Jawa Timur Targetkan Investor Pasar Modal Tumbuh 5%
A
A
A
SURABAYA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2017 mendatang, menargetkan jumlah investor pasar modal di Jawa Timur (Jatim) naik hingga 5% dari jumlah penduduk Jatim sebanyak 38 juta jiwa. Saat ini, dari populasi penduduk Jatim, hanya 63.000 atau baru 1% yang berinvestasi di pasar modal.
Kepala OJK Kantor Regional 4 Jatim, Sukamto mengaku, pihaknya terus berupaya ada penambahan investor baru di pasar modal. Salah satunya dengan memperkuat literasi dan inklusi. Literasi diperlukan agar masyarakat paham tentang pasar modal. Sedangkan inklusi adalah instrumen serta fasilitas yang disediakan di pasar keuangan tersebut. “Dengan literasi dan inklusi, kami harapkan dalam jangka waktu setahun ke depan, jumlah investor di pasar modal terus bertumbuh,” katanya, Kamis (20/10/2016).
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Alpino Kianjaya menambahkan, budaya masyarakat tentang pasar modal di Indonesia, khususnya Jatim masih sangat minim. Masyarakat lebih memilih menyimpan dana mereka di bank atau di rumah. Padahal menyimpan uang, baik itu di bank atau bahkan di rumah, kurang begitu menguntungkan. Apalagi di simpan di rumah, tentu saja resiko uang hilang sangat tinggi.
“Sesuai dengan data yang dihimpun BEI, investasi di pasar modal khususnya di saham lebih menguntungkan dibanding instrumen investasi lain seperti emas atau deposito,” terangnya.
Dia menjelaskan, rata-rata tingkat imbal hasil investasi di pasar modal selama 10 tahun terakhir sebesar 21,18% per bulan. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata suku bunga deposito perbankan selama 10 tahun terakhir yang hanya sebesar 7,47% per bulan. Begitu pula dengan rata-rata investasi emas yang mendapat imbal investasi sebesar 10,02 per bulan. Selain itu, resiko di pasar modal dapat dipelajari.
“Sarana penunjang keamanan investor juga terus dikembangkan BEI, KPEI (Kliring Penjamin Efek Indonesia) dan KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia),” ujarnya.
Head of Education and Information BEI Area 2, Nur Harjantie mengatakan, ada beberapa kendala yang menyebabkan jumlah investor pasar modal di Jatim sangat rendah. Salah satunya anggapan bahwa investasi di pasar modal butuh dana besar. Perdagangan di pasar modal dalam satuan round lot biasanya 500 lembar.
Namun, agar lebih bisa dijangkau masyarakat, maka ke depan akan diubah satu lot menjadi 100 lembar. “Dengan adanya perubahan lot tersebut, kami berharap bisa menarik sebanyak mungkin investor baru. Terutama dari kalangan mahasiswa,” katanya.
Kepala OJK Kantor Regional 4 Jatim, Sukamto mengaku, pihaknya terus berupaya ada penambahan investor baru di pasar modal. Salah satunya dengan memperkuat literasi dan inklusi. Literasi diperlukan agar masyarakat paham tentang pasar modal. Sedangkan inklusi adalah instrumen serta fasilitas yang disediakan di pasar keuangan tersebut. “Dengan literasi dan inklusi, kami harapkan dalam jangka waktu setahun ke depan, jumlah investor di pasar modal terus bertumbuh,” katanya, Kamis (20/10/2016).
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Alpino Kianjaya menambahkan, budaya masyarakat tentang pasar modal di Indonesia, khususnya Jatim masih sangat minim. Masyarakat lebih memilih menyimpan dana mereka di bank atau di rumah. Padahal menyimpan uang, baik itu di bank atau bahkan di rumah, kurang begitu menguntungkan. Apalagi di simpan di rumah, tentu saja resiko uang hilang sangat tinggi.
“Sesuai dengan data yang dihimpun BEI, investasi di pasar modal khususnya di saham lebih menguntungkan dibanding instrumen investasi lain seperti emas atau deposito,” terangnya.
Dia menjelaskan, rata-rata tingkat imbal hasil investasi di pasar modal selama 10 tahun terakhir sebesar 21,18% per bulan. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata suku bunga deposito perbankan selama 10 tahun terakhir yang hanya sebesar 7,47% per bulan. Begitu pula dengan rata-rata investasi emas yang mendapat imbal investasi sebesar 10,02 per bulan. Selain itu, resiko di pasar modal dapat dipelajari.
“Sarana penunjang keamanan investor juga terus dikembangkan BEI, KPEI (Kliring Penjamin Efek Indonesia) dan KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia),” ujarnya.
Head of Education and Information BEI Area 2, Nur Harjantie mengatakan, ada beberapa kendala yang menyebabkan jumlah investor pasar modal di Jatim sangat rendah. Salah satunya anggapan bahwa investasi di pasar modal butuh dana besar. Perdagangan di pasar modal dalam satuan round lot biasanya 500 lembar.
Namun, agar lebih bisa dijangkau masyarakat, maka ke depan akan diubah satu lot menjadi 100 lembar. “Dengan adanya perubahan lot tersebut, kami berharap bisa menarik sebanyak mungkin investor baru. Terutama dari kalangan mahasiswa,” katanya.
(ven)