Daging Sapi Tak Terkendali
A
A
A
HARGA-harga kebutuhan pokok menjelang Ramadhan dan Lebaran selalu mengalami kenaikan, termasuk harga daging sapi. Berbagai langkah dilakukan pemerintah untuk menekan harga.
Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan dengan menginstruksikan jajarannya beserta pemerintah daerah untuk menetapkan harga daging sapi di kisaran Rp80.000/kg
Namun, kenyataannya hingga kini harga daging di pasaran sulit dikendalikan. Sebaliknya, langkah presiden tersebut justru menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memandang kebijakan penetapan harga daging sapi Rp80 ribu/kg janggal dan banyak menimbulkan spekulasi di dalamnya. Direktur INDEF Enny Sri Hartati mengatakan kebijakan harga seharusnya berdasarkan pada biaya produksi daging sapi lokal, bukan pada impor daging beku yang belum jelas kualitasnya.
“Banyak hal yang tidak rasional dalam penetapan harga daging sapi ini. Peternak lokal jelas akan rugi, dan lebih baik menjual sekarang saja. Nanti pas puasa dan lebaran daging tidak ada di pasaran dan siapa yang diuntungkan kalau begini, tentu mereka-mereka yang punya akses impor daging,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Rasionalitas Harga Daging Sapi, Jumat (3/6/2016).
Dia menegaskan peternak lokal pasti merugi dengan penetapan harga daging Rp80 ribu per kg. Sebab, lebih dari 6 juta petani peternak dengan lebih dari 15 juta sapi akan menanggung potensi kerugian sekitar Rp70 triliun. “Karena harga sapi hidup akan jatuh dari Rp45 ribu/Kg menjadi Rp30 ribu/Kg. Rata-rata nilai per ekor sapi di peternak saat ini sekitar Rp14 juta (Rp45 ribu x rata-rata 300 Kiloan per ekor),” katanya.
Sementara itu, Ketua ASPIDI (Asosiasi Pengusaha Impor Sapi) Thomas Sembiring mempertanyakan, motif bergesernya pola impor dari bakalan ke daging beku. "Kalau pemerintah akan mengimpor 27.400 ton daging beku, kenapa hanya menyetujui impor sapi bakalan kuartal kedua sebanyak 250.000 ekor, sedangkan permintaan 500.000 ekor lebih?" ungkapnya.
"Bukankah dengan mengimpor sapi bakalan, akan ada nilai tambah yang diperoleh? Ataukah memang pemerintah akan mengubah pola kebijakan impor sapi dalam bentuk bakalan kepada pola impor daging beku?” kata Thomas, mempertanyakan.
Atas dasar itu, dia melihat perencanaan importasi yang dilakukan pemerintah tidak berjalan baik. Pasalnya, impor daging beku akan dilaksanakan pemerintah melalui BUMN dan Swasta.
"Siapakah pihak swasta tersebut? Sudahkah mereka merupakan pihak yang berpengalaman dengan tata niaga daging sapi di Indonesia? Ataukah kebijakan ini hanya merupakan langkah memunculkan pelaku baru?" bebernya.
Pernyataan lain yang timbul, harga daging bagian manakah yang tinggi, dengan kualitas seperti apa? “Harga daging Rp120.000/kg adalah daging segar bagian paha belakang saja. Padahal daging beku dan daging sapi jenis lain di pasaran harganya jauh lebih murah,” katanya.
Dia juga mempertanyakan masalah distribusi yang seolah Jakarta sentris. “Bagaimana pemerintah mengatur distribusi daging yang diimpor tersebut. Sebagian penduduk akan mudik ke kampung pada saat Lebaran. Sehingga, bila daging murah hanya tersedia di Jakarta, tentu saja kebijakan ini menjadi tidak produktif,” jelasnya.
Di sisi lain, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai menajamnya harga daging sapi harus segera diperbaiki oleh Presiden. Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto mengatakan, perlu ada koreksi yang harus dilakukan Presiden Jokowi.
“Koreksi oleh Presiden terkait harga daging. Itu kan pinginnya Pak Jokowi tetap stabil. Tapi kan malah terus melonjak,” katanya di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (2/6/2016).
Bahkan di pasaran, lanjut dia, harga daging sapi sekarang mencapai Rp120.00-Rp130.000 per kilogram. Karena itu, politikus Partai Demokrat ini, melihat perlu ada penegasan dan upaya lebih yang harus dilakukan pemerintah dalam mencegah terjadinya lonjakan harga yang terus terjadi. Apalagi sudah menjadi lazimnya, memasuki Ramadhan, harga kebutuhan pokok banyak mengalami kenaikan.
"Kan maunya Presiden tapi nampaknya menterinya kewalahan. Yang jelas spekulan yang harus diberantas," tegasnya.
