Diragukan Bank Dunia, Kementan Buka-bukaan Data Surplus Beras
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) tidak terima dengan pernyataan analis Bank Dunia (World Bank) yang meragukan data pemerintah terkait surplus beras di Indonesia. Kementan pun membeberkan data yang menunjukkan berbagai programnya telah berhasil mendongkrak produksi padi di Tanah Air.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kemenetan, Suwandi mengatakan, Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 Maret 2016 merilis angka sementara produksi padi 2015 sebesar 75,36 juta ton gabah kering giling (GKG), naik 6,37% dibandingkan 2014, artinya surplus atau pasokan berlebih. Stok beras tersebut, ada dan tersebar di petani, penggilingan, pasar, konsumen dan di Bulog.
Dia menegaskan, validitas data surplus beras dapat dikonfirmasi dari survei Sucofindo dan survei BPS, yaitu stok beras sebanyak 8-10 juta ton tersebar di Bulog dan masyarakat, dengan rincian stok di produsen sebanyak 64%-81%, di penggilingan dan pedagang 9%-24%, dan di konsumen 9%-11%. Stok di konsumen mencakup rumah tangga, industri pangan, hotel, restoran, katering dan lainnya.
"Stok beras berfluktuasi antar ruang dan waktu, terutama saat musim panen dan paceklik, serta antar wilayah 16 provinsi sentra dan non sentra padi," ujarnya, dalam keterangan tertulis, Minggu (8/5/2016).
Suwandi menambahkan, keberadaan stok di produsen pun terkonfirmasi dengan data Sensus Pertanian BPS 2013 yang menyebutkan dari 14,3 juta rumah tangga petani padi, terdapat 37,6% tidak menjual gabah/beras hasil padinya. Menurutnya, biasanya beras tersebut ntuk disimpan dan konsumsi sendiri, 54,9% menjual sebagian hasilnya, dan sisanya 7,6% menjual seluruh hasil usahanya.
Fakta stok melimpah di pedagang yakni di saat musim paceklik Januari-Februari 2016, beras melimpah di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) dan di pasar sentra beras lainnya yaitu pada Januari-Februari 2016 stok naik di atas 100% dibanding periode yang sama 2015 dan selanjutnya diikuti turunnya harga beras di pasar menjelang panen raya padi Maret-Mei 2016.
"Anomali ini terjadi karena perilaku pasar dengan indikasi menahan stok di saat paceklik dengan harapan harga naik tinggi, selanjutnya melepas ke pasar untuk menghindari turunnya harga memasuki panen raya," jelasnya.
Produksi padi Maret-Juni 2016 diprediksi sekitar 35,5 juta ton GKG. Bukti bahwa panen padi dan pasokan melimpah berdampak harga gabah turun, didukung data BPS selama April 2016 rata-rata harga GKP di tingkat petani Rp4.262 per kg mengalami penurunan sebesar 9,36%, jika dibanding pada Maret 2016. BPS pun menyatakan pada April 2016 terjadi deflasi 0,45%. Penyumbang terbesar deflasi dari kelompok pangan sebesar 0,94%.
Sementara itu, stok beras di Bulog pada Februari 2016 sebanyak 1,4 juta ton dan April 2016 mendekati 2 juta ton. Data series stok Bulog pada Januari 2015 hingga April 2016 sepanjang waktu tidak pernah menipis. "Stok Bulog dari pengadaan domestik pun sudah mencukupi tanpa impor," tandas Suwandi.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kemenetan, Suwandi mengatakan, Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 Maret 2016 merilis angka sementara produksi padi 2015 sebesar 75,36 juta ton gabah kering giling (GKG), naik 6,37% dibandingkan 2014, artinya surplus atau pasokan berlebih. Stok beras tersebut, ada dan tersebar di petani, penggilingan, pasar, konsumen dan di Bulog.
Dia menegaskan, validitas data surplus beras dapat dikonfirmasi dari survei Sucofindo dan survei BPS, yaitu stok beras sebanyak 8-10 juta ton tersebar di Bulog dan masyarakat, dengan rincian stok di produsen sebanyak 64%-81%, di penggilingan dan pedagang 9%-24%, dan di konsumen 9%-11%. Stok di konsumen mencakup rumah tangga, industri pangan, hotel, restoran, katering dan lainnya.
"Stok beras berfluktuasi antar ruang dan waktu, terutama saat musim panen dan paceklik, serta antar wilayah 16 provinsi sentra dan non sentra padi," ujarnya, dalam keterangan tertulis, Minggu (8/5/2016).
Suwandi menambahkan, keberadaan stok di produsen pun terkonfirmasi dengan data Sensus Pertanian BPS 2013 yang menyebutkan dari 14,3 juta rumah tangga petani padi, terdapat 37,6% tidak menjual gabah/beras hasil padinya. Menurutnya, biasanya beras tersebut ntuk disimpan dan konsumsi sendiri, 54,9% menjual sebagian hasilnya, dan sisanya 7,6% menjual seluruh hasil usahanya.
Fakta stok melimpah di pedagang yakni di saat musim paceklik Januari-Februari 2016, beras melimpah di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) dan di pasar sentra beras lainnya yaitu pada Januari-Februari 2016 stok naik di atas 100% dibanding periode yang sama 2015 dan selanjutnya diikuti turunnya harga beras di pasar menjelang panen raya padi Maret-Mei 2016.
"Anomali ini terjadi karena perilaku pasar dengan indikasi menahan stok di saat paceklik dengan harapan harga naik tinggi, selanjutnya melepas ke pasar untuk menghindari turunnya harga memasuki panen raya," jelasnya.
Produksi padi Maret-Juni 2016 diprediksi sekitar 35,5 juta ton GKG. Bukti bahwa panen padi dan pasokan melimpah berdampak harga gabah turun, didukung data BPS selama April 2016 rata-rata harga GKP di tingkat petani Rp4.262 per kg mengalami penurunan sebesar 9,36%, jika dibanding pada Maret 2016. BPS pun menyatakan pada April 2016 terjadi deflasi 0,45%. Penyumbang terbesar deflasi dari kelompok pangan sebesar 0,94%.
Sementara itu, stok beras di Bulog pada Februari 2016 sebanyak 1,4 juta ton dan April 2016 mendekati 2 juta ton. Data series stok Bulog pada Januari 2015 hingga April 2016 sepanjang waktu tidak pernah menipis. "Stok Bulog dari pengadaan domestik pun sudah mencukupi tanpa impor," tandas Suwandi.
(dmd)