Jokowi Minta Harga Gas Industri Turun Jadi USD6/MMBTU
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta harga gas industri diturunkan menjadi sekitar USD5 sampai USD6 per MMBTU. Hal ini agar produk yang dihasilkan industri di dalam negeri mampu berdaya saing dengan negara lain.
(Baca: Harga Gas Industri di Sumut Bisa di Bawah USD10)
Cara ini, kata dia, akan kembali memperkuat industri di Tanah Air. Tidak hanya meningkatkan produktivitas industri, namun juga semakin membuat mereka berdaya saing.
"Kita ingin agar industri kita menjadi industri kelas dunia yang disegani, kuat, tangguh yang juga kita ingin industri kita bisa ikut mensejahterakan rakyat," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/10/2016).
Jokowi mengatakan, harga gas industri di Indonesia masih jauh lebih tinggi dibanding negara lain di lingkungan ASEAN. Saat ini, harganya masih berada di angka USD9,5 per MMBTU. Bahkan, di beberapa wilayah masih ada yang mencapai USD11 hingga USD12 per MMBTU.
(Baca: Pembahasan Penurunan Harga Gas Industri Masih Alot)
"Sementara, harga di Vietnam misalnya hanya USD7, di Malaysia sekitar USD4, dan di Singapura USD4 per MMBTU. Padahal, negara kita mempunyai potensi cadangan gas bumi yang cukup banyak, sangat banyak. Dan sebaliknya negara tersebut baik Vietnam, Malaysia, Singapura ini dapat dikategorikan mengimpor gas bumi," imbuh dia.
Sebab itu, kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini, persoalan harga gas industri ini harus segera dibenahi karena berimplikasi terhadap kemampuan daya saing industri. Khususnya, industri yang menggunakan sumber daya gas seperti tekstil, petrokimia, pupuk, dan industri baja.
"Jangan sampai produk industri kita kalah bersaing hanya karena masalah harga gas kita yang terlalu mahal. Untuk itu, saya minta dilakukan langkah konkret agar harga gas kita lebih kompetitif," tuturnya.
Untuk menurunkan harga gas industri, kata Jokowi, diperlukan penyederhanaan dan pemangkasan rantai pasok sehingga lebih efisien. Mantan Wali Kota Solo ini meminta agar harga gas tetap menarik untuk investor di sektor hulu serta mendukung pembangunan infrastruktur, transmisi, dan distribusi.
"Pertimbangkan pula aspek keberlanjutan di semua sisi, baik sisi investasi maupun sisi memperkuat daya saing industri kita. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan," tandas dia.
(Baca: Harga Gas Industri di Sumut Bisa di Bawah USD10)
Cara ini, kata dia, akan kembali memperkuat industri di Tanah Air. Tidak hanya meningkatkan produktivitas industri, namun juga semakin membuat mereka berdaya saing.
"Kita ingin agar industri kita menjadi industri kelas dunia yang disegani, kuat, tangguh yang juga kita ingin industri kita bisa ikut mensejahterakan rakyat," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/10/2016).
Jokowi mengatakan, harga gas industri di Indonesia masih jauh lebih tinggi dibanding negara lain di lingkungan ASEAN. Saat ini, harganya masih berada di angka USD9,5 per MMBTU. Bahkan, di beberapa wilayah masih ada yang mencapai USD11 hingga USD12 per MMBTU.
(Baca: Pembahasan Penurunan Harga Gas Industri Masih Alot)
"Sementara, harga di Vietnam misalnya hanya USD7, di Malaysia sekitar USD4, dan di Singapura USD4 per MMBTU. Padahal, negara kita mempunyai potensi cadangan gas bumi yang cukup banyak, sangat banyak. Dan sebaliknya negara tersebut baik Vietnam, Malaysia, Singapura ini dapat dikategorikan mengimpor gas bumi," imbuh dia.
Sebab itu, kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini, persoalan harga gas industri ini harus segera dibenahi karena berimplikasi terhadap kemampuan daya saing industri. Khususnya, industri yang menggunakan sumber daya gas seperti tekstil, petrokimia, pupuk, dan industri baja.
"Jangan sampai produk industri kita kalah bersaing hanya karena masalah harga gas kita yang terlalu mahal. Untuk itu, saya minta dilakukan langkah konkret agar harga gas kita lebih kompetitif," tuturnya.
Untuk menurunkan harga gas industri, kata Jokowi, diperlukan penyederhanaan dan pemangkasan rantai pasok sehingga lebih efisien. Mantan Wali Kota Solo ini meminta agar harga gas tetap menarik untuk investor di sektor hulu serta mendukung pembangunan infrastruktur, transmisi, dan distribusi.
"Pertimbangkan pula aspek keberlanjutan di semua sisi, baik sisi investasi maupun sisi memperkuat daya saing industri kita. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan," tandas dia.
(dmd)