Disebut Liberal, UU Migas Mendesak Direvisi

Senin, 24 Oktober 2016 - 17:35 WIB
Disebut Liberal, UU Migas Mendesak Direvisi
Disebut Liberal, UU Migas Mendesak Direvisi
A A A
JAKARTA - Pengamat energi dari Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi mengatakan, Undang-undang (UU) yang mengatur tentang minyak dan gas bumi (Migas) harus segera disahkan. Namun menurutnya ada beberapa pihak yang ingin UU Migas tersebut tetap bersifat liberal, sehingga pembahasannya sangat alot.

(Baca Juga: Duet Jonan-Arcandra Jamin Investasi Hulu Migas)

"Kenapa pembahasannya sampai sekarang belum tuntas, padahal sudah dibahas sejak 2008. Saya kira ini karena ada pihak yang ingin revisi UU Migas masih bersifat liberal, sama seperti UU Migas saat ini," ungkap Radhi lewat keterangan tertulis di Jakarta, Senin (24/10/2016).

Lebih lanjut dia menduga berlarutnya pembahasan UU Migas karena ada pihak-pihak yang masih menginginkan UU No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) saat ini tetap diberlakukan.

"Jadi semacam seperti dibuat status quo agar UU Migas saat ini masih diberlakukan. UU Migas saat ini sangat liberal, jadi memang banyak yang menginginkan UU itu tetap berlaku, terutama para pemburu rente," jelas dia.

Dia menambahkan, di dalam UU Migas yang berlaku saat ini, PT Pertamina (Persero) ditempatkan sama dengan kontraktor-kontraktor asing lainnya sehingga dia harus ikut tender apabila ingin turut dalam pengelolaan migas.

"Ini jelas sangat merugikan Pertamina sebagai BUMN yang 100% sahamnya dimiliki negara. Semestinya pengelolaan migas terlebih dahulu diberikan kepada Pertamina sebagai perusahaan milik negara. Baru apabila Pertamina tidak mampu, kemudian diberikan kepada investor asing," ujar dia.

Menurut dia seharusnya liberalisasi menciptakan efisiensi, namun faktanya kini pemilik modal yang akhirnya menguasai. Fahmi lantas mendesak pemerintah dan juga DPR untuk segera menuntaskan pembahasan revisi UU Migas.

"Kalau tidak, alternatifnya dengan peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (UU). Upaya melakukan perubahan harus segera dilakukan karena ini berbahaya sekali," katanya.

Lanjut dia menerangkan, dirinya pada Selasa (25/10) diundang oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk membahas percepatan RUU Migas. Sebelumnya Anggota Komisi VII DPR Kurtubi pernah berkomentar, komisinya pesimistis revisi UU 22/2001 bisa rampung akhir tahun ini, karena perdebatan substansi revisi oleh antarfraksi sangat alot.

"Lambatnya revisi UU Migas tidak bisa terhindarkan, karena seluruh fraksi di Komisi VII memiliki argumen dan pandangan terkait poin-poin revisi," ujar Kurtubi belum lama ini.

Poin krusial yang menjadi perdebatan, jelas Kurtubi, menyangkut posisi pemerintah terkait kuasa pertambangan migas. Sesuai mandat konstitusi imbuh dia, pemerintah tidak boleh terlibat dalam kegiatan hulu migas, tetapi punya kepanjangan tangan dengan menugaskan badan usaha khusus milik negara.

"Nah, pembicaraan mengenai status badan usaha inilah yang menyita waktu. Sejumlah fraksi mengusulkan dibentuk badan usaha khusus dan beberapa fraksi mendorong pemanfaatan BUMN yang sudah ada," ujarnya.

Kurtubi pun mengusulkan agar badan usaha khusus tersebut diserahkan kepada Pertamina. Sebelumnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan memastikan revisi UU Migas terus berjalan sebagaimana mestinya. Apalagi revisi ini merupakan salah satu inisiatif dari DPR, yang artinya agar bisa cepat rampung.

Jonan berkomentar, jika draf revisi UU Migas sudah sampai di tangan DPR, maka pasti akan diberitahukan kepada presiden. Setelah itu, Presiden akan memberikan mandatnya kepada Kementerian ESDM.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4468 seconds (0.1#10.140)