Tak Hanya RI, Jerman Mulai Kembangkan Energi Terbarukan
A
A
A
LAHENDONG - General Manager PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Lahendong, Minahasa Salvius Patangketu menuturkan, negara maju seperti Jerman mulai memanfaatkan energi terbarukan. Sebelumnya, negara maju tersebut mengandalkan energi nuklir untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Namun, semua berubah ketika terjadi bencana di negara tersebut. Akhirnya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) tersebut ditutup.
"Ya, dalam satu kesempatan saya sempat ngobrol dengan orang Jerman. Di sana ada pembangkit nuklir terbaik di Jerman, tapi pas ada bencana, PLTN mereka ditutup. Karena pemerintah mengatakan, limbah nuklir sewaktu-waktu, entah puluhan tahun ke depan, akan berdampak ke anak cucu," katanya di Lahendong Sulawesi Utara, Rabu, (30/3/2016).
Maka, kata dia, mereka mengganti ke energi baru terbarukan, yang kebanyakan menggunakan angin, uap untuk keselamatan lingkungannya di kemudian hari. "Kalau kita punya energi panas bumi. Namun sayangnya, kebijakan ini menahan kita, kendalanya ini masih klasik, masalah harga. Kita mau dibandingkan harga dengan pembangkit lain, misalnya batu bara," terangnya.
Memang, lanjut Salvius, biaya-biaya yang dikeluarkan untuk eksplorasi panas bumi lebih mahal, beda dengan batu bara. Tapi terhadap lingkungannya lebih bersahabat energi panas bumi. "Batu bara limbahnya hasilkan gas dan debu. Geothermal enggak ada," kata dia.
Jadi, pihaknya mengimbau pemerintah untuk menggalakkan di dalam negeri, karenya proyeknya sudah tersebar di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. "Sekarang ada beberapa proyek yang tersebar di Sumatera. Ini akan bisa dilakukan besar-besaran kalau masalah keekonomiannya masuk. Kalau dengan minyak atau gas, kita masih kompetitif. Tapi jangan dibanding dengan batu bara dan air," pungkasnya.
Namun, semua berubah ketika terjadi bencana di negara tersebut. Akhirnya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) tersebut ditutup.
"Ya, dalam satu kesempatan saya sempat ngobrol dengan orang Jerman. Di sana ada pembangkit nuklir terbaik di Jerman, tapi pas ada bencana, PLTN mereka ditutup. Karena pemerintah mengatakan, limbah nuklir sewaktu-waktu, entah puluhan tahun ke depan, akan berdampak ke anak cucu," katanya di Lahendong Sulawesi Utara, Rabu, (30/3/2016).
Maka, kata dia, mereka mengganti ke energi baru terbarukan, yang kebanyakan menggunakan angin, uap untuk keselamatan lingkungannya di kemudian hari. "Kalau kita punya energi panas bumi. Namun sayangnya, kebijakan ini menahan kita, kendalanya ini masih klasik, masalah harga. Kita mau dibandingkan harga dengan pembangkit lain, misalnya batu bara," terangnya.
Memang, lanjut Salvius, biaya-biaya yang dikeluarkan untuk eksplorasi panas bumi lebih mahal, beda dengan batu bara. Tapi terhadap lingkungannya lebih bersahabat energi panas bumi. "Batu bara limbahnya hasilkan gas dan debu. Geothermal enggak ada," kata dia.
Jadi, pihaknya mengimbau pemerintah untuk menggalakkan di dalam negeri, karenya proyeknya sudah tersebar di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. "Sekarang ada beberapa proyek yang tersebar di Sumatera. Ini akan bisa dilakukan besar-besaran kalau masalah keekonomiannya masuk. Kalau dengan minyak atau gas, kita masih kompetitif. Tapi jangan dibanding dengan batu bara dan air," pungkasnya.
(izz)