Pemerintah Diminta Tawarkan Bagi Hasil Progresif Blok East Natuna
A
A
A
JAKARTA - Komisi VII DPR RI meminta pemerintah menawarkan skema bagi hasil progresif (sliding scale) dalam mengembangkan potensi minyak dan gas (migas) di Blok East Natuna. Hal ini agar investor tertarik berinvestasi dan mengembangkan blok migas di wilayah terluar Indonesia tersebut.
Anggota Komisi VII DPR RI, Satya W Yudha mengatakan, jika pemerintah menggunakan bagi hasil 70:30 ditakutkan investor tidak akan tertarik. Sebab, jika harga minyak drop maka keuntungan investor tidak akan visible.
"Ya harus diberikan (bagi hasil progresif), tidak hanya Natuna tapi semua. Sliding scale diberikan agar kontraktor tetap berinvestasi, karena kalau kita gunakan 70:30 saat harga minyak tinggi, tapi tau-tau drop lalu kontraktor hanya dapat 30 profit split nya belum tentu keuntungan dia visible, dia tidak sudah bisa berbuat apa-apa lagi," ujarnya di Hotel Kempinski, Jakarta, Selasa (19/7/2016).
Menurut Satya, jika tidak diberikan skema bagi hasil yang progresif maka saat harga minyak drop, investor akan menghentikan produksinya. Hal tersebut pada akhirnya akan mengancam cadangan migas nasional.
"Jika tidak sliding scale, kontraktor pun hentikan produksi, berarti nanti cadangan migas kita jadi cadangan tidak terbukti. Kemudian karyawan dikurangi," imbuhnya.
Terlepas dari hal tersebut, politisi Partai Golkar ini menilai bahwa pengembangan blok East Natuna memang sudah harus dilakukan saat ini. Pasalnya, blok kaya migas tersebut sudah terlalu lama tidak dikembangkan.
"Sebetulnya natuna pekerjaan yang memang harus dimulai sekarang karena produksi baru sekitar 5-10 tahun lagi. Apalagi dengan kandungan CO2 yang sangat tinggi, ini butuh teknologi tinggi, karena itu sliding scale jadi jawaban. Kemudian Natuna punya dampak ekonomi dan ketahanan, karena letaknya di perbatasan," tandasnya.
Anggota Komisi VII DPR RI, Satya W Yudha mengatakan, jika pemerintah menggunakan bagi hasil 70:30 ditakutkan investor tidak akan tertarik. Sebab, jika harga minyak drop maka keuntungan investor tidak akan visible.
"Ya harus diberikan (bagi hasil progresif), tidak hanya Natuna tapi semua. Sliding scale diberikan agar kontraktor tetap berinvestasi, karena kalau kita gunakan 70:30 saat harga minyak tinggi, tapi tau-tau drop lalu kontraktor hanya dapat 30 profit split nya belum tentu keuntungan dia visible, dia tidak sudah bisa berbuat apa-apa lagi," ujarnya di Hotel Kempinski, Jakarta, Selasa (19/7/2016).
Menurut Satya, jika tidak diberikan skema bagi hasil yang progresif maka saat harga minyak drop, investor akan menghentikan produksinya. Hal tersebut pada akhirnya akan mengancam cadangan migas nasional.
"Jika tidak sliding scale, kontraktor pun hentikan produksi, berarti nanti cadangan migas kita jadi cadangan tidak terbukti. Kemudian karyawan dikurangi," imbuhnya.
Terlepas dari hal tersebut, politisi Partai Golkar ini menilai bahwa pengembangan blok East Natuna memang sudah harus dilakukan saat ini. Pasalnya, blok kaya migas tersebut sudah terlalu lama tidak dikembangkan.
"Sebetulnya natuna pekerjaan yang memang harus dimulai sekarang karena produksi baru sekitar 5-10 tahun lagi. Apalagi dengan kandungan CO2 yang sangat tinggi, ini butuh teknologi tinggi, karena itu sliding scale jadi jawaban. Kemudian Natuna punya dampak ekonomi dan ketahanan, karena letaknya di perbatasan," tandasnya.
(dmd)