Tiru Skema Gas Industri Malaysia, Penerimaan RI Terancam Tergerus
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan, penerimaan negara bakal turun hingga USD544 juta per tahun, jika pemerintah meniru skema penetapan harga gas industri di Malaysia. Pasalnya, selama ini Malaysia memberikan subsidi terhadap penjualan harga gas industri.
(Baca Juga: Penyebab Harga Gas Industri Malaysia Lebih Murah dari Indonesia)
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I GN Wiratmaja Puja mengatakan, selama ini Negeri Jiran -julukan Malaysia- tersebut memberikan insentif kepada kontraktor gas di hulu dengan tidak mengambil porsi bagi hasil pemerintah atau di Indonesia dikenal dengan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) nya. Sehingga, harga gas industri di negera tetangga itu bisa jauh lebih rendah dari Indonesia.
"Malaysia lebih rendah (harga gas industrinya) karena tidak ada share untuk negara. Jadi dia menggunakan sistem subsidi," katanya di Gedung Ditjen Migas, Jakarta, Senin (24/10/2016).
(Baca Juga: Jokowi Minta Harga Gas Industri Turun Jadi USD6/MMBTU)
Labih lanjut dia membeberkan, jika dilihat struktur gas secara umum di Indonesia maka harga gas di hulu bisa mencapai USD5 miliar per MMBTu jika PNBP tidak diambil. Sementara, jika pemerintah lebih ekstrem lagi dengan tidak mewajibkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk menyetor pajak penghasilan (PPh), maka harga gas nasional bisa di kisaran USD3,8 per MMBTu.
"Secara umum, kalau PNBP tidak diambil maka harga gas akan sekitar USD5 per MMBTu. Kalau pajak dan PNBP enggak diambil sama sekali maka harga gas rata-rata USD3,8 per MMBTu di hulu," imbuh dia.
Namun dia menambahkan, pemerintah juga masih harus memperhitungkan alternatif yang bisa dilakukan untuk menurunkan harga gas industri. Karena, jika PNBP tidak diambil maka negara bisa rugi sekitar USD544 juta per tahun.
"Kalau pajak dan PNBP enggak diambil sama sekali maka penerimaan negara akan berkurang USD1,26 miliar per tahun. Ini gas pipa di dalam negeri ya based on contract. Alternatif untuk menurunkan tentu perlu dibahas," tandasnya.
(Baca Juga: Penyebab Harga Gas Industri Malaysia Lebih Murah dari Indonesia)
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I GN Wiratmaja Puja mengatakan, selama ini Negeri Jiran -julukan Malaysia- tersebut memberikan insentif kepada kontraktor gas di hulu dengan tidak mengambil porsi bagi hasil pemerintah atau di Indonesia dikenal dengan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) nya. Sehingga, harga gas industri di negera tetangga itu bisa jauh lebih rendah dari Indonesia.
"Malaysia lebih rendah (harga gas industrinya) karena tidak ada share untuk negara. Jadi dia menggunakan sistem subsidi," katanya di Gedung Ditjen Migas, Jakarta, Senin (24/10/2016).
(Baca Juga: Jokowi Minta Harga Gas Industri Turun Jadi USD6/MMBTU)
Labih lanjut dia membeberkan, jika dilihat struktur gas secara umum di Indonesia maka harga gas di hulu bisa mencapai USD5 miliar per MMBTu jika PNBP tidak diambil. Sementara, jika pemerintah lebih ekstrem lagi dengan tidak mewajibkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk menyetor pajak penghasilan (PPh), maka harga gas nasional bisa di kisaran USD3,8 per MMBTu.
"Secara umum, kalau PNBP tidak diambil maka harga gas akan sekitar USD5 per MMBTu. Kalau pajak dan PNBP enggak diambil sama sekali maka harga gas rata-rata USD3,8 per MMBTu di hulu," imbuh dia.
Namun dia menambahkan, pemerintah juga masih harus memperhitungkan alternatif yang bisa dilakukan untuk menurunkan harga gas industri. Karena, jika PNBP tidak diambil maka negara bisa rugi sekitar USD544 juta per tahun.
"Kalau pajak dan PNBP enggak diambil sama sekali maka penerimaan negara akan berkurang USD1,26 miliar per tahun. Ini gas pipa di dalam negeri ya based on contract. Alternatif untuk menurunkan tentu perlu dibahas," tandasnya.
(akr)