Bisnis Transportasi Harus Ada Kesetaraan
A
A
A
JAKARTA - Persoalan antara kendaraan pelat hitam yang dijadikan transportasi umum dengan menggunakan pemesanan berbasis aplikasi dan taksi resmi atau konvensional terus mengemuka. Ekonom Yanuar Rizki mengatakan, jika pemerintah ingin meratifikasi fenomena business to business (B2B) seperti dikembangkan perusahaan application service provider yang dianggap inovasi, maka yang dikorbankan jangan taksi resmi, tetapi deregulasi aturan.
"Pilihannya regulasi industri transportasi dicabut menjadi industri bebas dan suka-suka tidak ada peraturan atau tetap mempertahankan perizinan," ujarnya di Jakarta, Senin (4/4/2016).
Dia memaparkan, persoalan yang terjadi saat ini bukan karena perusahaan taksi resmi tidak melakukan inovasi sehingga membuat tidak efisien, tetapi yang harus dilihat adalah kesetaraan bisnis.
Yanuar tidak setuju terhadap pendapat yang mengatakan penyedia jasa taksi resmi tidak efisien dalam hal tarif. "Tarif justru ditetapkan karena ada regulasi, seperti, seragam sopir, database sopir, sertifikasi sopir, pul taksi, pemeliharaan, uji layak kendaraan (KIR), pajak (PPn, PPh), dan pungutan daerah," katanya.
Titik awal antara model taksi pelat hitam dan konvensional adalah sama yaitu tunduk pada regulasi yang ada. Mematuhi ketentuan hukum yang berlaku adalah kewajiban dasar dimana dalam hal transportasi telah diatur dalam UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 41/1993 tentang Angkutan Jalan dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35/2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum.
Dia mengatakan terdapat dua pilihan bagi perusahaan taksi pelat hitam yakni ingin menjadi perusahaan transportasi yang berarti harus mengikuti aturan yang ditetapkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub. "Tetapi kalau ingin menjadi penyedia layanan aplikasi maka izin mengikuti aturan Kementerian Komunikasi tetapi armadanya tetap harus mendapat izin dari Kementerian Perhubungan," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan, legalitas transportasi umum diperlukan demi keamanan dan keselamatan, baik bagi pengemudi maupun penumpang. "Penyelenggara taksi pelat hitam,harus bekerja sama dengan transportasi yang terdaftar, kemudian juga harus memenuhi seluruh persyaratan seperti memiliki sim A umum dan uji kir," ujarnya.
Jonan menegaskan, pihaknya tidak mempersoalkan bisnis kerja sama ekonomi dalam taksi berbasis aplikasi, namun yang pasti armadanya harus terdaftar sebagai taksi serta mengikuti seluruh regulasi yang sudah ada.
"Pilihannya regulasi industri transportasi dicabut menjadi industri bebas dan suka-suka tidak ada peraturan atau tetap mempertahankan perizinan," ujarnya di Jakarta, Senin (4/4/2016).
Dia memaparkan, persoalan yang terjadi saat ini bukan karena perusahaan taksi resmi tidak melakukan inovasi sehingga membuat tidak efisien, tetapi yang harus dilihat adalah kesetaraan bisnis.
Yanuar tidak setuju terhadap pendapat yang mengatakan penyedia jasa taksi resmi tidak efisien dalam hal tarif. "Tarif justru ditetapkan karena ada regulasi, seperti, seragam sopir, database sopir, sertifikasi sopir, pul taksi, pemeliharaan, uji layak kendaraan (KIR), pajak (PPn, PPh), dan pungutan daerah," katanya.
Titik awal antara model taksi pelat hitam dan konvensional adalah sama yaitu tunduk pada regulasi yang ada. Mematuhi ketentuan hukum yang berlaku adalah kewajiban dasar dimana dalam hal transportasi telah diatur dalam UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 41/1993 tentang Angkutan Jalan dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35/2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum.
Dia mengatakan terdapat dua pilihan bagi perusahaan taksi pelat hitam yakni ingin menjadi perusahaan transportasi yang berarti harus mengikuti aturan yang ditetapkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub. "Tetapi kalau ingin menjadi penyedia layanan aplikasi maka izin mengikuti aturan Kementerian Komunikasi tetapi armadanya tetap harus mendapat izin dari Kementerian Perhubungan," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan, legalitas transportasi umum diperlukan demi keamanan dan keselamatan, baik bagi pengemudi maupun penumpang. "Penyelenggara taksi pelat hitam,harus bekerja sama dengan transportasi yang terdaftar, kemudian juga harus memenuhi seluruh persyaratan seperti memiliki sim A umum dan uji kir," ujarnya.
Jonan menegaskan, pihaknya tidak mempersoalkan bisnis kerja sama ekonomi dalam taksi berbasis aplikasi, namun yang pasti armadanya harus terdaftar sebagai taksi serta mengikuti seluruh regulasi yang sudah ada.
(dmd)