Mayoritas UMKM DIY Masih Alami Kendala Masuk Toko Online
A
A
A
YOGYAKARTA - Meski sudah familiar dalam kehidupan sehari-hari, ternyata belum banyak kalangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang memaksimalkan toko online untuk mendongkrak omzet penjualan mereka. Persoalan teknis masih menjadi penghambat kalangan UMKM untuk masuk dunia penjualan online.
Akibatnya, belum banyak UMKM yang merasakan manfaat tanpa batas dari toko online ini. Penggerak Lapak Area Yogyakarta dari Bukalapak, Dita Selfi mengakui berbagai kendala memang masih membelit kalangan UMKM melakukan pemasaran secara online terutama melalui toko online.
Salah satunya kontinyuitas kalangan UMKM untuk terus memperbarui sampel produk mereka hingga sekadar mengecek respons dari masyarakat terhadap produk yang mereka pasarkan melalui toko online. Akibatnya, masyarakat tidak mengetahui sejauh mana respons pengguna internet terhadap produk mereka.
"Biasanya mereka cuma mengunggah dan jarang mengeceknya kembali," kata dia dalam pelatihan terhadap belasan pelaku UMKM di Tirana House, Rabu (18/5/2016).
Kendala lainnya adalah pemilik produk dari kalangan UMKM biasanya mengalami kendala dalam memfoto hasil produk mereka. Kalangan UMKM belum begitu memahami sisi artistik atau sudut mana produk tersebut diambil gambar atau foto. Kebanyakan pemilik produk asal memfoto produk dan langsung mengunggahnya ke media sosial maupun toko online langganan mereka berbisnis.
Akibatnya, produk mereka kurang diminati karena sudut foto yang diambil tidak sesuai. Selain itu, kalangan UMKM juga kurang memahami bagaimana menulis redaksi produk agar produk mereka mudah dipahami dan menarik untuk dibeli.
Padahal, deskripsi produk melalui redaksi disertai dengan judul produk yang menarik sangat penting berperan dalam menarik konsumen untuk membeli produk mereka. Penulisan deskripsi produk memang perlu teknik tertentu, sehingga membuat konsumen tertarik.
Karena itu, bukalapak berusaha turun ke lapangan untuk melakukan pendampingan terhadap UMKM. Secara rutin, bukalapak akan mendampingi selama dua bulan. Setelah itu, bukalapak akan membuka kesempatan kepada UMKM untuk mengunggah foto produk mereka di situs jual beli bukalapak.
Pendampingan ini diperlukan untuk meningkatkan jumlah UMKM yang menjadi pelapak di situs jual beli bukalapak. "Harapannya transaksi juga meningkat," ucap dia.
Dita mengungkapkan, sebenarnya dari waktu ke waktu jumlah pelapak di situs mereka terus bertambah. Di Yogyakarta sendiri cukup banyak pelaku jual beli online yang memanfaatkan situs bukalapak untuk menjual produk mereka.
Yogyakarta memang pengguna internet lebih tinggi dibanding kota-kota lain, sebab di kota ini pengguna internet sangat banyak. Bukalapak baru melakukan pendampingan mereka pertama kali tahun ini.
Perajin kalung dari tembaga Modesta Dersonowati mengaku, sebenarnya sudah melakukan jual beli online selama setahun terakhir. Hanya saja, saat ini dia lebih banyak memanfaatkan media sosial yang dimilikinya.
Pemasaran melalui media sosial sebenarnya mengalami keterbatasan karena hanya orang-orang yang berteman atau mengenal dirinya saja yang mengetahui produknya.
"Saya sudah pernah memposting produk ke toko online. Tetapi ya hanya saya posting, tidak saya cek lagi sampai sekarang," tuturnya.
Dia mengaku, tidak memiliki waktu untuk mengecek dan memperbarui foto produknya. Padahal dia sadar, hal tersebut sangat penting karena mengetahui produknya laku apa tidak.
