Chevron Ingin Obral Asetnya di Asia USD5 Miliar

Jum'at, 05 Agustus 2016 - 21:28 WIB
Chevron Ingin Obral...
Chevron Ingin Obral Asetnya di Asia USD5 Miliar
A A A
HONG KONG - Lunglainya harga minyak dunia sepanjang tahun ini membuat raksasa minyak terbesar kedua Amerika Serikat, Chevron nelangsa. Mengutip Reuters, Jumat (5/8/2016), perusahaan berbasis di San Ramon, California, itu ingin melego beberapa aset mereka di Asia senilai USD5 miliar atau setara Rp65,6 triliun (estimasi kurs Rp13.130/USD).

Menurut sumber terdekat, Chevron juga berencana menjual aset minyak lepas pantainya di China, yang berupa saham senilai USD1 miliar (Rp13,1 triliun) yang ada di gergasi migas China, CNOOC Ltd., pada bulan ini.

Chevron juga sedang mencari pembeli untuk aset panas bumi mereka di Indonesia, dengan pertimbangan penawaran harga sebesar USD2 miliar. Tidak hanya itu, kata si sumber, mereka juga ingin melepas asetnya di lapangan gas alam di Arthit di Teluk Thailand, yang merupakan bagian dari rencana divestasi perusahaan.

Penjualan aset ini sebagai upaya lebih luas untuk memotong biaya operasional sehingga bisa beradaptasi dengan lingkungan harga minyak yang sekarang lebih rendah.

Sementara itu, melansir dari Wall Street Journal, Jumat (5/8), penghematan Chevron di Benua Kuning karena mereka mengalami kerugian USD1,5 miliar pada kuartal kemarin, sebagai imbas dari tertekannya harga minyak mentah dunia. Merosotnya harga si emas hitam pada awal tahun ini membuatnya jatuh ke posisi terendah sepanjang 12 tahun terakhir. Harga rally pada bulan Juli kemarin hanya sementara dan kembali bearish pada pasar pekan ini.

Chief Executive Officer Chevron, John Watson mengatakan kinerja yang buruk perusahaan tercermin dari penjualan minyak mereka. “Pada kuartal kedua, harga rata-rata penjualan gas alam cair dan minyak dari perusahaan hanya USD36 per barel, turun jauh dari USD50 per barel pada tahun lalu,” ujarnya seperti dilansir WSJ.

Anjloknya harga, memaksa Chevron memotong 8.000 karyawannya atau 12% dari tenaga kerja mereka demi efisiensi anggaran modal belanja yang mencapai miliaran dolar.

Dan kemerosotan dua tahun terakhir ini, telah membuat perusahaan minyak internasional mengerem ambisi mereka untuk ekspansif di luar negeri, karena mahalnya biaya investasi dan operasional. Direktur Riset Asia Pasifik di perusahaan konsultan energi Wood Mackenzie, Andrew Harwood mengatakan, perubahan ini selain karena turunnya harga minyak juga dipengaruhi oleh perubahan lingkungan di Asia. Kini, kata dia, perusahaan migas nasional di Asia menjadi lebih tegas daripada tahun-tahun sebelumnya.

“Di masa lalu, portofolio mereka di Asia memegang peranan penting, sekarang tidak lagi memegang peranan seperti sebelumnya karena perusahaan minyak nasional di Asia menjadi lebih tegas,” kata Harwood.

Wood Mackenzie memprediksi produksi perusahaan-perusahaan minyak Barat di Asia jatuh ke level 1,8 juta barel setara minyak per hari pada 2020, dari 2,3 juta bph pada tahun ini. Dan sebanyak USD40 miliar aset perusahaan minyak Barat di Asia akan dilepas pada tahun-tahun mendatang.

Namun, juru bicara Chevron enggan menanggapi komentar soal pelepasan aset-aset mereka di Asia. Sementara itu, saham Chevron di bursa New York pada penutupan perdagangan Jumat sore ini berakhir mendatar ke angka USD100,81 per lembar saham.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6586 seconds (0.1#10.140)