OJK Sarankan BPR Tak Bergantung pada Produk Deposito
A
A
A
SOLO - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyarankan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mulai berbenah agar bisnis mereka tetap tumbuh. Kebijakan Bank Indonesia (BI) serta beberapa bank konvensional baik lokal maupun nasional yang menurunkan suku bunga kredit membuat
persaingan bisnis kian ketat.
Deputi Direktur OJK Kantor Regional (KR) 3 Dedy Patria mengatakan, kalangan BPR harus membuat paket kebijakan yang mampu membuat mereka lebih kompetitif. Tingginya biaya yang masih dikeluarkan kalangan BPR, sementara di sisi lain pendapatan dari bunga kredit terus ditekan.
Menurutnya, jika Jika tidak disiasati maka akan membuat pertumbuhan BPR tergerus. "Karena biaya lebih tinggi dari pendapatan, bisa jadi nanti pendapatan BPR justru minus," kata dia, Minggu (3/4/2016).
Agar bisa kompetitif, OJK mendorong BPR untuk mengurangi dana mahal dan memperbanyak dana murah. Karena, dia melihat saat ini, dana mahal yakni deposito memang masih mendominasi dana pihak ketiga (DPK) yang dimiliki BPR di DIY. OJK berharap agar kalangan BPR tidak terlalu bergantung pada produk deposito untuk mendapatkan DPK.
OJK mencatat, dominasi deposito masih terjadi di BPR-BPR di DIY. Hingga Februari, OJK mencatat deposito menyentuh Rp2,4 triliun. Bahkan, dari waktu ke waktu jumlah deposito mengalami peningkatan. Besaran deposito mengalami pertumbuhan 18,6% dibandingkan tahun lalu.
Sementara, untuk dana tabungan, OJK mencatat tumbuh Rp903 miliar menjadi Rp1,1 triliun. Meski dari pertumbuhannya lebih besar yakni 27,41%, tetapi secara nominal lebih kecil dibanding deposito.
Ketergantungan pada dana mahal ini bisa menjadi boomerang kalangan perbankan.
Sebab, lanjut Dedy, saat ini terjadi tren penurunan bunga kredit terus terjadi. Seperti penurunan suku bunga kredit usaha rakyat (KUR) pada level single digit 9% menjadi tantangan bagi Bank BPR dalam melakukan penyaluran kredit. "OJK menyarankan BPR untuk terus berekspansi menanggapi suku bunga KUR yang rendah itu," ujarnya.
Dia mengakui, sejak digulirnya suku buga KUR menjadi 9% dari sebelumnya 12%, tidak sedikit BPR yang mengeluhkan nasib mereka pada OJK. BPR tersaingi dalam menembus sektor mikro yang selama ini digarap.
Pasalnya, jika semakin besar dana mahal yang dihimpun BPR, maka semakin kecil kemungkinan BPR meraih suku bunga di level single digit layaknya bank umum penyalur KUR.
Ketua Umum Perbarindo Yogyakarta Ascar Setiyono mengungkapkan, biaya bunga DPK masih tinggi maka akan terjadi negative sprate tersebut timbul karena anggota Perbarindo mendapatkan alokasi KUR dengan suku bungan sekitar 14%. Namun, pada saat pencairannya, kalangan Perbarindo tetap dipaksa melepas di angka 9% seperti KUR-KUR di perbankan pada umumnya.
Hal tersebut yang masih menjadi pertimbangan karena biaya bunga yang masih dikeluarkan. Meski pada akhirnya nanti akan ada subsidi dari pemerintah terkait cicilan tersebut, tetapi subsidi tersebut tidak menutup semu negative sprate yang timbul dari program KUR ini. Kalangan BPR juga masih harus mengeluarkan biaya lagi untuk menutupi selisih negative sprate dengan subsidi dari pemerintah nantinya.
"Nah, ini yang masih kami pikirkan, dan saya yakin tidak semua BPR akan bersedia mengikuti program ini," tandasnuya.
persaingan bisnis kian ketat.
Deputi Direktur OJK Kantor Regional (KR) 3 Dedy Patria mengatakan, kalangan BPR harus membuat paket kebijakan yang mampu membuat mereka lebih kompetitif. Tingginya biaya yang masih dikeluarkan kalangan BPR, sementara di sisi lain pendapatan dari bunga kredit terus ditekan.
Menurutnya, jika Jika tidak disiasati maka akan membuat pertumbuhan BPR tergerus. "Karena biaya lebih tinggi dari pendapatan, bisa jadi nanti pendapatan BPR justru minus," kata dia, Minggu (3/4/2016).
Agar bisa kompetitif, OJK mendorong BPR untuk mengurangi dana mahal dan memperbanyak dana murah. Karena, dia melihat saat ini, dana mahal yakni deposito memang masih mendominasi dana pihak ketiga (DPK) yang dimiliki BPR di DIY. OJK berharap agar kalangan BPR tidak terlalu bergantung pada produk deposito untuk mendapatkan DPK.
OJK mencatat, dominasi deposito masih terjadi di BPR-BPR di DIY. Hingga Februari, OJK mencatat deposito menyentuh Rp2,4 triliun. Bahkan, dari waktu ke waktu jumlah deposito mengalami peningkatan. Besaran deposito mengalami pertumbuhan 18,6% dibandingkan tahun lalu.
Sementara, untuk dana tabungan, OJK mencatat tumbuh Rp903 miliar menjadi Rp1,1 triliun. Meski dari pertumbuhannya lebih besar yakni 27,41%, tetapi secara nominal lebih kecil dibanding deposito.
Ketergantungan pada dana mahal ini bisa menjadi boomerang kalangan perbankan.
Sebab, lanjut Dedy, saat ini terjadi tren penurunan bunga kredit terus terjadi. Seperti penurunan suku bunga kredit usaha rakyat (KUR) pada level single digit 9% menjadi tantangan bagi Bank BPR dalam melakukan penyaluran kredit. "OJK menyarankan BPR untuk terus berekspansi menanggapi suku bunga KUR yang rendah itu," ujarnya.
Dia mengakui, sejak digulirnya suku buga KUR menjadi 9% dari sebelumnya 12%, tidak sedikit BPR yang mengeluhkan nasib mereka pada OJK. BPR tersaingi dalam menembus sektor mikro yang selama ini digarap.
Pasalnya, jika semakin besar dana mahal yang dihimpun BPR, maka semakin kecil kemungkinan BPR meraih suku bunga di level single digit layaknya bank umum penyalur KUR.
Ketua Umum Perbarindo Yogyakarta Ascar Setiyono mengungkapkan, biaya bunga DPK masih tinggi maka akan terjadi negative sprate tersebut timbul karena anggota Perbarindo mendapatkan alokasi KUR dengan suku bungan sekitar 14%. Namun, pada saat pencairannya, kalangan Perbarindo tetap dipaksa melepas di angka 9% seperti KUR-KUR di perbankan pada umumnya.
Hal tersebut yang masih menjadi pertimbangan karena biaya bunga yang masih dikeluarkan. Meski pada akhirnya nanti akan ada subsidi dari pemerintah terkait cicilan tersebut, tetapi subsidi tersebut tidak menutup semu negative sprate yang timbul dari program KUR ini. Kalangan BPR juga masih harus mengeluarkan biaya lagi untuk menutupi selisih negative sprate dengan subsidi dari pemerintah nantinya.
"Nah, ini yang masih kami pikirkan, dan saya yakin tidak semua BPR akan bersedia mengikuti program ini," tandasnuya.
(izz)