KEIN Pede Industri Padat Karya RI Unggul di Asia Tenggara
A
A
A
JAKARTA - Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) menyakini industri padat karya Indonesia berpeluang unggul di kawasan Asia Tenggara, meski masih ada beberapa hambatan dalam pengembangan. Sektor ini dinilai krusial, lantaran diharapkan dapat menyerap banyak tenaga kerja.
"Memang masih ada beberapa kendala yang dialami industri padat karya, salah satunya seperti industri kosmetika dan jamu," kata Ketua Kelompok Kerja Industri Padat Karya KEIN, Benny Soetrisno dalam keterangannya di Jakarta.
Dia menambahkan ada masalah regulasi, birokrasi perizinan, wilayah kewenangan yang tidak tepat, banyaknya penyelundupan, maraknya jamu dan kosmetik ilegal. "Namun kita yakin, industri sektor ini masih berpeluang untuk menjadi unggulan khususnya di kawasan Asia Tenggara dan menyerap tenaga kerja di Indonesia," imbuhnya.
Dikatakannya, hingga saat ini diakui bahwa industri padat karya masih diharapkan menjadi tulang punggung negara guna membuka kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia. Dengan meningkatnya jumlah usaha industri di Indonesia, otomatis ikut menurunkan angka kemiskinan yang disebabkan tingginya pengangguran, ditambahkan Benny.
"Terkait masalah birokrasi perizinan, para pelaku industri jamu dan kosmetik memang mengeluhkan rumitnya aturan yang harus mereka lalui," sambung dia.
Lebih lanjut dia mengatakan salah satunya aturan mengenai lokasi usaha yang harus berada di kawasan industri padahal usaha mereka bukan sebuah usaha yang baru didirikan. Padahal PP Nomor 142/2015 Tentang Kawasan Industri sudah menjelaskan bagi lokasi usaha industri kecil dan menengah yang telah lama tetap dapat di tempat semula, tanpa pindah ke kawasan industri.
Hal lainnya yang harus diatasi Pemerintah menurut Benny, adalah persoalan kewenangan pengelolaan industri jamu dan kosmetik yang seharusnya berada di bawah Kementerian Perindustrian, namun justru di ambil alih Kementerian Kesehatan. Dirinya mengkhawatirkan, dengan kewenangan seperti itu maka akan banyak industri padat karya seperti jamu dan kosmetik yang bakal tak memenuhi syarat dari sisi kesehatan, katanya lagi.
"Sebab Kemenkes akan melihatnya dari sisi apakah produk jamu ini sudah sesuai prosedural pembuatan obat serta apakah sudah memenuhi kaidah sebagai obat atau belum, jadi bukan dari sisi jenis usaha industrinya. Seharusnya Kemenkes cukup membuat standarisasi pembuatan jamu, bukan izin usahanya," tutur Benny.
Pada kesempatan ini juga, Benny meminta kepada pelaku industri padat karya jamu dan kosmetik turut memikirkan upaya jalan keluar mengatasi maraknya penyelundupan serta pembuatan jamu dan kosmetik ilegal. Hal ini nanti akan menjadi usulan kebijakan dari KEIN kepada Presiden Jokowi untuk dicarikan solusinya.
"Presiden saat ini tengah fokus pada banyaknya penyelundupan dan pembuatan jamu serta kosmetik ilegal. Presiden pernah mengingatkan itu kepada KEIN. Keselamatan adalah nomor satu," kata Benny.
Menurutnya masih banyak hal yang harus dilakukan guna mendorong pertumbuhan industri padat karya Indonesia agar bersaing di tingkat Regional Asia Tenggara. "Pembinaan dari badan yang berwenang, pelatihan sumber daya manusia, pinjaman modal yang dimudahkan, adalah bagian-bagian yang perlu diwujudkan agar industri padat karya nasional berkelas ke depannya," pungkas Benny.
"Memang masih ada beberapa kendala yang dialami industri padat karya, salah satunya seperti industri kosmetika dan jamu," kata Ketua Kelompok Kerja Industri Padat Karya KEIN, Benny Soetrisno dalam keterangannya di Jakarta.
Dia menambahkan ada masalah regulasi, birokrasi perizinan, wilayah kewenangan yang tidak tepat, banyaknya penyelundupan, maraknya jamu dan kosmetik ilegal. "Namun kita yakin, industri sektor ini masih berpeluang untuk menjadi unggulan khususnya di kawasan Asia Tenggara dan menyerap tenaga kerja di Indonesia," imbuhnya.
Dikatakannya, hingga saat ini diakui bahwa industri padat karya masih diharapkan menjadi tulang punggung negara guna membuka kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia. Dengan meningkatnya jumlah usaha industri di Indonesia, otomatis ikut menurunkan angka kemiskinan yang disebabkan tingginya pengangguran, ditambahkan Benny.
"Terkait masalah birokrasi perizinan, para pelaku industri jamu dan kosmetik memang mengeluhkan rumitnya aturan yang harus mereka lalui," sambung dia.
Lebih lanjut dia mengatakan salah satunya aturan mengenai lokasi usaha yang harus berada di kawasan industri padahal usaha mereka bukan sebuah usaha yang baru didirikan. Padahal PP Nomor 142/2015 Tentang Kawasan Industri sudah menjelaskan bagi lokasi usaha industri kecil dan menengah yang telah lama tetap dapat di tempat semula, tanpa pindah ke kawasan industri.
Hal lainnya yang harus diatasi Pemerintah menurut Benny, adalah persoalan kewenangan pengelolaan industri jamu dan kosmetik yang seharusnya berada di bawah Kementerian Perindustrian, namun justru di ambil alih Kementerian Kesehatan. Dirinya mengkhawatirkan, dengan kewenangan seperti itu maka akan banyak industri padat karya seperti jamu dan kosmetik yang bakal tak memenuhi syarat dari sisi kesehatan, katanya lagi.
"Sebab Kemenkes akan melihatnya dari sisi apakah produk jamu ini sudah sesuai prosedural pembuatan obat serta apakah sudah memenuhi kaidah sebagai obat atau belum, jadi bukan dari sisi jenis usaha industrinya. Seharusnya Kemenkes cukup membuat standarisasi pembuatan jamu, bukan izin usahanya," tutur Benny.
Pada kesempatan ini juga, Benny meminta kepada pelaku industri padat karya jamu dan kosmetik turut memikirkan upaya jalan keluar mengatasi maraknya penyelundupan serta pembuatan jamu dan kosmetik ilegal. Hal ini nanti akan menjadi usulan kebijakan dari KEIN kepada Presiden Jokowi untuk dicarikan solusinya.
"Presiden saat ini tengah fokus pada banyaknya penyelundupan dan pembuatan jamu serta kosmetik ilegal. Presiden pernah mengingatkan itu kepada KEIN. Keselamatan adalah nomor satu," kata Benny.
Menurutnya masih banyak hal yang harus dilakukan guna mendorong pertumbuhan industri padat karya Indonesia agar bersaing di tingkat Regional Asia Tenggara. "Pembinaan dari badan yang berwenang, pelatihan sumber daya manusia, pinjaman modal yang dimudahkan, adalah bagian-bagian yang perlu diwujudkan agar industri padat karya nasional berkelas ke depannya," pungkas Benny.
(akr)