Selain itu, dia juga bisa memperbarui produk-produk yang diposting dalam toko online yang dia ikuti. Padahal, pemasaran online tersebut mampu mengangkat penjualannya selama ini. Bahkan, kini penjualan online sudah mendominasi bisnisnya, 75% omzetnya berasal dari online.
Akibatnya, belum banyak UMKM yang merasakan manfaat tanpa batas dari toko online ini. Penggerak Lapak Area Yogyakarta dari Bukalapak, Dita Selfi mengakui berbagai kendala memang masih membelit kalangan UMKM melakukan pemasaran secara online terutama melalui toko online.
Salah satunya kontinyuitas kalangan UMKM untuk terus memperbarui sampel produk mereka hingga sekadar mengecek respons dari masyarakat terhadap produk yang mereka pasarkan melalui toko online. Akibatnya, masyarakat tidak mengetahui sejauh mana respons pengguna internet terhadap produk mereka.
"Biasanya mereka cuma mengunggah dan jarang mengeceknya kembali," kata dia dalam pelatihan terhadap belasan pelaku UMKM di Tirana House, Rabu (18/5/2016).
Kendala lainnya adalah pemilik produk dari kalangan UMKM biasanya mengalami kendala dalam memfoto hasil produk mereka. Kalangan UMKM belum begitu memahami sisi artistik atau sudut mana produk tersebut diambil gambar atau foto. Kebanyakan pemilik produk asal memfoto produk dan langsung mengunggahnya ke media sosial maupun toko online langganan mereka berbisnis.
Akibatnya, produk mereka kurang diminati karena sudut foto yang diambil tidak sesuai. Selain itu, kalangan UMKM juga kurang memahami bagaimana menulis redaksi produk agar produk mereka mudah dipahami dan menarik untuk dibeli.
Padahal, deskripsi produk melalui redaksi disertai dengan judul produk yang menarik sangat penting berperan dalam menarik konsumen untuk membeli produk mereka. Penulisan deskripsi produk memang perlu teknik tertentu, sehingga membuat konsumen tertarik.
Karena itu, bukalapak berusaha turun ke lapangan untuk melakukan pendampingan terhadap UMKM. Secara rutin, bukalapak akan mendampingi selama dua bulan. Setelah itu, bukalapak akan membuka kesempatan kepada UMKM untuk mengunggah foto produk mereka di situs jual beli bukalapak.
Pendampingan ini diperlukan untuk meningkatkan jumlah UMKM yang menjadi pelapak di situs jual beli bukalapak. "Harapannya transaksi juga meningkat," ucap dia.
Dita mengungkapkan, sebenarnya dari waktu ke waktu jumlah pelapak di situs mereka terus bertambah. Di Yogyakarta sendiri cukup banyak pelaku jual beli online yang memanfaatkan situs bukalapak untuk menjual produk mereka.
Yogyakarta memang pengguna internet lebih tinggi dibanding kota-kota lain, sebab di kota ini pengguna internet sangat banyak. Bukalapak baru melakukan pendampingan mereka pertama kali tahun ini.
Perajin kalung dari tembaga Modesta Dersonowati mengaku, sebenarnya sudah melakukan jual beli online selama setahun terakhir. Hanya saja, saat ini dia lebih banyak memanfaatkan media sosial yang dimilikinya.
Pemasaran melalui media sosial sebenarnya mengalami keterbatasan karena hanya orang-orang yang berteman atau mengenal dirinya saja yang mengetahui produknya.
"Saya sudah pernah memposting produk ke toko online. Tetapi ya hanya saya posting, tidak saya cek lagi sampai sekarang," tuturnya.
Dia mengaku, tidak memiliki waktu untuk mengecek dan memperbarui foto produknya. Padahal dia sadar, hal tersebut sangat penting karena mengetahui produknya laku apa tidak.
Selain itu, dia juga bisa memperbarui produk-produk yang diposting dalam toko online yang dia ikuti. Padahal, pemasaran online tersebut mampu mengangkat penjualannya selama ini. Bahkan, kini penjualan online sudah mendominasi bisnisnya, 75% omzetnya berasal dari online.
(izz)