Peminat Asuransi Usaha Tani Masih Minim
A
A
A
YOGYAKARTA - Program asuransi pertanian yang digagas oleh pemerintah nampaknya berjalan lamban. Sejak diluncurkan pertama kali pertengahan bulan Oktober tahun lalu, baru sekitar 100 kelompok tani yang menjadi peserta dari asuransi ini. Belum adanya kesadaran dari petani serta persyaratan yang agak berat dinilai membuat peserta asuransi ini agak minim.
(Baca Juga: Asuransi Usaha Tani Padi Naikkan Daya Saing Petani RI)
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY Fauzi Nugroho mengatakan pihaknya terus mendorong kepada para petani untuk mengikutsertakan tanaman mereka ke dalam asuransi tersebut. Hal ini menurutnya akan membuat petani tidak lagi khawatir tanaman mereka akan rusak ketika terjadi serangan hama ataupun bencana alam.
Lebih lanjut dia meminta kepada PT Jasindo selaku perusahaan yang menyelenggarakan asuransi pertanian untuk meningkatkan sosialisasi sehingga literasi petani juga meningkat. "Sekarang mereka (Jasindo) kami ajak ke Mertelu, desa yang tertinggal di Gunungkidul dan belum ada warganya yang mengakses lembaga keuangan," ungkap Fauzi.
Sementara Staf PT Jasindo Nuri Ermawati mengungkapkan, produk asuransi usaha tani ini adalah sesuatu yang baru. Sehingga mereka juga harus penetrasi pasar lebih dalam lagi, meskipun sebenarnya Jasindo berkolaborasi dengan pemerintah dalam mengenalkan produk asuransi ini kepada petani.
Dia menerangkan tujuan dari asuransi ini adalah untuk melindungi usaha pertanian yang dilakukan oleh para petani, saat seringkali tak bisa dipanen karena gangguan dari hama baik tikus, berbagai wereng dan hama lain. Juga serangan organisme pengganggu tanaman dan cuaca ekstrim ataupun bencana alam.
Untuk menjadi peserta dari Asuransi Usaha Tani ini, klaim yang dibayarkan sebesar Rp 180 ribu perhektare setiap musim tanam. Namun karena saat ini masih mendapatkan subsidi dari pemerintah, maka petani hanya membayar Rp 36 ribu untuk setiap hektare dalam satu musim tanam.
Nuri menambahkan, untuk petani yang menjadi peserta, mereka akan mendapatkan klaim sebesar Rp6 juta perhektare ketika tanaman mereka rusak yang diakibatkan oleh beberapa hal. Hanya saja, untuk mendapatkan klaim ganti rugi tersebut memang harus memenuhi persyaratan yaitu kerusakan minimal adalah 75% dari seluruh luas area tanaman yang diasuransikan.
Selama diluncurkan hampir setahun ini, dari 100 kelompok tani yang menjadi peserta, pihaknya baru mencairkan klaim untuk kelompok tani di Sayegan Sleman dan Kulonprogo. Total luas area padi yang rusak yang telah mendapatkan ganti rugi sebesar 10 hektare. Sebagian besar rusak karena serangan hama tikus yang memang banyak di daerah tersebut.
"Setelah pengajuan klaim kami akan melakukan klarifikasi bersama instansi terkait," paparnya.
(Baca Juga: Asuransi Usaha Tani Padi Naikkan Daya Saing Petani RI)
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY Fauzi Nugroho mengatakan pihaknya terus mendorong kepada para petani untuk mengikutsertakan tanaman mereka ke dalam asuransi tersebut. Hal ini menurutnya akan membuat petani tidak lagi khawatir tanaman mereka akan rusak ketika terjadi serangan hama ataupun bencana alam.
Lebih lanjut dia meminta kepada PT Jasindo selaku perusahaan yang menyelenggarakan asuransi pertanian untuk meningkatkan sosialisasi sehingga literasi petani juga meningkat. "Sekarang mereka (Jasindo) kami ajak ke Mertelu, desa yang tertinggal di Gunungkidul dan belum ada warganya yang mengakses lembaga keuangan," ungkap Fauzi.
Sementara Staf PT Jasindo Nuri Ermawati mengungkapkan, produk asuransi usaha tani ini adalah sesuatu yang baru. Sehingga mereka juga harus penetrasi pasar lebih dalam lagi, meskipun sebenarnya Jasindo berkolaborasi dengan pemerintah dalam mengenalkan produk asuransi ini kepada petani.
Dia menerangkan tujuan dari asuransi ini adalah untuk melindungi usaha pertanian yang dilakukan oleh para petani, saat seringkali tak bisa dipanen karena gangguan dari hama baik tikus, berbagai wereng dan hama lain. Juga serangan organisme pengganggu tanaman dan cuaca ekstrim ataupun bencana alam.
Untuk menjadi peserta dari Asuransi Usaha Tani ini, klaim yang dibayarkan sebesar Rp 180 ribu perhektare setiap musim tanam. Namun karena saat ini masih mendapatkan subsidi dari pemerintah, maka petani hanya membayar Rp 36 ribu untuk setiap hektare dalam satu musim tanam.
Nuri menambahkan, untuk petani yang menjadi peserta, mereka akan mendapatkan klaim sebesar Rp6 juta perhektare ketika tanaman mereka rusak yang diakibatkan oleh beberapa hal. Hanya saja, untuk mendapatkan klaim ganti rugi tersebut memang harus memenuhi persyaratan yaitu kerusakan minimal adalah 75% dari seluruh luas area tanaman yang diasuransikan.
Selama diluncurkan hampir setahun ini, dari 100 kelompok tani yang menjadi peserta, pihaknya baru mencairkan klaim untuk kelompok tani di Sayegan Sleman dan Kulonprogo. Total luas area padi yang rusak yang telah mendapatkan ganti rugi sebesar 10 hektare. Sebagian besar rusak karena serangan hama tikus yang memang banyak di daerah tersebut.
"Setelah pengajuan klaim kami akan melakukan klarifikasi bersama instansi terkait," paparnya.
(akr)