Terkait instruksi Presiden Jokowi agar seluruh pemerintah provinsi dan daerah memperhatikan harga daging sapi, yang ditarget menekan harga hingga Rp80.000/kg ditanggapi dingin Gubernur Jawa Timur, Soekarwo.
Dia mengaku kesulitan bila harus menekan harga hingga Rp80.000/kg, kecuali dengan cara impor. Meskipun ketersediaan daging sapi di Jawa Timur aman, namun sulit menahan para pedagang yang menjual ke pasar yang menawar lebih mahal, apalagi pasar Jakarta.
“Daging Rp80 ribu/kg tidak ada solusi, kalau tidak impor tidak mungkin turun. Apalagi pasar Jakarta menawar lebih tinggi, ekonomi kok dipaksakan,” imbuhnya.
Di tempat terpisah, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mengatakan, pembukaan impor daging lebih besar jelang Ramadhan dan Idul Fitri memberi solusi ramah pasar. Sehingga akan lebih banyak yang bergerak.
Thomas mengaku sudah melakukan diskusi dengan banyak importir daging atas langkahnya ini. "Yang berbeda kan khusus daging sapi. Tahun lalu keputusan importasi harus melalui BUMN. Sekarang kami putuskan untuk buka sedikit lebih lebar sehingga semua pihak bisa bergerak,” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan ini selaras dengan keinginan Presiden agar kompetisi melibatkan banyak pihak. Sehingga bisa memberi solusi ramah pasar dengan lebih banyak bergerak dan giat mengadakan atau mengecerkan daging sapi. Sehingga, dengan sendirinya harga sapi turun.
Adapun saat ini, harga daging sapi di sejumlah daerah semakin tidak terkendali. Seperti yang terjadi di Meulaboh, Aceh Barat, Nanggroe Aceh Darussalam, harga daging sapi dan kerbau di wilayah tersebut tembus Rp170 ribu/kg.
"Jika hari biasa harga daging cuma Rp110 ribu/kg, kini harga melambung tinggi hingga mencapai Rp170 ribu/kg," ujar Irma, salah seorang pembeli daging di Pasar Bina Usaha Meulaboh, Sabtu (4/6/2016).
Sementara itu, Efrianda, salah seoarang pedagang daging sapi mengatakan, naiknya harga daging mencapai Rp170 ribu/kg akibat sulit mendapatkan pasokan. Selain itu, permintaan warga terus meningkat.
"Kami memperkirakan harga daging akan terus mengalami kenaikan hingga bulan Ramadhan nanti," tandasnya.
Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan dengan menginstruksikan jajarannya beserta pemerintah daerah untuk menetapkan harga daging sapi di kisaran Rp80.000/kg
Namun, kenyataannya hingga kini harga daging di pasaran sulit dikendalikan. Sebaliknya, langkah presiden tersebut justru menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memandang kebijakan penetapan harga daging sapi Rp80 ribu/kg janggal dan banyak menimbulkan spekulasi di dalamnya. Direktur INDEF Enny Sri Hartati mengatakan kebijakan harga seharusnya berdasarkan pada biaya produksi daging sapi lokal, bukan pada impor daging beku yang belum jelas kualitasnya.
“Banyak hal yang tidak rasional dalam penetapan harga daging sapi ini. Peternak lokal jelas akan rugi, dan lebih baik menjual sekarang saja. Nanti pas puasa dan lebaran daging tidak ada di pasaran dan siapa yang diuntungkan kalau begini, tentu mereka-mereka yang punya akses impor daging,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Rasionalitas Harga Daging Sapi, Jumat (3/6/2016).
Dia menegaskan peternak lokal pasti merugi dengan penetapan harga daging Rp80 ribu per kg. Sebab, lebih dari 6 juta petani peternak dengan lebih dari 15 juta sapi akan menanggung potensi kerugian sekitar Rp70 triliun. “Karena harga sapi hidup akan jatuh dari Rp45 ribu/Kg menjadi Rp30 ribu/Kg. Rata-rata nilai per ekor sapi di peternak saat ini sekitar Rp14 juta (Rp45 ribu x rata-rata 300 Kiloan per ekor),” katanya.
Sementara itu, Ketua ASPIDI (Asosiasi Pengusaha Impor Sapi) Thomas Sembiring mempertanyakan, motif bergesernya pola impor dari bakalan ke daging beku. "Kalau pemerintah akan mengimpor 27.400 ton daging beku, kenapa hanya menyetujui impor sapi bakalan kuartal kedua sebanyak 250.000 ekor, sedangkan permintaan 500.000 ekor lebih?" ungkapnya.
"Bukankah dengan mengimpor sapi bakalan, akan ada nilai tambah yang diperoleh? Ataukah memang pemerintah akan mengubah pola kebijakan impor sapi dalam bentuk bakalan kepada pola impor daging beku?” kata Thomas, mempertanyakan.
