Walhi Tuding Menko Luhut Fasilitasi Freeport
A
A
A
JAKARTA - Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Khalisah Khalid menuding Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan sengaja ingin memfasilitasi korporasi besar seperti PT Freeport Indonesia dengan rencananya memperpanjang ekspor konsentrat hingga lima tahun ke depan.
(Baca: Jatam Tolak Menteri Luhut Longgarkan Ekspor Mineral Freeport)
Walhi memandang kebijakan ini hanya menguntungkan korporasi, bukan negara apalagi rakyat Papua. "Ini Plt Menteri ESDM (Luhut) seperti memfasilitasi korporasi pertambangan. Membuat untung mereka dan tidak menguntungkan negara," katanya di kantor Walhi, Jakarta, Selasa (11/10/2016).
Dia juga melihat bahwa langkah revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 1/2016 menunjukkan ketergantungan negara pada ekonomi palsu pertambangan. Walhi meminta Presiden Joko Widodo segera menghentikan rencana revisi peraturan tersebut.
Hal tersebut karena di dalamnya tidak hanya ekspor mineral konsentrat yang dibuka. Tetapi juga ekspor ore bauksit, nikel dan mineral yang waktunya maksimum hingga 2021.
"Ini pasti akan menguras kekayaan alam kita. Karena bukan hanya ekspor konsentrat yang dbuka, tapi juga ore bauksit, nikel dan mineral, dan itu waktunya sampai 2021," ungkap dia.
Selain anggapan bahwa seolah pemerintah seperti terus menerus melayani industri pertambangan yang menguras kekayaan alam Indonesia, industri itu justru melakukan penghancuran lingkungan hidup, khususnya mengurangi bentang alam yaitu hutan, bahkan mengancam keselamatan warga.
"Deforestasi (pengurangan hutan) akan terjadi. Karena yang namanya pengerukan itu, pasti akan mengorbankan lingkungan dan hutan," pungkas Khalisah.
Baca Juga:
Perpanjangan Ekspor Mineral Picu Kontroversi Perdagangan
Jatam: Pemerintah Terkesan Diatur Freeport
(Baca: Jatam Tolak Menteri Luhut Longgarkan Ekspor Mineral Freeport)
Walhi memandang kebijakan ini hanya menguntungkan korporasi, bukan negara apalagi rakyat Papua. "Ini Plt Menteri ESDM (Luhut) seperti memfasilitasi korporasi pertambangan. Membuat untung mereka dan tidak menguntungkan negara," katanya di kantor Walhi, Jakarta, Selasa (11/10/2016).
Dia juga melihat bahwa langkah revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 1/2016 menunjukkan ketergantungan negara pada ekonomi palsu pertambangan. Walhi meminta Presiden Joko Widodo segera menghentikan rencana revisi peraturan tersebut.
Hal tersebut karena di dalamnya tidak hanya ekspor mineral konsentrat yang dibuka. Tetapi juga ekspor ore bauksit, nikel dan mineral yang waktunya maksimum hingga 2021.
"Ini pasti akan menguras kekayaan alam kita. Karena bukan hanya ekspor konsentrat yang dbuka, tapi juga ore bauksit, nikel dan mineral, dan itu waktunya sampai 2021," ungkap dia.
Selain anggapan bahwa seolah pemerintah seperti terus menerus melayani industri pertambangan yang menguras kekayaan alam Indonesia, industri itu justru melakukan penghancuran lingkungan hidup, khususnya mengurangi bentang alam yaitu hutan, bahkan mengancam keselamatan warga.
"Deforestasi (pengurangan hutan) akan terjadi. Karena yang namanya pengerukan itu, pasti akan mengorbankan lingkungan dan hutan," pungkas Khalisah.
Baca Juga:
Perpanjangan Ekspor Mineral Picu Kontroversi Perdagangan
Jatam: Pemerintah Terkesan Diatur Freeport
(izz)