Ini Kata Sri Mulyani Soal Polemik Harga Rokok Rp50 Ribu
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan hingga saat ini pihaknya belum sampai pada tahap akan menaikkan tarif cukai rokok. Hal ini menanggapi wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu per bungkus.
Dia mengatakan, untuk menaikkan tarif cukai rokok pihaknya harus melalui beberapa proses terlebih dahulu. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah kenaikan tarif cukai rokok harus sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai.
"Selanjutnya, tentu berbagai pandangan dan pertimbangan seperti yang disamapaikan. Dari sisi kesehatan concern mengenai jumlah perokok, generasi muda, dari sisi industri, ketenagakerjaan, pendapatan negara, semuanya nanti harus dibuat secara komperehensif," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Menurutnya, saat ini pemerintah baru pada tahapan melakukan konsultasi dengan berbagai pihak termasuk melihat kajian, peraturan perundangan, serta konsultasi dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan, serta konsumen secara umum. Nantinya, masing-masing pihak tersebut akan menyampaikan pandangannya baru kemudian pemerintah akan memutuskan langkah selanjutnya.
"Kemudian kita lihat juga sudah seperti apa kebijakannya selama ini dan langkah apa yang akan dituangkan dalam keputusan mengenai dua hal, yaitu harga jual maupun cukainya. Itu yang mungkin akan dilakukan dalam dua bulan ke depan," imbuh dia.
Baca: Menteri Susi Setuju Harga Rokok Naik Rp50 Ribu/Bungkus
Pada dasarnya, sambung mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, dalam UU Cukai disebutkan bahwa tarif cukai rokok yang boleh dikenakan maksimum sebesar 57% dari harga jual. Jika memang harga rokok ingin dinaikkan hingga Rp50 ribu, maka produsen juga harus menaikkan harga jualnya cukup tinggi.
"Jadi sudah ada batas maksimalnya. Makanya kalau kami mau naikkan sesuai dengan nominal yang dibayangkan (Rp50 ribu per bungkus), seperti berapapun yang disebutkan, itu berarti harga jualnya harus naik tinggi supaya cukainya tidak lebih dari 57%. 57% dari sesuatu yang bisa dinaikan dan diturunkan," tandasnya.
Dia mengatakan, untuk menaikkan tarif cukai rokok pihaknya harus melalui beberapa proses terlebih dahulu. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah kenaikan tarif cukai rokok harus sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai.
"Selanjutnya, tentu berbagai pandangan dan pertimbangan seperti yang disamapaikan. Dari sisi kesehatan concern mengenai jumlah perokok, generasi muda, dari sisi industri, ketenagakerjaan, pendapatan negara, semuanya nanti harus dibuat secara komperehensif," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Menurutnya, saat ini pemerintah baru pada tahapan melakukan konsultasi dengan berbagai pihak termasuk melihat kajian, peraturan perundangan, serta konsultasi dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan, serta konsumen secara umum. Nantinya, masing-masing pihak tersebut akan menyampaikan pandangannya baru kemudian pemerintah akan memutuskan langkah selanjutnya.
"Kemudian kita lihat juga sudah seperti apa kebijakannya selama ini dan langkah apa yang akan dituangkan dalam keputusan mengenai dua hal, yaitu harga jual maupun cukainya. Itu yang mungkin akan dilakukan dalam dua bulan ke depan," imbuh dia.
Baca: Menteri Susi Setuju Harga Rokok Naik Rp50 Ribu/Bungkus
Pada dasarnya, sambung mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, dalam UU Cukai disebutkan bahwa tarif cukai rokok yang boleh dikenakan maksimum sebesar 57% dari harga jual. Jika memang harga rokok ingin dinaikkan hingga Rp50 ribu, maka produsen juga harus menaikkan harga jualnya cukup tinggi.
"Jadi sudah ada batas maksimalnya. Makanya kalau kami mau naikkan sesuai dengan nominal yang dibayangkan (Rp50 ribu per bungkus), seperti berapapun yang disebutkan, itu berarti harga jualnya harus naik tinggi supaya cukainya tidak lebih dari 57%. 57% dari sesuatu yang bisa dinaikan dan diturunkan," tandasnya.
(ven)