DPR Sindir Pembangunan Smelter Freeport Layaknya Sinetron
A
A
A
JAKARTA - Komisi VII DPR RI menyindir sikap PT Freeport Indonesia yang terus mengulur-ulur waktu pembangunan pabrik pengolahann dan pemurnian konsentrat (smelter). Bahkan, dia menyebut kasus Freeport tersebut layaknya sinetron berseri yang tak berujung.
(Baca: Freeport Enggan Bangun Smelter Sebelum Kontrak Diperpanjang)
Anggota Komisi VII DPR RI Endrie Saifoel mengatakan, pemegang kontrak karya (KK) pertambangan sejatinya sudah harus membangun smelter sejak adanya Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Namun, hingga kini pembangunan smelter raksasa tambang Amerika Serikat (AS) tersebut tak kunjung terealisasi.
"Saya pikir sinetron saja berseri, ternyata ini juga berseri babak demi babak, seri demi seri. Judulnya sama. Hampir sama dengan tersanjung, tapi ini judulnya smelter," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (7/12/2016).
Menurutnya, yang dilakukan Freeport selama ini telah melanggar UU. Pengusaha tambang kelas kakap ini telah mengakali pemerintah agar izin ekspor mineral mentah tetap diberikan, meskipun pembangunan smelter tidak kunjung direalisasikan.
(Baca: Freeport Belum Putuskan Lokasi Pembangunan Smelter)
"UU Nomor 4 tahun 2009 disitu dijelaskan kewajiban pemegang KK untuk melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun setelah diundangkan. Ini jelas pelanggaran UU," imbuh dia.
Apalagi Freeport mengeluarkan pernyataan bahwa smelter tidak akan dibangun jika mereka tidak mendapatkan kepastian mengenai perpanjangan kontrak. Kontrak Freeport berakhir pada 2021, dan baru akan ditentukan kepastiannya dua tahun sebelum kontrak berakhir atau 2019.
Karena itu, politisi Partai Nasdem ini meminta ketegasan sikap dari pemerintah dalam hal ini Dirjen Minerba terkait hal tersebut. "Padahal banyak potensi kerugian negara yang tidak tergarap secara maksimal untuk kepentingan negara. Saya minta ketegasan Dirjen Minerba soal penegakan hukum," tuturnya.
(Baca: Freeport Enggan Bangun Smelter Sebelum Kontrak Diperpanjang)
Anggota Komisi VII DPR RI Endrie Saifoel mengatakan, pemegang kontrak karya (KK) pertambangan sejatinya sudah harus membangun smelter sejak adanya Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Namun, hingga kini pembangunan smelter raksasa tambang Amerika Serikat (AS) tersebut tak kunjung terealisasi.
"Saya pikir sinetron saja berseri, ternyata ini juga berseri babak demi babak, seri demi seri. Judulnya sama. Hampir sama dengan tersanjung, tapi ini judulnya smelter," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (7/12/2016).
Menurutnya, yang dilakukan Freeport selama ini telah melanggar UU. Pengusaha tambang kelas kakap ini telah mengakali pemerintah agar izin ekspor mineral mentah tetap diberikan, meskipun pembangunan smelter tidak kunjung direalisasikan.
(Baca: Freeport Belum Putuskan Lokasi Pembangunan Smelter)
"UU Nomor 4 tahun 2009 disitu dijelaskan kewajiban pemegang KK untuk melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun setelah diundangkan. Ini jelas pelanggaran UU," imbuh dia.
Apalagi Freeport mengeluarkan pernyataan bahwa smelter tidak akan dibangun jika mereka tidak mendapatkan kepastian mengenai perpanjangan kontrak. Kontrak Freeport berakhir pada 2021, dan baru akan ditentukan kepastiannya dua tahun sebelum kontrak berakhir atau 2019.
Karena itu, politisi Partai Nasdem ini meminta ketegasan sikap dari pemerintah dalam hal ini Dirjen Minerba terkait hal tersebut. "Padahal banyak potensi kerugian negara yang tidak tergarap secara maksimal untuk kepentingan negara. Saya minta ketegasan Dirjen Minerba soal penegakan hukum," tuturnya.
(izz)