Tujuan Holding Energi Dinilai Tidak Jelas
A
A
A
JAKARTA - Pembentukan holding energi yang direncanakan pemerintah dinilai akan memperlemah bisnis di sektor energi. Pasalnya tujuan rencana pembentukan holding energi tidak jelas hanya sebatas melebur PT Perusahaan Gas Negara (Persero) bersama PT Pertamina Gas menjadi anak usaha PT Pertamina (Persero).
“Seharusnya jika memang akan dibentuk holding, seluruh sektor energi di lebur dalam satu wadah bukan hanya PGN di bawah Pertamina. Akan tetapi pemerintah harus mempunyai konsep yang jelas membentuk perusahaan induk sendiri di sektor energi kemudian menggabung seluruh perusahaan BUMN di sektor energi dan pertambangan,” ujar pakar energi dari Universitas Gajah Mada, Fahmi Radhi di Gedung KAHMI Center Jakarta, Jumat (3/6/2016).
Ia beranggapan rencana Pertamina mencaplok PGN hanya memperkuat bisnis Pertamina semata dengan dalih membentuk perusahaan induk. Padahal tujuan membentuk perusahaan induk harus mempu mendorong bisnis BUMN di sektor energi menjadi lebih kompetitif, dapat memperkuat struktur modal serta aset dan menciptkan efisiensi.
“Dengan dalih menjalankan perintah Presiden Joko Widodo membentuk seluruh holding BUMN, Menteri BUMN, Rini Soemarno justru grusah-grusuh mengesampingkan konsep dan tujuan yang jelas dalam esensi holding,” ujarnya.
(Baca: Holding BUMN Energi Tak Hanya Sebatas Pertamina Caplok PGN)
Fahmi berharap rencana holding energi dibatalkan dan di kaji terlebih dahulu tidak hanya dilandasi dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai dasar hukum. Apalagi di dalam RPP disebutkan bahwa Negara Republik Indonesia melakukan penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) ke dalam modal saham PT Pertamina. PMN tersebut diambilkan dari pengalihan saham seri B milik Negara Republik Indonesia pada PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk,.
“Ini terlihat tujuannya hanya untuk memperkuat struktur modal dalam waktu singkat, sehingga memudahkan bagi Pertamina untuk mendapatkan tambahan utang pada 2018,” tandasnya.
Tahapan pembentukan holding BUMN energi seharusnya dilakukan dengan mensinergikan seluruh BUMN energi. Diantaranya BUMN minyak dan gas bumi, mineral dan batubara, ketenagalistrikan, serta energi terbarukan, di bawah Perusahaan holding yang akan dibentuk. Prosesnya diawali dengan melakukan sinergi setiap BUMN Energi yang mempunyai lini bisnis yang sama melalui merger.
Semisal, kata Fahmi, rencana merger antara PGN dan Pertagas yang mempunyai lini bisnis sama. Namun begitu merger serupa juga harus dilakukan oleh BUMN energi lainnya yang lini bisnisnya sejenis.
“Setelah tahapan merger seluruh BUMN energi selesai, barulah dibentuk perusahaan baru sebagai perusahaan induk yang 100 persen sahamnya dikuasai negara yang ditunjuk membawahi semua BUMN Energi. Bukan menunjuk Pertamina,” pungkas Fahmi.
“Seharusnya jika memang akan dibentuk holding, seluruh sektor energi di lebur dalam satu wadah bukan hanya PGN di bawah Pertamina. Akan tetapi pemerintah harus mempunyai konsep yang jelas membentuk perusahaan induk sendiri di sektor energi kemudian menggabung seluruh perusahaan BUMN di sektor energi dan pertambangan,” ujar pakar energi dari Universitas Gajah Mada, Fahmi Radhi di Gedung KAHMI Center Jakarta, Jumat (3/6/2016).
Ia beranggapan rencana Pertamina mencaplok PGN hanya memperkuat bisnis Pertamina semata dengan dalih membentuk perusahaan induk. Padahal tujuan membentuk perusahaan induk harus mempu mendorong bisnis BUMN di sektor energi menjadi lebih kompetitif, dapat memperkuat struktur modal serta aset dan menciptkan efisiensi.
“Dengan dalih menjalankan perintah Presiden Joko Widodo membentuk seluruh holding BUMN, Menteri BUMN, Rini Soemarno justru grusah-grusuh mengesampingkan konsep dan tujuan yang jelas dalam esensi holding,” ujarnya.
(Baca: Holding BUMN Energi Tak Hanya Sebatas Pertamina Caplok PGN)
Fahmi berharap rencana holding energi dibatalkan dan di kaji terlebih dahulu tidak hanya dilandasi dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai dasar hukum. Apalagi di dalam RPP disebutkan bahwa Negara Republik Indonesia melakukan penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) ke dalam modal saham PT Pertamina. PMN tersebut diambilkan dari pengalihan saham seri B milik Negara Republik Indonesia pada PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk,.
“Ini terlihat tujuannya hanya untuk memperkuat struktur modal dalam waktu singkat, sehingga memudahkan bagi Pertamina untuk mendapatkan tambahan utang pada 2018,” tandasnya.
Tahapan pembentukan holding BUMN energi seharusnya dilakukan dengan mensinergikan seluruh BUMN energi. Diantaranya BUMN minyak dan gas bumi, mineral dan batubara, ketenagalistrikan, serta energi terbarukan, di bawah Perusahaan holding yang akan dibentuk. Prosesnya diawali dengan melakukan sinergi setiap BUMN Energi yang mempunyai lini bisnis yang sama melalui merger.
Semisal, kata Fahmi, rencana merger antara PGN dan Pertagas yang mempunyai lini bisnis sama. Namun begitu merger serupa juga harus dilakukan oleh BUMN energi lainnya yang lini bisnisnya sejenis.
“Setelah tahapan merger seluruh BUMN energi selesai, barulah dibentuk perusahaan baru sebagai perusahaan induk yang 100 persen sahamnya dikuasai negara yang ditunjuk membawahi semua BUMN Energi. Bukan menunjuk Pertamina,” pungkas Fahmi.
(ven)