RUU Tax Amnesty Belah Suara DPR
A
A
A
JAKARTA - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (RUU Tax Amnesty) membuat suara DPR terbelah. Fraksi-fraksi dan beberapa pimpinan DPR lain menuding Ketua DPR, Ade Komarudin terlalu memaksakan melanjutkan pembahasan RUU usulan pemerintah itu. Fraksi bersepakat dalam Rapat Bamus sebelumnya, usulan harus dikonsultasikan ke pemerintah.
Ketua DPR menjadwalkan Rapat Kerja (Raker) Komisi XI bersama dengan Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM, pada Selasa sore (12/4/2016).
Pernyataan Ade membuar Rapat Paripurna ke-24 Masa Sidang IV tahun 2015-2016 dihujani interupsi anggota dewan. Anggota Fraksi Partai Gerindra, Aziki Solthan menegaskan, dalam rapat Bamus sehari sebelumnya diputuskan pembahasan RUU Tax Amnesty ditunda sampai dengan adanya rapat konsultasi dengan presiden.
"Ketua DPR tidak konsisten, dimana proses Tax Amnesty dapat dilanjutkan setelah konsultasi. Kami lihat rapat tersebut melanggar Tatib DPR Pasal 223, minta keputusan kemarin ditinjau ulang," tegasnya.
Sementara, Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PKS di Komisi XI Ecky Awal Muharram juga mempertanyakan kelanjutan hasil Rapat Bamus sebelumnya untuk berkonsultasi dengan pemerintah yang belum dilakukan, lalu tiba-tiba sudah ada Rapat Bamus yang lain. Karena UU ini melibatkan ribuan triliun rupiah dari para pengemplang pajak.
"Ada orang yang diberikan kelebihan oleh Tuhan, punya aset ribuan triliun dan disimpan di luar negeri. Dan sesungguhnya menciderai keadilan Indonesia," sesalnya.
Tetapi dengan rapat ini, lanjutnya, DPR dipaksa mengeluarkan UU yang memberikan pengampunan pidana perpajakan. Padahal, pemerintah harus memperbaiki perpajakan dan menunggu berlakunya secara otomatis di 2018. Sehingga bisa menarik pajak mereka hingga 30%. Tapi pemerintah malah ajukan UU yang berpotensi kehilangan lebih besar.
(Baca: Alasan Pemerintah Ngotot Gulirkan Kebijakan Pengampunan Pajak)
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Atgas mengingatkan kembali bahwa pada Rapat Bamus (6/4), fraksi-fraksi bersepakat agar RUU Tax Amnesty ditunda untuk dikonsultasikan dulu ke presiden. Dan dalam penundaannya pun belum ada kesepakatan pimpinan fraksi apakah hal ini dibahas di Panitia Khusus (Pansus) atau Komisi. Dan keinginan sebagian besar fraksi kala itu dibentuk Pansus.
"Tapi heran, lakukan Bamus kembali dan ditetapkan di Komisi XI. Ini cacat karena rapat Bamus hanya dihadiri satu pimpinan," tegasnya.
Karena itu, Supratman mendesak agar Pimpinan DPR membatalkan putusan Rapat Bamus kemarin malam dan kembali para hasil Rapat Bamus sebelumnya. Karena, banyak permasalahan dalam RUU ini sehingga tidak boleh gegabah.
"Satu kecacatan yang dilahirkan bisa mempengaruhi republik ini. Jokowi soal UU, juga harus jadi concern, kami akan hasilkan UU yang baik," tegasnya.
Adapun Anggota Fraksi Partai Golkar Misbakhun justru membela Ade. Menurutnya, RUU ini sudah diputuskan dalam Baleg menjadi RUU inisiatif pemerintah dan sebagaimana UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang jika pemerintah sudah mengirimkan Surat Presiden (Supres) maka dalam waktu 60 hari DPR harus membahas.
Ketua DPR menjadwalkan Rapat Kerja (Raker) Komisi XI bersama dengan Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM, pada Selasa sore (12/4/2016).
Pernyataan Ade membuar Rapat Paripurna ke-24 Masa Sidang IV tahun 2015-2016 dihujani interupsi anggota dewan. Anggota Fraksi Partai Gerindra, Aziki Solthan menegaskan, dalam rapat Bamus sehari sebelumnya diputuskan pembahasan RUU Tax Amnesty ditunda sampai dengan adanya rapat konsultasi dengan presiden.
"Ketua DPR tidak konsisten, dimana proses Tax Amnesty dapat dilanjutkan setelah konsultasi. Kami lihat rapat tersebut melanggar Tatib DPR Pasal 223, minta keputusan kemarin ditinjau ulang," tegasnya.
Sementara, Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PKS di Komisi XI Ecky Awal Muharram juga mempertanyakan kelanjutan hasil Rapat Bamus sebelumnya untuk berkonsultasi dengan pemerintah yang belum dilakukan, lalu tiba-tiba sudah ada Rapat Bamus yang lain. Karena UU ini melibatkan ribuan triliun rupiah dari para pengemplang pajak.
"Ada orang yang diberikan kelebihan oleh Tuhan, punya aset ribuan triliun dan disimpan di luar negeri. Dan sesungguhnya menciderai keadilan Indonesia," sesalnya.
Tetapi dengan rapat ini, lanjutnya, DPR dipaksa mengeluarkan UU yang memberikan pengampunan pidana perpajakan. Padahal, pemerintah harus memperbaiki perpajakan dan menunggu berlakunya secara otomatis di 2018. Sehingga bisa menarik pajak mereka hingga 30%. Tapi pemerintah malah ajukan UU yang berpotensi kehilangan lebih besar.
(Baca: Alasan Pemerintah Ngotot Gulirkan Kebijakan Pengampunan Pajak)
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Atgas mengingatkan kembali bahwa pada Rapat Bamus (6/4), fraksi-fraksi bersepakat agar RUU Tax Amnesty ditunda untuk dikonsultasikan dulu ke presiden. Dan dalam penundaannya pun belum ada kesepakatan pimpinan fraksi apakah hal ini dibahas di Panitia Khusus (Pansus) atau Komisi. Dan keinginan sebagian besar fraksi kala itu dibentuk Pansus.
"Tapi heran, lakukan Bamus kembali dan ditetapkan di Komisi XI. Ini cacat karena rapat Bamus hanya dihadiri satu pimpinan," tegasnya.
Karena itu, Supratman mendesak agar Pimpinan DPR membatalkan putusan Rapat Bamus kemarin malam dan kembali para hasil Rapat Bamus sebelumnya. Karena, banyak permasalahan dalam RUU ini sehingga tidak boleh gegabah.
"Satu kecacatan yang dilahirkan bisa mempengaruhi republik ini. Jokowi soal UU, juga harus jadi concern, kami akan hasilkan UU yang baik," tegasnya.
Adapun Anggota Fraksi Partai Golkar Misbakhun justru membela Ade. Menurutnya, RUU ini sudah diputuskan dalam Baleg menjadi RUU inisiatif pemerintah dan sebagaimana UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang jika pemerintah sudah mengirimkan Surat Presiden (Supres) maka dalam waktu 60 hari DPR harus membahas.
(ven)