Data Perdagangan China November Mulai Meningkat
A
A
A
BEIJING - Data perdagangan China membaik pada November 2016 berbanding Oktober kemarin. Melansir dari CNBC, Kamis (8/12/2016), ekspor China pada November naik 0,1%, membalikkan penurunan 7,3% pada Oktober lalu.
Naiknya nilai ekspor berkat permintaan dari mitra dagang utama China yang meningkat, terutama dari Eropa namun pengiriman ke negara berkembang tetap lemah.
Sementara impor China pada November naik 6,7%. Angka ini melesat sejak September 2014. Sedangkan impor China pada Oktober turun 1,4%.
Hasil ini membuat surplus perdagangan China pada November mencapai USD44,61 miliar atau setara dengan Rp592,53 triliun (estimasi kurs Rp13.282/USD), berbanding USD49,06 miliar pada bulan Oktober.
“Peningkatan ekspor mencerminkan penguatan permintaan global. Dan hasil survei terbaru menunjukkan bahwa negara maju mulai berada di jalur tepat untuk mengakhiri kelesuan ekonomi tahun ini,” tulis Julian Evans-Pritchard, pemerhati ekonomi China di Capital Economics kepada Reuters, Kamis (8/12/2016).
Dan peningkatan impor China dipicu oleh keinginan memenuhi kebutuhan industri mereka. Meski mata uang yuan China mengalami penurunan, namun pengiriman komoditas ke China terus meningkat. Seperti bijih besi, minyak mentah, batubara, tembaga, dan kedelai.
Gencarnya pembangunan infrastruktur oleh pemerintah China dan mulai membaiknya sektor properti, memicu boom konstruksi di China pada tahun ini. Sehingga memacu permintaan komoditas industri seperti baja.
Pada November 2016, China mengimpor 91.980.000 ton bijih besi, sebuah impor tertinggi dalam tiga bulan. Sementara impor tembaga yang digunakan untuk pipa dan kabel melonjak 31%. Analis komoditas di Commonwealth Bank di Melbourne, Australia, Vivek Dhar mengatakan bahwa kenaikan impor tembaga China tercermin dalam kenaikan persediaan Shanghai Futures Exchange dan permintaan kuat dari sektor listrik dan konstruksi.
China juga meningkatkan volume impor batubara dan logam. Dan pemerintah China juga meningkatkan pertumbuhan atas kebutuhan semen, yang tahun ini tetapkan sebesar 6,5%-7%.
Naiknya nilai ekspor berkat permintaan dari mitra dagang utama China yang meningkat, terutama dari Eropa namun pengiriman ke negara berkembang tetap lemah.
Sementara impor China pada November naik 6,7%. Angka ini melesat sejak September 2014. Sedangkan impor China pada Oktober turun 1,4%.
Hasil ini membuat surplus perdagangan China pada November mencapai USD44,61 miliar atau setara dengan Rp592,53 triliun (estimasi kurs Rp13.282/USD), berbanding USD49,06 miliar pada bulan Oktober.
“Peningkatan ekspor mencerminkan penguatan permintaan global. Dan hasil survei terbaru menunjukkan bahwa negara maju mulai berada di jalur tepat untuk mengakhiri kelesuan ekonomi tahun ini,” tulis Julian Evans-Pritchard, pemerhati ekonomi China di Capital Economics kepada Reuters, Kamis (8/12/2016).
Dan peningkatan impor China dipicu oleh keinginan memenuhi kebutuhan industri mereka. Meski mata uang yuan China mengalami penurunan, namun pengiriman komoditas ke China terus meningkat. Seperti bijih besi, minyak mentah, batubara, tembaga, dan kedelai.
Gencarnya pembangunan infrastruktur oleh pemerintah China dan mulai membaiknya sektor properti, memicu boom konstruksi di China pada tahun ini. Sehingga memacu permintaan komoditas industri seperti baja.
Pada November 2016, China mengimpor 91.980.000 ton bijih besi, sebuah impor tertinggi dalam tiga bulan. Sementara impor tembaga yang digunakan untuk pipa dan kabel melonjak 31%. Analis komoditas di Commonwealth Bank di Melbourne, Australia, Vivek Dhar mengatakan bahwa kenaikan impor tembaga China tercermin dalam kenaikan persediaan Shanghai Futures Exchange dan permintaan kuat dari sektor listrik dan konstruksi.
China juga meningkatkan volume impor batubara dan logam. Dan pemerintah China juga meningkatkan pertumbuhan atas kebutuhan semen, yang tahun ini tetapkan sebesar 6,5%-7%.
(ven)