Tarif Industri Padat Karya Jadi Kendala RI dalam Perundingan CEPA
A
A
A
JAKARTA - Tingginya tarif industri padat karya di Tanah Air menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani masih menjadi kendala dalam perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA). Hal ini lantaran di kebanyakan negara tarif industri padat karya sudah cukup rendah.
(Baca Juga: KEIN Pede Industri Padat Karya RI Unggul di Asia Tenggara)
Lebih lanjut dia menerangkan untuk di Indonesia perlu difokuskan pada masalah pengenaan tarif di UMKM. Dia menilai, industri padat karya Indonesia karena persoalan tarif dan fasilitas, menjadi tertinggal apabila dibandingkan dengan negara lain.
"Jadi kalau sekarang untuk tekstil dan sepatu, itu kan mereka adalah padat karya. Saya rasa kita ketinggalan karena dengan adanya fasilitas dan tarif yang diberikan ke Vietnam dan Bangladesh yang sudah tanda tangan di CEPA ini, membuat Indonesia tertinggal," kata Shinta di Jakarta, Selasa (27/9/2016).
Dia menambahkan, dengan tarif dan fasilitas yang tidak maksimal, industri padat karya Indonesia jadi tidak bergairah dan malah terancama tutup. Hal ini dinilai membuat tidak bisa bersaing dan berkompetisi untuk di kancah regional.
"Mereka, (Vietnam dan Bangladesh) itu sudah 0 tarif. Kalau kita kemungkinan ada spare 5-6% ya perbedaan tarif dengan mereka. Kalau ini dibiarkan terus, industri padat karya kita bisa terpuruk dan mereka harus tutup pabrik," pungkasnya.
Kerja sama perdagangan IEU CEPA memasuki babak baru ketika perundingan perdana kerja sama kedua belah pihak resmi digelar pada 20-21 September di Brussel, Belgia. Dalam perundingan tersebut ada langkah konkret untuk melanjutkan, memperdalam, dan memperluas hubungan strategis, khususnya di bidang ekonomi, perdagangan, dan investasi. Sehingga target perundingan IEU-CEPA selesai dalam kurun waktu dua tahun dapat tercapai.
(Baca Juga: KEIN Pede Industri Padat Karya RI Unggul di Asia Tenggara)
Lebih lanjut dia menerangkan untuk di Indonesia perlu difokuskan pada masalah pengenaan tarif di UMKM. Dia menilai, industri padat karya Indonesia karena persoalan tarif dan fasilitas, menjadi tertinggal apabila dibandingkan dengan negara lain.
"Jadi kalau sekarang untuk tekstil dan sepatu, itu kan mereka adalah padat karya. Saya rasa kita ketinggalan karena dengan adanya fasilitas dan tarif yang diberikan ke Vietnam dan Bangladesh yang sudah tanda tangan di CEPA ini, membuat Indonesia tertinggal," kata Shinta di Jakarta, Selasa (27/9/2016).
Dia menambahkan, dengan tarif dan fasilitas yang tidak maksimal, industri padat karya Indonesia jadi tidak bergairah dan malah terancama tutup. Hal ini dinilai membuat tidak bisa bersaing dan berkompetisi untuk di kancah regional.
"Mereka, (Vietnam dan Bangladesh) itu sudah 0 tarif. Kalau kita kemungkinan ada spare 5-6% ya perbedaan tarif dengan mereka. Kalau ini dibiarkan terus, industri padat karya kita bisa terpuruk dan mereka harus tutup pabrik," pungkasnya.
Kerja sama perdagangan IEU CEPA memasuki babak baru ketika perundingan perdana kerja sama kedua belah pihak resmi digelar pada 20-21 September di Brussel, Belgia. Dalam perundingan tersebut ada langkah konkret untuk melanjutkan, memperdalam, dan memperluas hubungan strategis, khususnya di bidang ekonomi, perdagangan, dan investasi. Sehingga target perundingan IEU-CEPA selesai dalam kurun waktu dua tahun dapat tercapai.
(akr)