Ini Strategi REI Banten Atasi Rumah untuk Pekerja

Sabtu, 10 September 2016 - 05:07 WIB
Ini Strategi REI Banten Atasi Rumah untuk Pekerja
Ini Strategi REI Banten Atasi Rumah untuk Pekerja
A A A
JAKARTA - Kebutuhan rumah di Provinsi Banten cukup tinggi. Dengan populasi sekitar 10 juta jiwa, kebutuhan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di daerah tersebut diestimasi mencapai 250 ribu hingga 500 ribu unit. Mayoritas diantara yang belum memiliki rumah adalah para pekerja terutama di sektor industri.

Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Banten, Soelaeman Soemawinata mengungkapkan kebutuhan rumah bagi pekerja industri di Banten sangat besar. Mengingat daerah ini merupakan padat penduduk dan kedudukannya sebagai kawasan industri penyangga ibukota. Arus urbanisasi yang tinggi membebani upaya untuk mengatasi angka kekurangan (backlog) rumah di daerah di ujung barat Pulau Jawa tersebut.

Menurut Eman--panggilan akrabnya--REI Banten belum punya data akurat mengenai besaran riil kebutuhan rumah pekerja di Banten. Tapi kalau merujuk data BPJS Ketenagakerjaan Banten, di daerah ini ada 1 juta peserta yang 50% adalah MBR. Kalau diasumsikan 25% saja yang belum memiliki rumah, maka sedikitnya ada kebutuhan 250 ribu unit.

“Namun ini tentu perlu pemetaan lagi, supaya tahu dimana saja yang kebutuhan rumahnya besar. Yang jelas sebagai kawasan industri, di Banten pangsa pasar rumah pekerja cukup besar,” ungkap Eman saat menjadi pembicara dalam acara Indonesia Housing Forum bertajuk “Mencari Solusi Rumah untuk Pekerja” di Jakarta, Jumat (9/9/2016).

Segmen pekerja selama ini menjadi salah satu target penting yang disasar pengembang anggota REI, selain Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dari target pembangunan rumah bersubsidi di Banten tahun ini, dari 10 ribu unit, hampir 70% ditujukan untuk memenuhi hunian layak huni bagi pekerja industri di Tangerang, Serang, Cikupa, Cilegon dan Maja.

Namun mayoritas perumahan yang dibangun untuk pekerja, lokasinya tergolong jauh dari tempat kerja. Padahal, kata Eman, idealnya jarak dari rumah ke tempat kerja tidak boleh lebih dari 15 kilometer atau setengah jam naik motor. Ini penting karena penyediaan rumah bagi pekerja sebaiknya mampu menekan biaya hidup, terutama ongkos transportasi.

“Yang terjadi lokasi rumah dengan tempat mereka bekerja masih jauh, bisa lebih dari 15 kilometer. Banyak yang naik motor pagi-pagi sekali, atau naik angkot beberapa kali untuk sampai tempat kerja. Ini menjadi pe-er, bukan saja untuk pengembang namun juga pengusaha dan pemerintah daerah,” tegas Eman.

Dengan kesadaran itu, REI Banten sedang menggiatkan agar pembangunan hunian bagi pekerja dapat dilakukan di lokasi tempat kerja. Salah satunya dengan melakukan pendekatan persuasif agar pengusaha yang memiliki lahan mau membangun rumah untuk pekerjanya. Dan hasilnya cukup menggembirakan. Menurut Eman, REI Banten telah banyak menerima permintaan dari pengusaha yang ingin dibangunkan rumah untuk pekerja.

Sebagai langkah awal, REI Banten dan pengusaha pabrik sudah menyiapkan lahan sekitar 2 hektare untuk pembangunan rumah pekerja. Namun diakui, upaya untuk merealisasikan pembangunan rumah pekerja di lokasi dekat pabrik menghadapi banyak kendala di lapangan. Misalnya mengenai kejelasan aturan dari pemerintah daerah apakah membangun perumahan di kawasan industri diperbolehkan atau tidak.

“Ada yang mengatakan tidak boleh, namun ada juga yang bilang boleh. Polemik ini sudah enam bulan terjadi, dan masih simpang siur. Meski akhirnya Pemda bilang 30% lahan kawasan industri boleh untuk perumahan, tapi pengerjaannya sempat terhambat,” ungkap Eman.

Dia berharap persoalan kebijakan seperti ini bisa menjadi koreksi bagi semua Pemerintah Daerah bahwa kepentingan masyarakat harus dikedepankan, terutama kebutuhan rumah pekerja yang tinggi sekali. Semua pihak, kata Eman, harus komitmen mendukung Program Sejuta Rumah, tidak hanya seperti sekarang hanya Kementerian PUPR dan Bank BTN.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3966 seconds (0.1#10.140)