Sri Mulyani Peringatkan Ekonomi RI Jangan Asal Tumbuh
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui, pemerintah saat ini memiliki tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air. Namun, dirinya tidak mau Indonesia hanya asal tumbuh tinggi, namun perekonomiannya tidak berkualitas dan tidak menyelesaikan masalah yang ada di dalam negeri.
Dia mengatakan, pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) memiliki visi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara inklusif dan berkualitas. Selain berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah juga akan berusaha untuk mengurangi kemiskinan dan tingkat kesenjangan yang masih terjadi.
"Karena itu penting untuk negara kesatuan Republik Indonesia. Dimana kita merasa bahwa ini Tanah Air kita, tempat mewujudkan semua mimpi. Maka diperlukan berbagai macam program pemerintah untuk membuat di setiap pelosok mereka bagian dari Indonesia secara ekonomi, sosial, politik dan hukum," katanya dalam sebuah diskusi di Kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (17/11) malam.
Menurutnya, selama ini orang Indonesia terkadang hanya memperhatikan kenaikan angka statistik semata tanpa melihat kualitas di dalamnya. Misal, saving rate Indonesia saat ini sudah tumbuh sekitar 24%, namun hal tersebut masih dianggap kurang karena berkiblat bahwa saving rate China bisa di atas 40%.
"Kalau bicara tentang saving rate di 24%, kita merasa kok rendah banget dibanding China. Atau kita bilang, 30% lebih dari kredit growth is among the top in the world. Tapi kita mengatakan kok China bisa 40%, padahal 40% itu enggak healthy, enggak sehat," imbuh dia.
Oleh sebab itu, sambung mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, Indonesia ke depannya akan melihat secara utuh dari sisi komposisi pertumbuhan ekonomi. Sehingga, Indonesia tidak hanya meniru (benchmarking) melainkan juga memperhatikan keseimbangan serta keberlanjutan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang.
"Jadi kita tidak ingin hanya tumbuh tinggi setahun dua tahun kemudian ekonomi drop dan jadi krisis, apakah itu dari sisi perbankan, fiskal, APBN atau dari sisi neraca pembayaran. Itu adalah cara kita mengelola ekonomi yang tadi disebutkan tinggi, tapi inklusif dan bisa menyelesaikan masalah struktural seperti kemiskinan dan kesenjangan. Tinggi tapi dia sustainable dan kualitasnya bagus. Itu PR kita," pungkasnya.
Dia mengatakan, pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) memiliki visi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia secara inklusif dan berkualitas. Selain berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah juga akan berusaha untuk mengurangi kemiskinan dan tingkat kesenjangan yang masih terjadi.
"Karena itu penting untuk negara kesatuan Republik Indonesia. Dimana kita merasa bahwa ini Tanah Air kita, tempat mewujudkan semua mimpi. Maka diperlukan berbagai macam program pemerintah untuk membuat di setiap pelosok mereka bagian dari Indonesia secara ekonomi, sosial, politik dan hukum," katanya dalam sebuah diskusi di Kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (17/11) malam.
Menurutnya, selama ini orang Indonesia terkadang hanya memperhatikan kenaikan angka statistik semata tanpa melihat kualitas di dalamnya. Misal, saving rate Indonesia saat ini sudah tumbuh sekitar 24%, namun hal tersebut masih dianggap kurang karena berkiblat bahwa saving rate China bisa di atas 40%.
"Kalau bicara tentang saving rate di 24%, kita merasa kok rendah banget dibanding China. Atau kita bilang, 30% lebih dari kredit growth is among the top in the world. Tapi kita mengatakan kok China bisa 40%, padahal 40% itu enggak healthy, enggak sehat," imbuh dia.
Oleh sebab itu, sambung mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, Indonesia ke depannya akan melihat secara utuh dari sisi komposisi pertumbuhan ekonomi. Sehingga, Indonesia tidak hanya meniru (benchmarking) melainkan juga memperhatikan keseimbangan serta keberlanjutan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang.
"Jadi kita tidak ingin hanya tumbuh tinggi setahun dua tahun kemudian ekonomi drop dan jadi krisis, apakah itu dari sisi perbankan, fiskal, APBN atau dari sisi neraca pembayaran. Itu adalah cara kita mengelola ekonomi yang tadi disebutkan tinggi, tapi inklusif dan bisa menyelesaikan masalah struktural seperti kemiskinan dan kesenjangan. Tinggi tapi dia sustainable dan kualitasnya bagus. Itu PR kita," pungkasnya.
(akr)