Ekspor ke Uni Eropa Belum Pulih
A
A
A
SEMARANG - SEMARANG – Keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau yang lebih dikenal dengan Brexit, memang tidak berdampak secara langsung terhadap kondisi perekonomian dalam negeri. Namun demikian, Brexit menyebabkan ketidakpastian ekonomi di negara-negara Eropa, yang kemudian berdapak terhadap permintaan produk dari Indonesia.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah, Frans Kongi mengatakan, Eropa memang bukan pasar utama ekspor produk-produk dari Jateng, namun demkian, bukan berarti negara-negara Eropa menjadi tidak penting bagi ekspor Jateng.
“Saat ini kondisi perekonomian Eropa masih kurang baik menyusul keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan ini berdampak terhadap makin menurunnya pasar,” katanya, Jumat (22/7/2016).
Kondisi serupa juga terjadi pada pasar China dan juga Timur Tengah yang juga masih mengalami permasalahan ekonomi. Kondisi ekonomi China masih belum pulih, sementara Timur Tengah masih terjadi konflik.
Dia mengakui, sampai saat ini pasar utama ekspor Jateng masih fokus ke Amerika Serikat. Permintaan dari negara adidaya tersebut, sampai saat ini cukup stabil, dibandingkan dengan negara-negara lain tujuan ekspor Jateng.
Melihat kondisi tersebut, kata dia, kalangan industri di Jateng sudah mulai melirik potensi pasar di benua lain diantaranya Australia.
Sementara itu berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng, ekspor ke kawasan Uni Eropa pada bulan Juni tercatat sebesar USD481,02 juta atau berkontribusi sebesar 17,21% dari total ekspor Jateng.
Sementara untuk tiga negara utama tujuan ekspor Jateng yakni Amerika, Jepang dan China, pada bulan Juni 2016, masing-masing USD153,80 juta, USD59,10 juta, dan ekspor ke China mencapai USD49,31 juta.
“Nilai ekspor Jawa Tengah pada bulan Juni 2016 mencapai USD545,13 juta atau mengalami kenaikan sebesar 18,17% dibanding ekspor Mei 2016 (USD461,30 juta),” kata Kepala BPS Jateng Margo Yuwono.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah, Frans Kongi mengatakan, Eropa memang bukan pasar utama ekspor produk-produk dari Jateng, namun demkian, bukan berarti negara-negara Eropa menjadi tidak penting bagi ekspor Jateng.
“Saat ini kondisi perekonomian Eropa masih kurang baik menyusul keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan ini berdampak terhadap makin menurunnya pasar,” katanya, Jumat (22/7/2016).
Kondisi serupa juga terjadi pada pasar China dan juga Timur Tengah yang juga masih mengalami permasalahan ekonomi. Kondisi ekonomi China masih belum pulih, sementara Timur Tengah masih terjadi konflik.
Dia mengakui, sampai saat ini pasar utama ekspor Jateng masih fokus ke Amerika Serikat. Permintaan dari negara adidaya tersebut, sampai saat ini cukup stabil, dibandingkan dengan negara-negara lain tujuan ekspor Jateng.
Melihat kondisi tersebut, kata dia, kalangan industri di Jateng sudah mulai melirik potensi pasar di benua lain diantaranya Australia.
Sementara itu berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng, ekspor ke kawasan Uni Eropa pada bulan Juni tercatat sebesar USD481,02 juta atau berkontribusi sebesar 17,21% dari total ekspor Jateng.
Sementara untuk tiga negara utama tujuan ekspor Jateng yakni Amerika, Jepang dan China, pada bulan Juni 2016, masing-masing USD153,80 juta, USD59,10 juta, dan ekspor ke China mencapai USD49,31 juta.
“Nilai ekspor Jawa Tengah pada bulan Juni 2016 mencapai USD545,13 juta atau mengalami kenaikan sebesar 18,17% dibanding ekspor Mei 2016 (USD461,30 juta),” kata Kepala BPS Jateng Margo Yuwono.
(ven)