Pertamina Diminta Ambil Alih Pengelolaan Ladang Gas di Natuna
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman, Rizal Ramli meminta PT Pertamina (Persero) mengambil alih pengelolaan ladang gas terbesar Indonesia yang ada di Blok Natuna. Potensi gas bumi di blok tersebut telah diketahui sejak 1973, dan saat ini dikuasai oleh konsorsium asing.
Rizal mengatakan, cadangan gas di Blok Natuna merupakan yang paling besar dan bahkan cadangannya empat kali lebih besar dari Blok Masela. Sayangnya, 70% dari gas tersebut mengandung CO2 (karbondioksida).
"Salah satu ladang yang besar sekali di sana adalah Gas Natuna Timur, itu cadangannya empat kali Masela. Tetapi ada negatifnya, 70% dari gas itu CO2. Jadi harus dipisahkan dulu CO2-nya dan mahal," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (29/6/2016).
Saat ini, sambung mantan Menko bidang Perekonomian ini, kegiatan eksplorasi migas belum cukup menarik karena harga migas yang masih rendah di pasar internasional. Karena itu, Pertamina diminta mengambil alih terlebih dahulu sebelum nanti akan dicarikan rekanan untuk mengelola blok tersebut.
"Sementara Pertamina kami minta untuk take the led dulu, nanti tentu kita ajak para pemain nasional yang lain. Harga minyak kan sekarang sudah mulai naik sedikit," imbuh dia.
Menteri yang terkenal dengan jurus Rajawali Kepreti ini memperkirakan, harga minyak mentah di pasar global akan mulai terkerek hingga kembali menyentuh USD60 sampai USD70 per barel pada tahun depan. Diharapkan, saat itu investasi dan eksplorasi di bidang migas kembali menarik sehingga banyak pengusaha nasional yang tertarik menjadi rekanan Pertamina di Natuna.
"Esensinya, kita mau daerah Natuna itu jadi tempat hub untuk processing gas dan industri termasuk peralatannya," tuturnya.
Rizal menambahkan, di Natuna sejatinya terdapat 15 blok yang potensi migasnya cukup besar. Sayangnya, saat ini 15 blok tersebut mandek dan belum terjamah. "Ada sekitar 15 blok yang mandek, yang ini kami minta supaya dilakukan review mana yang betul-betul mandek total, mana yang hanya mandek sementara karena harga lagi turun," tandas Rizal.
Rizal mengatakan, cadangan gas di Blok Natuna merupakan yang paling besar dan bahkan cadangannya empat kali lebih besar dari Blok Masela. Sayangnya, 70% dari gas tersebut mengandung CO2 (karbondioksida).
"Salah satu ladang yang besar sekali di sana adalah Gas Natuna Timur, itu cadangannya empat kali Masela. Tetapi ada negatifnya, 70% dari gas itu CO2. Jadi harus dipisahkan dulu CO2-nya dan mahal," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (29/6/2016).
Saat ini, sambung mantan Menko bidang Perekonomian ini, kegiatan eksplorasi migas belum cukup menarik karena harga migas yang masih rendah di pasar internasional. Karena itu, Pertamina diminta mengambil alih terlebih dahulu sebelum nanti akan dicarikan rekanan untuk mengelola blok tersebut.
"Sementara Pertamina kami minta untuk take the led dulu, nanti tentu kita ajak para pemain nasional yang lain. Harga minyak kan sekarang sudah mulai naik sedikit," imbuh dia.
Menteri yang terkenal dengan jurus Rajawali Kepreti ini memperkirakan, harga minyak mentah di pasar global akan mulai terkerek hingga kembali menyentuh USD60 sampai USD70 per barel pada tahun depan. Diharapkan, saat itu investasi dan eksplorasi di bidang migas kembali menarik sehingga banyak pengusaha nasional yang tertarik menjadi rekanan Pertamina di Natuna.
"Esensinya, kita mau daerah Natuna itu jadi tempat hub untuk processing gas dan industri termasuk peralatannya," tuturnya.
Rizal menambahkan, di Natuna sejatinya terdapat 15 blok yang potensi migasnya cukup besar. Sayangnya, saat ini 15 blok tersebut mandek dan belum terjamah. "Ada sekitar 15 blok yang mandek, yang ini kami minta supaya dilakukan review mana yang betul-betul mandek total, mana yang hanya mandek sementara karena harga lagi turun," tandas Rizal.
(ven)