Pengusaha Minta Kepastian Harga Gas Industri
A
A
A
JAKARTA - Dunia usaha membutuhkan kepastian mengenai harga gas industri, demi meningkatkan produktivitas mereka. Sejalan dengan itu, Presiden Joko Widodo berjanji menurunkan harga gas industri menjadi di bawah USD6 per MMBTU.
Namun, penurunan harga gas industri ini, kata Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) bukan tekanan dari para pengusaha. Kadin mengatakan para pengusaha tidak pernah mendikte pemerintah soal harga gas industri.
Ketua Koordinator Gas Industri Kadin, Achmad Widjaja mengatakan, saat ini para pengusaha memerlukan kepastian mengenai harga gas industri. Meski demikian, pihaknya akan menerima berapa pun harga gas industri yang ditentukan pemerintah.
"Saat ini industri sudah menderita mengenai energi. Sehingga kalau sekarang USD6 yang ditentukan, kami terima karena pemerintah punya kuasa politik untuk menentukan. Industri tidak pernah meminta diberi harga gas sekian. Kami tahu sendiri dari hulu ke hilir pasti ada politisasi," paparnya dalam sebuah diskusi di Kebon Sirih, Jakarta, Minggu (9/10/2016).
Tambah dia, selama ini industri terus berjalan membantu menggerakan ekonomi Indonesia. Bila harga USD6 per MMBTU dinilai belum cukup memadai, maka pemerintah harus memberi kepastian. (Baca: Pengusaha Tagih Jokowi Kepastian Penurunan Harga Gas)
"Kalau USD6 dianggap belum memadai dan harus ada tambahan lain, tidak soal selama ada kepastian. Karena keputusan politik tidak datang dari kami (pengusaha) untuk mendikte pemerintah. Tapi pemerintah seharusnya memberi insentif bagi pertumbuhan ekonomi," sambung dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi meminta harga gas industri diturunkan menjadi antara USD5-USD6 per MMBTU. Hal ini agar produk yang dihasilkan industri dalam negeri mampu berdaya saing dengan negara lain.
Cara ini, kata Kepala Negara, akan kembali memperkuat industri di Tanah Air. Tidak hanya meningkatkan produktivitas industri juga semakin membuat mereka berdaya saing.
"Kita ingin agar industri kita menjadi industri kelas dunia yang disegani, kuat, tangguh dan kita ingin industri kita bisa ikut mensejahterakan rakyat," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/10/2016).
Namun, penurunan harga gas industri ini, kata Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) bukan tekanan dari para pengusaha. Kadin mengatakan para pengusaha tidak pernah mendikte pemerintah soal harga gas industri.
Ketua Koordinator Gas Industri Kadin, Achmad Widjaja mengatakan, saat ini para pengusaha memerlukan kepastian mengenai harga gas industri. Meski demikian, pihaknya akan menerima berapa pun harga gas industri yang ditentukan pemerintah.
"Saat ini industri sudah menderita mengenai energi. Sehingga kalau sekarang USD6 yang ditentukan, kami terima karena pemerintah punya kuasa politik untuk menentukan. Industri tidak pernah meminta diberi harga gas sekian. Kami tahu sendiri dari hulu ke hilir pasti ada politisasi," paparnya dalam sebuah diskusi di Kebon Sirih, Jakarta, Minggu (9/10/2016).
Tambah dia, selama ini industri terus berjalan membantu menggerakan ekonomi Indonesia. Bila harga USD6 per MMBTU dinilai belum cukup memadai, maka pemerintah harus memberi kepastian. (Baca: Pengusaha Tagih Jokowi Kepastian Penurunan Harga Gas)
"Kalau USD6 dianggap belum memadai dan harus ada tambahan lain, tidak soal selama ada kepastian. Karena keputusan politik tidak datang dari kami (pengusaha) untuk mendikte pemerintah. Tapi pemerintah seharusnya memberi insentif bagi pertumbuhan ekonomi," sambung dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi meminta harga gas industri diturunkan menjadi antara USD5-USD6 per MMBTU. Hal ini agar produk yang dihasilkan industri dalam negeri mampu berdaya saing dengan negara lain.
Cara ini, kata Kepala Negara, akan kembali memperkuat industri di Tanah Air. Tidak hanya meningkatkan produktivitas industri juga semakin membuat mereka berdaya saing.
"Kita ingin agar industri kita menjadi industri kelas dunia yang disegani, kuat, tangguh dan kita ingin industri kita bisa ikut mensejahterakan rakyat," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/10/2016).
(ven)