BPJS Ketenagakerjaan Akan Terintegrasi dengan Izin Usaha
A
A
A
YOGYAKARTA - Badan Penyelengga Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan akan meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk mengintegrasikan pemberian izin usaha dengan kepesertaan mereka. Nantinya, setiap izin usaha yang dikeluarkan maka secara otomatis akan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Much Triyono mengungkapkan, pihaknya memang terus berupaya untuk meningkatkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di wilayah ini. Dari data yang dia kantongi, 1,2 juta angkatan kerja di DIY sebanyak 1 juta di antaranya telah bekerja.
Menurutnya, dari satu juta orang yang sudah bekerja tersebut hanya 20% yang menjadi peserta. "Artinya baru 200 ribu pekerja yang tercover BPJS Ketenagakerjaan," Kata dia, Rabu (17/8/2016).
Dia mengatakan, kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sebenarnya bersifat wajib bagi setiap pekerja di Indonesia. Karena sudah diatur pemerintah melalui berbagai peraturan.
Pihaknya sebagai lembaga negara memiliki kewenangan untuk mendesak unit usaha guna mendaftarkan karyawannya ke BPJs Ketenagakerjaan. Selain berusaha untuk terus memberikan kesadaran kepesertaan terhadap karyawan pada perusahaan-perusahaan yang saat ini ada, pihaknya juga akan berusaha mengintegrasikan kepesertaan tersebut dengan perizinan.
Setiap izin usaha yang dikeluarkan pemerintah secara berjenjang, maka secara otomatis sudah menjadi peserta mereka. Izin usaha ini tidak hanya untuk berskala besar, tetapi semua lini usaha.
Kebijakan ini sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86, di mana ada kewajiban minimal dari unit usaha untuk mengikutsertakan karyawan mereka dalam BPJS Ketenagakerjaan. Syarat minimal tersebut adalah pemberian gaji minimal Rp1 juta untuk seseorang, maka harus sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. "Karena ini ketentuan, maka harus ditaati," ujarnya.
Menurutnya, kebijakan terintegrasi tersebut bukan hal yang baru di Indonesia. Yogyakarta justru tergolong ketinggalan dibanding wilayah lain, karena di daerah lain sudah banyak yang menerapkannya seperti di Aceh, Bandung dan beberapa wilayah lainnya.
Bahkan, sebagian dari wilayah tersebut sudah tersambung secara online. Kini, pihaknya tengah melakukan penjajagan untuk kebijakan tersebut dengan pemda setempat. Respons sementara yang sudah menunjukkan progresnya adalah dari Pemerintah Kota Yogyakarta.
Sementara, untuk pemerintah kabupaten lain di DIY, pihaknya baru melakukan pendekatan. "Dulu sudah pernah ada personil kita yang standby di Dinas Perizinan Kota. Tetapi karena kendala teknis maka tidak ada, sekarang mau kita tempatkan lagi petugas di sana," ungkapnya.
Kepala Bidang Pemasaran BPJS Ketenagakerjaan Budi Santosa mengatakan, beberapa pilihan sebenarnya telah diberikan kepada para pengusaha. Untuk karyawan bisa mengikuti program lengkap dengan total pembayaran Rp90 ribuan meliputi kecelakaan kerja, kematian, jaminan hari tua dan pensiun.
Budi mengarakan, jika tidak mampu boleh mengikuti sebagian saja. "Atau bisa masuk ke golongan bukan penerima upah yang iurannya hanya Rp16.600 per orang," papar dia.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Much Triyono mengungkapkan, pihaknya memang terus berupaya untuk meningkatkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di wilayah ini. Dari data yang dia kantongi, 1,2 juta angkatan kerja di DIY sebanyak 1 juta di antaranya telah bekerja.
Menurutnya, dari satu juta orang yang sudah bekerja tersebut hanya 20% yang menjadi peserta. "Artinya baru 200 ribu pekerja yang tercover BPJS Ketenagakerjaan," Kata dia, Rabu (17/8/2016).
Dia mengatakan, kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sebenarnya bersifat wajib bagi setiap pekerja di Indonesia. Karena sudah diatur pemerintah melalui berbagai peraturan.
Pihaknya sebagai lembaga negara memiliki kewenangan untuk mendesak unit usaha guna mendaftarkan karyawannya ke BPJs Ketenagakerjaan. Selain berusaha untuk terus memberikan kesadaran kepesertaan terhadap karyawan pada perusahaan-perusahaan yang saat ini ada, pihaknya juga akan berusaha mengintegrasikan kepesertaan tersebut dengan perizinan.
Setiap izin usaha yang dikeluarkan pemerintah secara berjenjang, maka secara otomatis sudah menjadi peserta mereka. Izin usaha ini tidak hanya untuk berskala besar, tetapi semua lini usaha.
Kebijakan ini sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86, di mana ada kewajiban minimal dari unit usaha untuk mengikutsertakan karyawan mereka dalam BPJS Ketenagakerjaan. Syarat minimal tersebut adalah pemberian gaji minimal Rp1 juta untuk seseorang, maka harus sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. "Karena ini ketentuan, maka harus ditaati," ujarnya.
Menurutnya, kebijakan terintegrasi tersebut bukan hal yang baru di Indonesia. Yogyakarta justru tergolong ketinggalan dibanding wilayah lain, karena di daerah lain sudah banyak yang menerapkannya seperti di Aceh, Bandung dan beberapa wilayah lainnya.
Bahkan, sebagian dari wilayah tersebut sudah tersambung secara online. Kini, pihaknya tengah melakukan penjajagan untuk kebijakan tersebut dengan pemda setempat. Respons sementara yang sudah menunjukkan progresnya adalah dari Pemerintah Kota Yogyakarta.
Sementara, untuk pemerintah kabupaten lain di DIY, pihaknya baru melakukan pendekatan. "Dulu sudah pernah ada personil kita yang standby di Dinas Perizinan Kota. Tetapi karena kendala teknis maka tidak ada, sekarang mau kita tempatkan lagi petugas di sana," ungkapnya.
Kepala Bidang Pemasaran BPJS Ketenagakerjaan Budi Santosa mengatakan, beberapa pilihan sebenarnya telah diberikan kepada para pengusaha. Untuk karyawan bisa mengikuti program lengkap dengan total pembayaran Rp90 ribuan meliputi kecelakaan kerja, kematian, jaminan hari tua dan pensiun.
Budi mengarakan, jika tidak mampu boleh mengikuti sebagian saja. "Atau bisa masuk ke golongan bukan penerima upah yang iurannya hanya Rp16.600 per orang," papar dia.
(izz)