Surplus Anggaran Sulit Didapat, Ini Alasan Menkeu

Kamis, 23 Juni 2016 - 01:51 WIB
Surplus Anggaran Sulit...
Surplus Anggaran Sulit Didapat, Ini Alasan Menkeu
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan, sulit untuk mendapatkan surplus budget (surplus anggaran) disaat kondisi ekonomi sedang tidak stabil baik tingkat global maupun domestik. Namun, kata Bambang, tidak perlu terlalu paranoid dengan kondisi defisit anggaran yang dimiliki Indonesia saat ini.

Bambang mengatakan, banyak negara yang setara dengan Indonesia, defisit anggarannya lebih tinggi. Saat ini, defisit anggaran Indonesia ditargetkan pemerintah sekira 2,35% dari Produk Domestik Bruto (PDB) di APBN-P 2016.

"Banyak yang paranoid terkait utang dan defisit berbahaya. Saya ingin menjelaskan, kalau mau surplus anggaran itu enggak gampang dengan kondisi ekonomi yang sekarang," kata dia di kantornya, Rabu (22/6/2016)

Bambang melanjutkan, dari data tahun 2015 bila Indonesia dibandingkan antara negara pengekspor minyak, negara maju, dan negara emerging, banyak diantara negara-negara tersebut yang mengalami defisit budget bahkan sampai minus. Tahun lalu, defisit anggaran Indonesia mencapai 2,52%.

"Pertama negara emerging market, China, defisitnya 2,74% dari PDB, lebih besar. India, 7,1% dari PDB. Malaysia, 3,03%. Argentina 7,3%, Brazil 10% dari PDB, Chili 2,34%, Kolombia 2,84%, Meksiko lebih tinggi 4,07%, Peru 2,04%. Itu untuk negara emerging market," kata Bambang.

Kesimpulannya, kata Bambang, negara-negara yang mirip-mirip dengan Indonesia banyak dan sangat sedikit yang surplus. Untuk negata maju, Perancis 3,6%, Jerman surplus 0,64%, Italia 2,6%, Jepang 5,2% dari PDB, Inggris Raya 4,40%, Amerika Serikat 3,7% dari PDB.

"Dan jangan lupa, ini kan dari PDB, PDB di Amerika itu berlipat-lipat dari PDB kita lho, jadi bisa dibayangin nominalnya," kata dia.

Bambang melanjutkan, yang lebih spektakuler di 2015 ini adalah negara pengekspor minyak. Aljazair defisitnya 15% dari GDP, Mesir 11,7%, Iran 2,9%, kemudian Yordania 4%, Kuwait surplus 1,24%, kemudian Oman 20% dari GDP. Dan Qatar meski surplus tapi surplusnya turun dari 18% dari GDP menjadi 10% dari GDP, karena hanya ditopang dari gas. Saudi Arabia defisitnya 16% dari GDP dan Venezuela defisit 18%.

"Jadi kalau ada yang bilang Indonesia harus seperti Venezuela, saya sih berdoa saja enggak, buktinya kita juga enggak sampai 15% dari GDP. Pokoknya kita manage supaya tidak terlalu tinggi," pungkas dia.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0997 seconds (0.1#10.140)