Pasar Keuangan Dunia Lemah, Indonesia Lebih Stabil

Kamis, 10 November 2016 - 18:05 WIB
Pasar Keuangan Dunia Lemah, Indonesia Lebih Stabil
Pasar Keuangan Dunia Lemah, Indonesia Lebih Stabil
A A A
JAKARTA - Pasar keuangan dunia pada Oktober 2016 cenderung melemah. Namun, stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia hingga akhir Oktober 2016 relatif lebih stabil.

Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia hingga akhir Oktober 2016 dalam kondisi normal, meski beberapa indikator kinerja sektor jasa keuangan perlu dicermati lebih jauh.

"Hal ini dipengaruhi oleh ketidakpastian yang masih meliputi pemulihan ekonomi global, sentimen potensi kenaikan Federal Funds Rate (FFR) yang diperkirakan pada Desember 2016, dan fluktuasi harga minyak," ujar Deputi Komisioner Manajemen Strategis IA OJK Imansyah dalam siaran persnya kepada SINDOnews, Kamis (10/11/2016).

Lebih lanjut, dia menerangkan, pasar saham domestik relatif stabil di tengah kecenderungan net sell nonresiden sebagai langkah price in investor menjelang rencana kenaikan FFR pada akhir tahun. Pasar saham domestik pada Oktober 2016 menguat sebesar 1,1%.

"Penguatan ini didorong oleh sektor pertambangan yang menguat 13,7% seiring berlanjutnya tren peningkatan harga batu bara. Secara year to date, IHSG telah menguat sebesar 18,1%," katanya.

Imansyah menjelaskan menguatnya ekspektasi kenaikan FFR juga berimbas di pasar SBN yang cenderung melemah disertai meningkatnya aksi jual investor nonresiden. Rata-rata yield jangka pendek, menengah, dan panjang naik masing-masing sebesar 13 bps, 20 bps, dan 27 bps.

"Kecenderungan net sell nonresiden menjelang kenaikan FFR juga terjadi pada akhir 2015, namun intensitas net sell saat ini terpantau jauh lebih moderat. Secara ytd, nonresiden masih melakukan net buy cukup signifikan di saham dan SBN masing-masing sebesar Rp32,2 triliun dan Rp117,1 triliun," katanya.

OJK juga memantau fungsi intermediasi lembaga jasa keuangan (LJK) masih menghadapi tantangan. Pertumbuhan kredit perbankan per September 2016 tercatat sebesar 6,47% yoy (year on year), turun dari pertumbuhan kredit pada Agustus 2016 di level 6,83%.

"Turunnya pertumbuhan kredit terutama didorong oleh kontraksi kredit dalam valuta asing sebesar 12,9% yoy sejalan dengan kinerja eksternal yang masih dalam tren menurun. Kredit rupiah masih tumbuh cukup baik di level 10,5%," jelasnya.

Sementara itu, intermediasi perusahaan pembiayaan mulai menunjukkan arah perbaikan, piutang pembiayaan per September 2016 tumbuh 1,83% yoy atau naik dari Agustus 2016 sebesar 0,87%.

"Di tengah fungsi intermediasi LJK yang masih menghadapi tantangan, penghimpunan dana lewat pasar modal cenderung meningkat. Penghimpunan dana oleh korporasi melalui pasar modal (IPO, rights issue, dan penerbitan obligasi korporasi) sampai akhir Oktober 2016 mencapai Rp148,6 triliun, dengan pipeline penawaran umum masih sebesar Rp53,4 triliun," paparnya.

Penghimpunan dana di pasar modal pada 2016, mencatat lonjakan signifikan, mengingat rata-rata penghimpunan dana 5 tahun terakhir hanya sebesar Rp102,5 triliun. Sementara itu, risiko kredit LJK terpantau menurun. Rasio non-performing loan (NPL) tercatat sebesar 3,10%, turun dibanding posisi Agustus 2016 sebesar 3,22%.

Likuiditas dan permodalan LJK juga masih berada pada level yang baik. Indikator likuiditas perbankan dalam kondisi memadai, bahkan meningkat jika dibandingkan bulan sebelumnya. Dari sisi permodalan, ketahanan LJK domestik secara umum berada pada level yang sangat mencukupi untuk mengantisipasi potensi risiko. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan per September 2016 mencapai 22,6%.

"Di industri perasuransian, Risk-Based Capital (RBC) perusahaan asuransi umum dan asuransi jiwa masing-masing berada pada level 531% dan 269%, jauh di atas ketentuan minimum yang berlaku," kata Imansyah.

OJK melihat kondisi permodalan LJK yang cukup baik perlu dioptimalisasi untuk mendukung penguatan fungsi intermediasi. Penggunaan pasar modal sebagai sumber pendanaan khususnya bagi LJK juga perlu untuk diakselerasi di tengah tren penurunan pertumbuhan simpanan dan penurunan yield obligasi.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6098 seconds (0.1#10.140)