Perusahaan Ritel AA Kembali Ajukan Proteksi Kebangkrutan
A
A
A
LOS ANGELES - Perusahaan ritel pakaian yakni American Apparel (AA) kembali mengajukan perlindungan kebangkrutan untuk kedua kalinya, setelah yang pertama mereka mereka lakukan pada Oktober 2015, lalu. Perusahaan yang fokus memproduksi busana kasual untuk pria dan wanita ini terus mengalami kerugian, di tengah negosiasi penjualan aset kepada Gildan Activewear.
Dilansir BBC, Selasa (15/11/2016) Gildan mengatakan, bahwa mereka telah menawarkan sebesar USD66 juta untuk hak merek dan saham AS, tapi tidak dengan toko offline mereka. AA sebelumnya sempat terlilit utang, mengalami penurunan penjualan yang drastis, protes karyawan, dan perselisihan hukum dengan mantan CEO serta pendiri, Dov Charney untuk memicu kebangkrutan.
Pihak perusahaan pada pekan lalu mengatakan mereka masih berjuang terkait penurunan penjualan di Inggris. American Apparel diberitakan telah mencari pembeli dan memulai pembicaraan dengan perusahaan yang punya lisensi merek serta sebuah perusahaan keuangan yakni B. finansial Riley. Perusahaan produsen pakaian lain termasuk Aeropostale, Quiksilver, Wet Seal dan Pacific Sunwear kabarnya juga tengah berjuang seiring maraknya belanja online.
American Apparel pertama kali mengajukan proteksi kebangkrutan pada Oktober 2015, dan sempat menyatakan tidak memiliki permodalan yang cukup untuk melanjutkan kegiatan operasional. Perusahaan ritel pada tahun ini ternyata masih berjuang untuk bertahan, di bawah kepemilikan sekelompok pemegang saham. Namun penjualan mereka terus menunjukkan penurunan, diperburuk dengan pengeluaran yang mahal untuk pabrik di Los Angeles.
Perusahaan sendiri telah menegaskan bahwa setiap penjualan, akan membuat tetap menjaga keberadaan pabrik manufaktur di Amerika Serikat. American Apparel harus bersaing dengan label mode ritel lainnya seperti H&M, Forever 21, dan Zara yang melakukan kegiatan manufaktur di luar negeri asal dan mencatat pertumbuhan yang pesat. Selain itu, peritel online seperti Amazon juga mewarnai persaingan di industri mode ritel.
Dilansir BBC, Selasa (15/11/2016) Gildan mengatakan, bahwa mereka telah menawarkan sebesar USD66 juta untuk hak merek dan saham AS, tapi tidak dengan toko offline mereka. AA sebelumnya sempat terlilit utang, mengalami penurunan penjualan yang drastis, protes karyawan, dan perselisihan hukum dengan mantan CEO serta pendiri, Dov Charney untuk memicu kebangkrutan.
Pihak perusahaan pada pekan lalu mengatakan mereka masih berjuang terkait penurunan penjualan di Inggris. American Apparel diberitakan telah mencari pembeli dan memulai pembicaraan dengan perusahaan yang punya lisensi merek serta sebuah perusahaan keuangan yakni B. finansial Riley. Perusahaan produsen pakaian lain termasuk Aeropostale, Quiksilver, Wet Seal dan Pacific Sunwear kabarnya juga tengah berjuang seiring maraknya belanja online.
American Apparel pertama kali mengajukan proteksi kebangkrutan pada Oktober 2015, dan sempat menyatakan tidak memiliki permodalan yang cukup untuk melanjutkan kegiatan operasional. Perusahaan ritel pada tahun ini ternyata masih berjuang untuk bertahan, di bawah kepemilikan sekelompok pemegang saham. Namun penjualan mereka terus menunjukkan penurunan, diperburuk dengan pengeluaran yang mahal untuk pabrik di Los Angeles.
Perusahaan sendiri telah menegaskan bahwa setiap penjualan, akan membuat tetap menjaga keberadaan pabrik manufaktur di Amerika Serikat. American Apparel harus bersaing dengan label mode ritel lainnya seperti H&M, Forever 21, dan Zara yang melakukan kegiatan manufaktur di luar negeri asal dan mencatat pertumbuhan yang pesat. Selain itu, peritel online seperti Amazon juga mewarnai persaingan di industri mode ritel.
(akr)