Industri Manufaktur Bisa Loloskan RI dari Middle Income Trap
A
A
A
SURABAYA - Bank Indonesia (BI) menyatakan, industri manufaktur bisa meloloskan Indonesia dari jebakan kelompok negara berpenghasilan menengah (middle income trap). Namun dengan syarat porsi manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) bisa ditingkatkan lebih besar.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Yoga Affandi mengatakan, pemerintah butuh reformasi struktural guna meningkatkan sektor manufaktur. Sehingga Indonesia dapat lolos dari jebakan middle income.
"Kita agak susah lepas dari itu (middle income trap). Kinginan untuk itu harus didorong dengan reformasi struktural melalui mendorong industri manufaktur," ujarnya di Surabaya, Kamis, (24/11/2016).
Sementara, dia menyampaikan ketika sektor komoditas sedang lesu maka Indonesia mesti menemukan sumbu baru untuk menyalakan perekonomian lebih terang lagi. Salah satu yang diharapkan ini adalah infrastruktur karena bersifat jangka panjang.
"Kuncinya reformasi struktural, yang mendukung dalam jangka panjang. Itu yang akan memberikan kenaikan taraf hidup ke masyarakat dan ini terbukti di negara-negara besar," katanya.
Yoga menambahkan, Indonesia sendiri sebenarnya merupakan negara dengan industri manufaktur yang kuat. Kekuatan itu harus bisa dimanfaatkan supaya dapat berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional seperti dengan meningkatkan ekspor.
"Industri mana yang berpotensi ke depannya? Di China lihat industri apa yang sedang tren. Kita harus bisa melihat peluang-peluang karena ini yang akan mendorong ekonomi kita," pungkasnya.
Sebagai informasi dari segi pendapatan per kapita penduduknya, negara-negara di dunia digolongkan menjadi tiga kelompok yakni negara berpendapatan rendah (PDB per kapita lebih kecil dari USD1.000), menengah (PDB per kapita lebih besar dari USD1.000 sampai USD10.000), dan tinggi (PDB per kapita lebih besar dari USD10.000) (Bank Dunia, 2001).
Semua bangsa tentu ingin negaranya menjadi maju dan makmur (berpendapatan tinggi). Namun, rupanya tidak mudah bagi sebuah negara untuk naik kelas dari berpendapatan menengah ke berpendapatan tinggi. Buktinya dari 113 negara yang telah berstatus berpendapatan menengah sejak 1960, hanya 13 negara yang sampai sekarang berhasil naik kelas menjadi negara berpendapatan tinggi, antara lain Jepang, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Singapura, Arab Saudi, dan Qatar. Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Suatu negara dikatakan tidak terperangkap jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap), bila ia mampu naik kelas dari negara berpendapatan menengah ke berpendapatan tinggi dalam waktu paling lama 42 tahun. Indonesia hingga kini telah 28 tahun berstatus sebagai negara berpendapatan menengah. Artinya, jika tidak ingin terjebak dalam middleincome trap, PDB per kapita Indonesia pada tahun 2030 atau 14 tahun lagi harus lebih besar dari USD10.000.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Yoga Affandi mengatakan, pemerintah butuh reformasi struktural guna meningkatkan sektor manufaktur. Sehingga Indonesia dapat lolos dari jebakan middle income.
"Kita agak susah lepas dari itu (middle income trap). Kinginan untuk itu harus didorong dengan reformasi struktural melalui mendorong industri manufaktur," ujarnya di Surabaya, Kamis, (24/11/2016).
Sementara, dia menyampaikan ketika sektor komoditas sedang lesu maka Indonesia mesti menemukan sumbu baru untuk menyalakan perekonomian lebih terang lagi. Salah satu yang diharapkan ini adalah infrastruktur karena bersifat jangka panjang.
"Kuncinya reformasi struktural, yang mendukung dalam jangka panjang. Itu yang akan memberikan kenaikan taraf hidup ke masyarakat dan ini terbukti di negara-negara besar," katanya.
Yoga menambahkan, Indonesia sendiri sebenarnya merupakan negara dengan industri manufaktur yang kuat. Kekuatan itu harus bisa dimanfaatkan supaya dapat berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional seperti dengan meningkatkan ekspor.
"Industri mana yang berpotensi ke depannya? Di China lihat industri apa yang sedang tren. Kita harus bisa melihat peluang-peluang karena ini yang akan mendorong ekonomi kita," pungkasnya.
Sebagai informasi dari segi pendapatan per kapita penduduknya, negara-negara di dunia digolongkan menjadi tiga kelompok yakni negara berpendapatan rendah (PDB per kapita lebih kecil dari USD1.000), menengah (PDB per kapita lebih besar dari USD1.000 sampai USD10.000), dan tinggi (PDB per kapita lebih besar dari USD10.000) (Bank Dunia, 2001).
Semua bangsa tentu ingin negaranya menjadi maju dan makmur (berpendapatan tinggi). Namun, rupanya tidak mudah bagi sebuah negara untuk naik kelas dari berpendapatan menengah ke berpendapatan tinggi. Buktinya dari 113 negara yang telah berstatus berpendapatan menengah sejak 1960, hanya 13 negara yang sampai sekarang berhasil naik kelas menjadi negara berpendapatan tinggi, antara lain Jepang, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Singapura, Arab Saudi, dan Qatar. Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Suatu negara dikatakan tidak terperangkap jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap), bila ia mampu naik kelas dari negara berpendapatan menengah ke berpendapatan tinggi dalam waktu paling lama 42 tahun. Indonesia hingga kini telah 28 tahun berstatus sebagai negara berpendapatan menengah. Artinya, jika tidak ingin terjebak dalam middleincome trap, PDB per kapita Indonesia pada tahun 2030 atau 14 tahun lagi harus lebih besar dari USD10.000.
(akr)