Tax Amnesty Langkah Awal Transparansi Perpajakan
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Perpajakan Darussalam menilai program pengampunan pajak (tax amnesty) yang saat ini tengah dijalankan pemerintah dapat menjadi awal transparansi sistem perpajakan di Tanah Air. Apalagi, pada 2018 Indonesia akan mulai memberlakukan keterbukaan informasi perpajakan (Automatic Exchange of Information/AEoI).
Dia mengatakan, tax amnesty dapat mencegah terjadinya kegaduhan yang diperkirakan bisa muncul saat sistem keterbukaan informasi perpajakan diberlakukan. Sebab, jika tidak ada tax amnesty maka akan banyak warga negara Indonesia (WNI) yang tertangkap karena menyembunyikan hartanya di luar negeri.
"Sebelum benar-benar terjadi transparansi keuangan, maka suatu negara disarankan lakukan tax amnesty. Karena, kalau tidak akan gaduh dan akan sedemikian banyak tertangkap. Jadi, tax amnesty itu transisi menuju transparansi," katanya di Jakarta, Kamis (11/8/2016).
Menurutnya, saat ini ada 101 negara yang berkomitmen bertukar informasi secara otomatis. Jika sudah diimplementasikan, maka tidak akan ada lagi wajib pajak yang bisa menyembunyikan uangnya.
"Berbeda dengan sekarang. Kalau sekarang (mau meminta data perpajakan) harus by request. Kalau nanti ya otomatis. Jadi yang dimaksudkan tadi adalah bahwa tidak ada lagi wajib pajak yang bisa menyembunyikan uang dimanapun," imbuh dia.
Darussalam mengaku masih menyangsikan sistem tersebut dapat berlaku dalam lingkup domestik. Sebab, perbankan nasional terkadang memiliki keengganan untuk membuka data nasabahnya terhadap otoritas pajak.
"Jadi perdebatannya itu dalam konteks domestik, apa perbankan bisa enggak membuka data nasabahnya kepada otoritas pajak. Indonesia itu negara yang tidak transparan datanya. Jadi mungkin itu yang kita tunggu terkait ketentuan domestik masalah kerahasiaan," tandasnya.
Dia mengatakan, tax amnesty dapat mencegah terjadinya kegaduhan yang diperkirakan bisa muncul saat sistem keterbukaan informasi perpajakan diberlakukan. Sebab, jika tidak ada tax amnesty maka akan banyak warga negara Indonesia (WNI) yang tertangkap karena menyembunyikan hartanya di luar negeri.
"Sebelum benar-benar terjadi transparansi keuangan, maka suatu negara disarankan lakukan tax amnesty. Karena, kalau tidak akan gaduh dan akan sedemikian banyak tertangkap. Jadi, tax amnesty itu transisi menuju transparansi," katanya di Jakarta, Kamis (11/8/2016).
Menurutnya, saat ini ada 101 negara yang berkomitmen bertukar informasi secara otomatis. Jika sudah diimplementasikan, maka tidak akan ada lagi wajib pajak yang bisa menyembunyikan uangnya.
"Berbeda dengan sekarang. Kalau sekarang (mau meminta data perpajakan) harus by request. Kalau nanti ya otomatis. Jadi yang dimaksudkan tadi adalah bahwa tidak ada lagi wajib pajak yang bisa menyembunyikan uang dimanapun," imbuh dia.
Darussalam mengaku masih menyangsikan sistem tersebut dapat berlaku dalam lingkup domestik. Sebab, perbankan nasional terkadang memiliki keengganan untuk membuka data nasabahnya terhadap otoritas pajak.
"Jadi perdebatannya itu dalam konteks domestik, apa perbankan bisa enggak membuka data nasabahnya kepada otoritas pajak. Indonesia itu negara yang tidak transparan datanya. Jadi mungkin itu yang kita tunggu terkait ketentuan domestik masalah kerahasiaan," tandasnya.
(izz)