Kisah Sri Mulyani Soal El Nino APBN
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kini rajin mengkampanyekan gerakan sadar APBN. Dalam seminar nasional Tantangan Pengelolaan APBN dari Masa ke Masa, Ani--panggilannya--menceritakan pengalaman saat pertama jadi menteri keuangan tahun 2005. Ketika itu, keuangan negara dan Kemenkeu sedang mengalami El Nino.
El Nino yang dimaksud bukanlah gejala anomali cuaca di kawasan Pasifik, namun sebuah "badai" yang menerjang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kala itu. Dan bisa dibilang kondisi saat itu berada diambang krisis.
"Zaman saya pertama jadi menkeu, El Nino datang saat itu. Dan El Nino senang sekali mendatang Kementerian Keuangan saat itu. Dalam artian, APBN kita sering kena goyang," kata Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Saat El Nino ekonomi datang waktu itu, harga minyak sedang mahal sehingga Presiden yang baru menjabat setahun (SBY) menghadapi situasi dimana APBN tidak kredibel lagi. Karena penerimaan naik tapi subsidinya naik lebih besar lagi. Sehingga defisit membengkak dan menjadi persoalan besar. (Baca: Boediono: APBN Jangan Digunakan Sebagai Alat Politik)
"Jadi kami harus mengembalikan bagaimana mengurus subsidi menjadi lebih baik, sehingga eksposur dari risiko itu bisa ditangani melalui penerimaan minyak yang meningkat tapi subsidi meningkat," kata dia.
Pemerintah waktu itu juga menghadapi persoalan mengenai makin banyak fungsi-fungsi yang didelegasikan ke daerah. Undang-undang mengenai perimbangan keuangan dihasilkan dan pemerintah mulai melakukan transfer ke banyak daerah.
Hal itu kemudian menjadi persoalan baru bagi Indonesia. Karena sebelumnya pemda tidak di-empower alias tidak diberdayakan, tidak ada yang namanya pemilihan langsung daerah.
"Dan waktu itu, secara politik, keuangan negara dan daerah menjadi sebuah milestone (tonggak sejarah) yang luar biasa bagi Republik Indonesia. Jadi bisa dibayangkan waktu itu, goyangnya APBN kita seperti apa," pungkasnya.
El Nino yang dimaksud bukanlah gejala anomali cuaca di kawasan Pasifik, namun sebuah "badai" yang menerjang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kala itu. Dan bisa dibilang kondisi saat itu berada diambang krisis.
"Zaman saya pertama jadi menkeu, El Nino datang saat itu. Dan El Nino senang sekali mendatang Kementerian Keuangan saat itu. Dalam artian, APBN kita sering kena goyang," kata Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Saat El Nino ekonomi datang waktu itu, harga minyak sedang mahal sehingga Presiden yang baru menjabat setahun (SBY) menghadapi situasi dimana APBN tidak kredibel lagi. Karena penerimaan naik tapi subsidinya naik lebih besar lagi. Sehingga defisit membengkak dan menjadi persoalan besar. (Baca: Boediono: APBN Jangan Digunakan Sebagai Alat Politik)
"Jadi kami harus mengembalikan bagaimana mengurus subsidi menjadi lebih baik, sehingga eksposur dari risiko itu bisa ditangani melalui penerimaan minyak yang meningkat tapi subsidi meningkat," kata dia.
Pemerintah waktu itu juga menghadapi persoalan mengenai makin banyak fungsi-fungsi yang didelegasikan ke daerah. Undang-undang mengenai perimbangan keuangan dihasilkan dan pemerintah mulai melakukan transfer ke banyak daerah.
Hal itu kemudian menjadi persoalan baru bagi Indonesia. Karena sebelumnya pemda tidak di-empower alias tidak diberdayakan, tidak ada yang namanya pemilihan langsung daerah.
"Dan waktu itu, secara politik, keuangan negara dan daerah menjadi sebuah milestone (tonggak sejarah) yang luar biasa bagi Republik Indonesia. Jadi bisa dibayangkan waktu itu, goyangnya APBN kita seperti apa," pungkasnya.
(ven)