BPR seperti Anak Tiri
A
A
A
YOGYAKARTA - Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tidak bisa berbuat banyak dengan kebijakan pemerintah yang menggelontorkan kredit usaha rakyat (KUR) dengan bunga sangat rendah melalui sejumlah bank. Ketidakberpihakan pemerintah membuat BPR merasa seperti anak tiri.
BPR saat ini tidak bisa menurunkan suku bunga karena masih terbebani biaya Dana Pihak Ketiga (DPK) yang masih tinggi.
“Ya, bagaimana lagi, tidak ada yang bisa dilakukan selama kebijakan tidak berpihak kepada BPR,” ujar Direktur Utama BPR Alto Sejahtera Sleman, Kusmintarja, Jumat (8/4/2016).
Menurutnya, selama ini kebijakan terkait dengan perbankan tidak berpihak kepada BPR. Bunga kredit yang terus turun sementara suku bunga penjaminan masih tinggi, serta tidak ada aturan yang jelas terkait dengan pangsa pasar dari masing-masing bank dinilai merugikan sektor BPR.
Dia mengklaim, yang namanya bank mikro adalah BPR. Karena dia yakin bank-bank umum baik milik pemerintah maupun bukan yang notabene besar tidak akan mati jika tak mengucurkan kredit mikro. Sebaliknya, BPR yang benar-benar menghimpun dana dari masyarakat bawah pasti akan kolaps ketika tidak mengucurkan kredit. “Kebijakan pemerintah tidak pernah memihak kami (BPR). Kami ini anak tiri,” keluhnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Yogyakarta, Arief Boedi Nuryanto tidak khawatir dengan iklim perbankan usai pemerintah menggelontorkan KUR dalam jumlah besar. Menurutnya, BPR tidak akan kehilangan nasabah meskipun ada KUR yang suku bunganya jauh lebih rendah.
“Antara BPR dan bank umum itu memiliki pangsa pasar sendiri. Meskipun KUR masif, tetapi masih ada celah yang bisa digarap BPR. Jangan khawatir, BPR tetap akan tumbuh,” tandasnya.
BPR saat ini tidak bisa menurunkan suku bunga karena masih terbebani biaya Dana Pihak Ketiga (DPK) yang masih tinggi.
“Ya, bagaimana lagi, tidak ada yang bisa dilakukan selama kebijakan tidak berpihak kepada BPR,” ujar Direktur Utama BPR Alto Sejahtera Sleman, Kusmintarja, Jumat (8/4/2016).
Menurutnya, selama ini kebijakan terkait dengan perbankan tidak berpihak kepada BPR. Bunga kredit yang terus turun sementara suku bunga penjaminan masih tinggi, serta tidak ada aturan yang jelas terkait dengan pangsa pasar dari masing-masing bank dinilai merugikan sektor BPR.
Dia mengklaim, yang namanya bank mikro adalah BPR. Karena dia yakin bank-bank umum baik milik pemerintah maupun bukan yang notabene besar tidak akan mati jika tak mengucurkan kredit mikro. Sebaliknya, BPR yang benar-benar menghimpun dana dari masyarakat bawah pasti akan kolaps ketika tidak mengucurkan kredit. “Kebijakan pemerintah tidak pernah memihak kami (BPR). Kami ini anak tiri,” keluhnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Yogyakarta, Arief Boedi Nuryanto tidak khawatir dengan iklim perbankan usai pemerintah menggelontorkan KUR dalam jumlah besar. Menurutnya, BPR tidak akan kehilangan nasabah meskipun ada KUR yang suku bunganya jauh lebih rendah.
“Antara BPR dan bank umum itu memiliki pangsa pasar sendiri. Meskipun KUR masif, tetapi masih ada celah yang bisa digarap BPR. Jangan khawatir, BPR tetap akan tumbuh,” tandasnya.
(dmd)