PLN Sulit Bebaskan Lahan Proyek Listrik 35.000 MW
A
A
A
JAKARTA - PT PLN (Persero) mengaku kesulitan membebaskan lahan untuk pembangunan transmisi listrik proyek listrik 35.000 megawatt (MW). Kesulitan pembebasan lahan terutama di wilayah Jawa, Sumatera, dan Papua.
Direktur Bisnis Regional Jawa bagian Tengah PLN Nasri Sebayang menjelaskan, 60% permasalahan proyek tersebut berkaitan dengan legal, terutama menyangkut pengadaan lahan dan perizinan untuk transmisi. Lahan yang dibutuhkan untuk transmisi jauh lebih besar dibanding untuk pembangunan pembangkit atau gardu induk.
"Setiap 1 KM transmisi itu membutuhkan lebih kurang 3-4 tapak. Kita akan membangun untuk 35.000 MW ini sepanjang 46.000 km transmisi, atau 25.000-80.000 tapak tower. Satu tapak tower untuk 500 kV itu butuh lebih kurang 625 m2. Nah, ini setiap tapak satu demi satu harus kita bebaskan," katanya di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Kamis (12/5/2016).
Dia mengisahkan, kendala ini salah satunya terjadi saat perseroan akan melakukan pembebasan lahan untuk jaringan transmisi 500 kV dari Jepara, Jawa Tengah hingga Tambun, Bekasi. Pengerjaan proyek tersebut akan banyak melewati jalur tanah baik milik penduduk ataupun tanah milik negara.
"Ini harus kita selesaikan, termasuk lahan di bawah jaringan. Bukan dibebaskan, hanya diberikan kompensasi," imbuhnya.
Kendati demikian, pihaknya kini bersyukur dengan adanya Undang-Undang (UU) No 22/2012 dan diperkuat dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 4/2016. Pasalnya, dua peraturan tersebut memberikan legalisasi untuk perseroan melakukan pengadaan lahan.
"Ke depan kita harapkan masalah ini sudah tidak timbul lagi, karena sudah ada Peraturan Menteri ESDM yang memberikan aturan kompensasi dengan sangat baik. Sehingga, hal ini mudah-mudahan akan dapat menyelesaikan persoalan di kemudian hari," tutur dia.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir menambahkan, sulitnya pembebasan lahan ini pada umumnya karena masalah harga yang belum pas. Pasalnya, PLN hanya bisa membeli tanah melalui Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
"Namun, dengan peraturan itu PLN bisa membeli harga pasar. Sehingga keinginan pemilik lahan bisa sejalan dengan keinginan PLN. Mungkin sekarang sudah sebagian besar progressnya jalan," pungkas mantan Bos BRI ini.
Direktur Bisnis Regional Jawa bagian Tengah PLN Nasri Sebayang menjelaskan, 60% permasalahan proyek tersebut berkaitan dengan legal, terutama menyangkut pengadaan lahan dan perizinan untuk transmisi. Lahan yang dibutuhkan untuk transmisi jauh lebih besar dibanding untuk pembangunan pembangkit atau gardu induk.
"Setiap 1 KM transmisi itu membutuhkan lebih kurang 3-4 tapak. Kita akan membangun untuk 35.000 MW ini sepanjang 46.000 km transmisi, atau 25.000-80.000 tapak tower. Satu tapak tower untuk 500 kV itu butuh lebih kurang 625 m2. Nah, ini setiap tapak satu demi satu harus kita bebaskan," katanya di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Kamis (12/5/2016).
Dia mengisahkan, kendala ini salah satunya terjadi saat perseroan akan melakukan pembebasan lahan untuk jaringan transmisi 500 kV dari Jepara, Jawa Tengah hingga Tambun, Bekasi. Pengerjaan proyek tersebut akan banyak melewati jalur tanah baik milik penduduk ataupun tanah milik negara.
"Ini harus kita selesaikan, termasuk lahan di bawah jaringan. Bukan dibebaskan, hanya diberikan kompensasi," imbuhnya.
Kendati demikian, pihaknya kini bersyukur dengan adanya Undang-Undang (UU) No 22/2012 dan diperkuat dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 4/2016. Pasalnya, dua peraturan tersebut memberikan legalisasi untuk perseroan melakukan pengadaan lahan.
"Ke depan kita harapkan masalah ini sudah tidak timbul lagi, karena sudah ada Peraturan Menteri ESDM yang memberikan aturan kompensasi dengan sangat baik. Sehingga, hal ini mudah-mudahan akan dapat menyelesaikan persoalan di kemudian hari," tutur dia.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir menambahkan, sulitnya pembebasan lahan ini pada umumnya karena masalah harga yang belum pas. Pasalnya, PLN hanya bisa membeli tanah melalui Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
"Namun, dengan peraturan itu PLN bisa membeli harga pasar. Sehingga keinginan pemilik lahan bisa sejalan dengan keinginan PLN. Mungkin sekarang sudah sebagian besar progressnya jalan," pungkas mantan Bos BRI ini.
(izz)