Dana Bagi Hasil Migas Terpuruk
A
A
A
BLORA - Daerah penghasil minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia terpuruk dengan anjloknya harga minyak dunia. Rendahnya harga minyak dunia saat ini menyebabkan pendapatan negara menurun, akibatnya dana bagi hasil untuk daerah penghasil migas juga terkoreksi.
"Akibat dari kondisi harga minyak saat ini tentu berpengaruh terhadap pendapatan negara, sehingga dana bagi hasil migas juga terpukul," ujar Direktur Utama Pertamina Dwi Soejtipto saat berkunjung di Lapangan Migas, Cepu, Blora Jawa Tengah, kemarin.
Dwi menuturkan, kondisi harga minyak saat ini berada dikisaran USD40 per barel, berbeda saat kondisinya bertengger dikisaran USD100 per barel pada 2014. Dampak tersebut membuat industri migas harus melakukan terobosan untuk mengantisipasi anjloknya harga minyak dunia. Dari mulai efesiensi dari segala lini sampai kepada terobosan lainnya harus dilakukan.
"D isamping itu pemerintah daerah penghasil migas juga bersama-sama belajar dari pengalaman untuk mengantisipasi dampak anjloknya harga minyak sebagai pemasukan anggaran daerah," kata dia.
Menurutnya, memberikan contoh kondisi dana bagi hasil migas di Pemerintah Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Realisasi dana bagi hasil minyak pada 2014 tercatat sebesar Rp8.073.915.390 dan dana bagi hasil gas sebesar Rp109.842.820.
Semantara, pada 2015 dana bagi hasil minyak turun anjlok menjadi Rp1.943.880.400 dan dana bagi hasil gas juga turun dikisaran Rp47.063.100.
"Ini merupakan dampak global yang memengaruhi kinerja perusahaan. Namun begitu Pertamina tetap terus berupaya mempercepat pelaksanaan proyek di sektor hulu demi menjaga ketahanan energi nasional dan kami berharap kondisi harga ke depan lebih baik," ungkapnya.
Salah satu proyek percepatan yang akan dilakukan oleh Pertamina yaitu Central Processing Plant (CPP) Area Gundih Asset 4 Pertamina EP. Dwi meminta proyek ini agar segera memasuki tahap komersialisasi, sehingga dapat segera menambah pemasukan negara dari sektor hulu migas.
"Dengan demikian akan meningkatkan dana bagi hasil migas serta menciptakan kemaslahatan lain khususnya di Blora," terang dia.
Dia mengatakan, CPP Gundih saat ini telah menyerap 100% tenaga kerja lokal dan diharapkan mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi lebih baik di Blora.
Presiden Director Pertamina EP Rony Gunawan menambahkan bahwa pasokan gas dari CPP Gundih sebesar 50 MMSCFD.
Pasokan gas mengalir untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap Tambak Lorok. "Dengan pasokan gas ini potensi efisiensi energi mencapai Rp21,4 trilun dan mampu mereduksi CO2 sebesar 800 ton per hari," pungkasnya.
"Akibat dari kondisi harga minyak saat ini tentu berpengaruh terhadap pendapatan negara, sehingga dana bagi hasil migas juga terpukul," ujar Direktur Utama Pertamina Dwi Soejtipto saat berkunjung di Lapangan Migas, Cepu, Blora Jawa Tengah, kemarin.
Dwi menuturkan, kondisi harga minyak saat ini berada dikisaran USD40 per barel, berbeda saat kondisinya bertengger dikisaran USD100 per barel pada 2014. Dampak tersebut membuat industri migas harus melakukan terobosan untuk mengantisipasi anjloknya harga minyak dunia. Dari mulai efesiensi dari segala lini sampai kepada terobosan lainnya harus dilakukan.
"D isamping itu pemerintah daerah penghasil migas juga bersama-sama belajar dari pengalaman untuk mengantisipasi dampak anjloknya harga minyak sebagai pemasukan anggaran daerah," kata dia.
Menurutnya, memberikan contoh kondisi dana bagi hasil migas di Pemerintah Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Realisasi dana bagi hasil minyak pada 2014 tercatat sebesar Rp8.073.915.390 dan dana bagi hasil gas sebesar Rp109.842.820.
Semantara, pada 2015 dana bagi hasil minyak turun anjlok menjadi Rp1.943.880.400 dan dana bagi hasil gas juga turun dikisaran Rp47.063.100.
"Ini merupakan dampak global yang memengaruhi kinerja perusahaan. Namun begitu Pertamina tetap terus berupaya mempercepat pelaksanaan proyek di sektor hulu demi menjaga ketahanan energi nasional dan kami berharap kondisi harga ke depan lebih baik," ungkapnya.
Salah satu proyek percepatan yang akan dilakukan oleh Pertamina yaitu Central Processing Plant (CPP) Area Gundih Asset 4 Pertamina EP. Dwi meminta proyek ini agar segera memasuki tahap komersialisasi, sehingga dapat segera menambah pemasukan negara dari sektor hulu migas.
"Dengan demikian akan meningkatkan dana bagi hasil migas serta menciptakan kemaslahatan lain khususnya di Blora," terang dia.
Dia mengatakan, CPP Gundih saat ini telah menyerap 100% tenaga kerja lokal dan diharapkan mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi lebih baik di Blora.
Presiden Director Pertamina EP Rony Gunawan menambahkan bahwa pasokan gas dari CPP Gundih sebesar 50 MMSCFD.
Pasokan gas mengalir untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap Tambak Lorok. "Dengan pasokan gas ini potensi efisiensi energi mencapai Rp21,4 trilun dan mampu mereduksi CO2 sebesar 800 ton per hari," pungkasnya.
(izz)