dua menteri dalam Kabinet Kerja mengenai skema pengembangan kilang di Blok Masela hingga menimbulkan penundaan terus menerus.
"Ini menunda terus, secara ekonomi akan tergerus dan Inpex akan berpikir ini sudah tidak make sense (masuk akal) lagi. Dampaknya lay off deh. Baru berantem di media saja, 65% karyawan sudah mau di-lay off," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (2/3/2016).
(Baca Juga: Tertunda 18 Tahun, Investor Blok Masela Bisa Kabur)
Dia menambahkan revisi plan of development (PoD) pengembangan kilang di Blok Masela seharusnya telah selesai akhir tahun kemarin. Satuan Kerja Khusus Pengelola Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) pun telah merekomendasikan skema pengembangan kilang menggunakan LNG terapung (floating LNG/offshore).
Namun, tiba-tiba muncul opsi lain dari Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman Rizal Ramli agar kilang di Lapangan Abadi tersebut dibangun dengan skema pipanisasi di darat (onshore). Sementara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said tetap bersikeras menggunakan skema kilang laut.
(Baca Juga: SKK Migas Akui Ada Kepentingan Asing di Blok Masela)
Lanjut dia Inpex telah merancang pengembangan Masela secara jangka panjang dan sudah investasi cukup besar, namun tiba-tiba muncul perdebatan mengenai pengembangan kilang di wilayah tersebut.
"Jadi ini legalitas aspek kita tidak jelas, komitmen juga tidak jelas. Padahal yang namanya pengusaha perlu kejelasan. Jadi yang terjadi sekarang itu dampak dari itu semua, sekarang mulai terasa," tandasnya.
(akr)