Atas dasar itu, dia melihat perencanaan importasi yang dilakukan pemerintah tidak berjalan baik. Pasalnya, impor daging beku akan dilaksanakan pemerintah melalui BUMN dan Swasta.
"Siapakah pihak swasta tersebut? Sudahkah mereka merupakan pihak yang berpengalaman dengan tata niaga daging sapi di Indonesia? Ataukah kebijakan ini hanya merupakan langkah memunculkan pelaku baru?" bebernya.
Pernyataan lain yang timbul, harga daging bagian manakah yang tinggi, dengan kualitas seperti apa? “Harga daging Rp120.000/kg adalah daging segar bagian paha belakang saja. Padahal daging beku dan daging sapi jenis lain di pasaran harganya jauh lebih murah,” katanya.
Dia juga mempertanyakan masalah distribusi yang seolah Jakarta sentris. “Bagaimana pemerintah mengatur distribusi daging yang diimpor tersebut. Sebagian penduduk akan mudik ke kampung pada saat Lebaran. Sehingga, bila daging murah hanya tersedia di Jakarta, tentu saja kebijakan ini menjadi tidak produktif,” jelasnya.
Di sisi lain, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai menajamnya harga daging sapi harus segera diperbaiki oleh Presiden. Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto mengatakan, perlu ada koreksi yang harus dilakukan Presiden Jokowi.
“Koreksi oleh Presiden terkait harga daging. Itu kan pinginnya Pak Jokowi tetap stabil. Tapi kan malah terus melonjak,” katanya di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (2/6/2016).
Bahkan di pasaran, lanjut dia, harga daging sapi sekarang mencapai Rp120.00-Rp130.000 per kilogram. Karena itu, politikus Partai Demokrat ini, melihat perlu ada penegasan dan upaya lebih yang harus dilakukan pemerintah dalam mencegah terjadinya lonjakan harga yang terus terjadi. Apalagi sudah menjadi lazimnya, memasuki Ramadhan, harga kebutuhan pokok banyak mengalami kenaikan.
"Kan maunya Presiden tapi nampaknya menterinya kewalahan. Yang jelas spekulan yang harus diberantas," tegasnya.
Terkait instruksi Presiden Jokowi agar seluruh pemerintah provinsi dan daerah memperhatikan harga daging sapi, yang ditarget menekan harga hingga Rp80.000/kg ditanggapi dingin Gubernur Jawa Timur, Soekarwo.
Dia mengaku kesulitan bila harus menekan harga hingga Rp80.000/kg, kecuali dengan cara impor. Meskipun ketersediaan daging sapi di Jawa Timur aman, namun sulit menahan para pedagang yang menjual ke pasar yang menawar lebih mahal, apalagi pasar Jakarta.
“Daging Rp80 ribu/kg tidak ada solusi, kalau tidak impor tidak mungkin turun. Apalagi pasar Jakarta menawar lebih tinggi, ekonomi kok dipaksakan,” imbuhnya.
Di tempat terpisah, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mengatakan, pembukaan impor daging lebih besar jelang Ramadhan dan Idul Fitri memberi solusi ramah pasar. Sehingga akan lebih banyak yang bergerak.
Thomas mengaku sudah melakukan diskusi dengan banyak importir daging atas langkahnya ini. "Yang berbeda kan khusus daging sapi. Tahun lalu keputusan importasi harus melalui BUMN. Sekarang kami putuskan untuk buka sedikit lebih lebar sehingga semua pihak bisa bergerak,” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan ini selaras dengan keinginan Presiden agar kompetisi melibatkan banyak pihak. Sehingga bisa memberi solusi ramah pasar dengan lebih banyak bergerak dan giat mengadakan atau mengecerkan daging sapi. Sehingga, dengan sendirinya harga sapi turun.
Adapun saat ini, harga daging sapi di sejumlah daerah semakin tidak terkendali. Seperti yang terjadi di Meulaboh, Aceh Barat, Nanggroe Aceh Darussalam, harga daging sapi dan kerbau di wilayah tersebut tembus Rp170 ribu/kg.
"Jika hari biasa harga daging cuma Rp110 ribu/kg, kini harga melambung tinggi hingga mencapai Rp170 ribu/kg," ujar Irma, salah seorang pembeli daging di Pasar Bina Usaha Meulaboh, Sabtu (4/6/2016).
Sementara itu, Efrianda, salah seoarang pedagang daging sapi mengatakan, naiknya harga daging mencapai Rp170 ribu/kg akibat sulit mendapatkan pasokan. Selain itu, permintaan warga terus meningkat.
"Kami memperkirakan harga daging akan terus mengalami kenaikan hingga bulan Ramadhan nanti," tandasnya.
(dmd)