Rencana Gabung PLN-PGE Dicemaskan Ganggu Sektor Panas Bumi
A
A
A
JAKARTA - Rencana penggabungan PLN (Persero) dengan mengakuisisi PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dinilai janggal oleh Aktivis dari Solidaritas untuk Pergerakan Aktivis Indonesia (Suropati). Wacana yang digagas Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno itu juga dikhawatirkan rentan masuknya dana asing.
"PLN ini dananya dari mana untuk akuisisi saham PGE? dan belum tentu disetujui DPR. Celaka jika dari asing. Saya curiga ada motif pihak asing bermain juga, dan kebijakan Rini sangat rentan investor asing," ucap Aktivis Suropati Aditya Iskandar, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (1/9/2016).
Dia menambahkan langkah ini juga tidak relevan dengan core business PLN yang bergerak di bidang pembangkit, jaringan, dan distribusi listrik atau bagian hilir. "Ini kebijakan yang sangat dadakan, belum ada riset akademik. Yang jelas, ini langkah korporasi yang tidak nyambung," sambungnya.
Lebih lanjut menurutnya rencana penggabungan ini ditunda ketika PLN tengah fokus menggejot mega proyek listrik 35.000 MW yang diyakini tidak akan selesai sesuai target pada 2019 mendatang.
"Sebelumnya, SBY meluncurkan Program 10.000 MW dan itu saja belum selesai. Sekarang ada lagi akuisi PGE. Menurut saya PLN fokus ke pembangkitan, jaringan, dan distribusi dan 35.000 MW," tandasnya.
Sementara Direktur Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, rencana akuisisi ini merupakan keputusan korporat dan menyerahkannya kepada Kementerian BUMN. Meski demikian dia mengatakan rencana ini harus dipertimbangkan secara matang karena terjadi perdebatan.
"Beda dengan PLN di hilir, ya bisnisnya dengan barang yang sudah jadi, sudah ada. Ini berbeda," terang dia.
Di sisi lain Direktur Operasi PT PGE Ali Mundakir mengatakan, bahwa Indonesia sudah berjanji kepada dunia internasional untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% pada 2030. Salah satu cara yang paling feasible untuk menguranginya adalah menggunakan pembangkit ramah lingkungan seperti panas bumi (geothermal).
Target pemerintah meningkatkan kapasitas terpasang pembangkit geothermal sebesar 7.200 MW di tahun 2025 perlu didukung oleh semua pihak.
"Untuk itu perlu lebih banyak perusahaan seperi PGE, Geo Dipa dan PLN serta swasta nasional yang lain agar sama-sama bergerak beriringan mendukung program pemerintah ini untuk mewujudkan janji Indonesia kepada dunia internsional. Dikerjakan bersama-sama dan beriringan, akan lebih baik berjalan beriringan," tandasnya.
"PLN ini dananya dari mana untuk akuisisi saham PGE? dan belum tentu disetujui DPR. Celaka jika dari asing. Saya curiga ada motif pihak asing bermain juga, dan kebijakan Rini sangat rentan investor asing," ucap Aktivis Suropati Aditya Iskandar, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (1/9/2016).
Dia menambahkan langkah ini juga tidak relevan dengan core business PLN yang bergerak di bidang pembangkit, jaringan, dan distribusi listrik atau bagian hilir. "Ini kebijakan yang sangat dadakan, belum ada riset akademik. Yang jelas, ini langkah korporasi yang tidak nyambung," sambungnya.
Lebih lanjut menurutnya rencana penggabungan ini ditunda ketika PLN tengah fokus menggejot mega proyek listrik 35.000 MW yang diyakini tidak akan selesai sesuai target pada 2019 mendatang.
"Sebelumnya, SBY meluncurkan Program 10.000 MW dan itu saja belum selesai. Sekarang ada lagi akuisi PGE. Menurut saya PLN fokus ke pembangkitan, jaringan, dan distribusi dan 35.000 MW," tandasnya.
Sementara Direktur Panas Bumi, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, rencana akuisisi ini merupakan keputusan korporat dan menyerahkannya kepada Kementerian BUMN. Meski demikian dia mengatakan rencana ini harus dipertimbangkan secara matang karena terjadi perdebatan.
"Beda dengan PLN di hilir, ya bisnisnya dengan barang yang sudah jadi, sudah ada. Ini berbeda," terang dia.
Di sisi lain Direktur Operasi PT PGE Ali Mundakir mengatakan, bahwa Indonesia sudah berjanji kepada dunia internasional untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29% pada 2030. Salah satu cara yang paling feasible untuk menguranginya adalah menggunakan pembangkit ramah lingkungan seperti panas bumi (geothermal).
Target pemerintah meningkatkan kapasitas terpasang pembangkit geothermal sebesar 7.200 MW di tahun 2025 perlu didukung oleh semua pihak.
"Untuk itu perlu lebih banyak perusahaan seperi PGE, Geo Dipa dan PLN serta swasta nasional yang lain agar sama-sama bergerak beriringan mendukung program pemerintah ini untuk mewujudkan janji Indonesia kepada dunia internsional. Dikerjakan bersama-sama dan beriringan, akan lebih baik berjalan beriringan," tandasnya.
(akr)