BI Ungkap Uang Keluar Selama Libur Nataru Rp1,5 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan uang sebanyak Rp1,5 triliun sejak musim libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2017. Data tersebut mereka dapat dari penarikan uang yang dilakukan kalangan perbankan di Bank Indonesia.
Sebab, selama libur Natal dan Tahun Baru ini, BI telah menyiapkan uang tunai sebanyak Rp4 triliun. Kepala Kantor Perwakilan BI Yogyakarta Arief Budi Santosa mengungkapkan, untuk mengatasi lonjakan penggunaan uang selama libur Natal dan Tahun Baru, pihaknya telah menyiapkan uang tunai sebanyak Rp4 triliun.
Hingga saat ini, dana yang masih tersimpan di kantor perwakilan BI masih sebanyak Rp2,5 triliun. Artinya, uang ditarik masyarakat melalui perbankan ada sekitar Rp1,5 triliun. "Perbankan memang berkewajiban menyediakan uang sesuai kebutuhan dari masyarakat," ujarnya di Yogyakarta, Kamis (29/12/2016).
Dana yang disiapkan BI biasanya ditarik perbankan untuk mengisi mesin anjungan tunai mandiri (ATM) ataupun persediaan di kantor kas mereka. Ketersediaan uang tunai sangat diperlukan karena biasanya di waktu liburan seperti sekarang ini banyak masyarakat yang menarik uang demi kepentingan berlibur mereka mulai dari biaya liburan, beli oleh-oleh ataupun akomodasi.
Arief menuturkan, biasanya wisatawan luar daerah yang berlibur ke Yogyakara jarang yang membawa uang tunai. Wisatawan cenderung membawa kartu yang dikeluarkan perbankan baik kartu kredit ataupun kartu ATM. Untuk memenuhi keperluan belanja mereka, wisatawan baru melakukan penarikan di mesin-mesin ATM atau kantor kas perbankan mereka di Yogyakarta.
Karena itu, jauh sebelum liburan Natal dan Tahun Baru tiba, pihaknya sudah mewanti-wanti perbankan agar mesin ATM mereka jangan sampai ada yang kosong. 21 bank baik nasional ataupun internasional yang memiliki kantor kas dan mesin ATM di Yogyakarta wajib menjaga likuiditas mesin ATM mereka.
Termasuk likuiditas di kantor kas yang membuka layanan selama libur Natal dan Tahun Baru. "Kami juga mengimbau kepada BPR," tuturnya.
Dia mengakui sebenarnya BPR tidak ada yang memiliki mesin ATM karena memang peraturannya mengatur demikian. Biasanya BPR akan 'menginduk' dengan bank-bank umum yang skalanya lebih besar untuk mengeluarkan kartu ATM sekaligus beserta mesinnya.
Menurutnya, untuk penyediaan kartu dan mesin ATM tersebut, investasi yang dikeluarkan tidak sedikit. BPR-BPR di Yogyakarta sebagian besar belum mampu untuk membangun infrastruktur layanan ATM beserta mesinnya.
Selain infrastruktur, teknologi yang dimiliki BPR juga belum memungkinkan untuk membuat jaringan layanan tersebut. Di Yogyakarta, hanya ada beberapa BPR yang memiliki kartu dan mesin ATM.
BPR-BPR tersebut tergabung dalam satu jaringan, Danagung Group. "Itupun menginduk dengan bank swasta internasional," paparnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY Bambang Kristiyono menambahkan, setiap musim liburan datang, angka konsumsi masyarakat di Yogyakarta mengalami peningkatan. Belanja wisatawan di obyek wisata, sentra kuliner ataupun pusat oleh-oleh akan mengalami lonjakan dibanding hari biasa.
Sehingga, keadaan ini akan memicu peningkatan permintaan yang berimbas pada kenaikan harga. "Yogyakarta sebagai destinasi wisata memang memiliki siklus seperti itu," kata Bambang.
Sebab, selama libur Natal dan Tahun Baru ini, BI telah menyiapkan uang tunai sebanyak Rp4 triliun. Kepala Kantor Perwakilan BI Yogyakarta Arief Budi Santosa mengungkapkan, untuk mengatasi lonjakan penggunaan uang selama libur Natal dan Tahun Baru, pihaknya telah menyiapkan uang tunai sebanyak Rp4 triliun.
Hingga saat ini, dana yang masih tersimpan di kantor perwakilan BI masih sebanyak Rp2,5 triliun. Artinya, uang ditarik masyarakat melalui perbankan ada sekitar Rp1,5 triliun. "Perbankan memang berkewajiban menyediakan uang sesuai kebutuhan dari masyarakat," ujarnya di Yogyakarta, Kamis (29/12/2016).
Dana yang disiapkan BI biasanya ditarik perbankan untuk mengisi mesin anjungan tunai mandiri (ATM) ataupun persediaan di kantor kas mereka. Ketersediaan uang tunai sangat diperlukan karena biasanya di waktu liburan seperti sekarang ini banyak masyarakat yang menarik uang demi kepentingan berlibur mereka mulai dari biaya liburan, beli oleh-oleh ataupun akomodasi.
Arief menuturkan, biasanya wisatawan luar daerah yang berlibur ke Yogyakara jarang yang membawa uang tunai. Wisatawan cenderung membawa kartu yang dikeluarkan perbankan baik kartu kredit ataupun kartu ATM. Untuk memenuhi keperluan belanja mereka, wisatawan baru melakukan penarikan di mesin-mesin ATM atau kantor kas perbankan mereka di Yogyakarta.
Karena itu, jauh sebelum liburan Natal dan Tahun Baru tiba, pihaknya sudah mewanti-wanti perbankan agar mesin ATM mereka jangan sampai ada yang kosong. 21 bank baik nasional ataupun internasional yang memiliki kantor kas dan mesin ATM di Yogyakarta wajib menjaga likuiditas mesin ATM mereka.
Termasuk likuiditas di kantor kas yang membuka layanan selama libur Natal dan Tahun Baru. "Kami juga mengimbau kepada BPR," tuturnya.
Dia mengakui sebenarnya BPR tidak ada yang memiliki mesin ATM karena memang peraturannya mengatur demikian. Biasanya BPR akan 'menginduk' dengan bank-bank umum yang skalanya lebih besar untuk mengeluarkan kartu ATM sekaligus beserta mesinnya.
Menurutnya, untuk penyediaan kartu dan mesin ATM tersebut, investasi yang dikeluarkan tidak sedikit. BPR-BPR di Yogyakarta sebagian besar belum mampu untuk membangun infrastruktur layanan ATM beserta mesinnya.
Selain infrastruktur, teknologi yang dimiliki BPR juga belum memungkinkan untuk membuat jaringan layanan tersebut. Di Yogyakarta, hanya ada beberapa BPR yang memiliki kartu dan mesin ATM.
BPR-BPR tersebut tergabung dalam satu jaringan, Danagung Group. "Itupun menginduk dengan bank swasta internasional," paparnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY Bambang Kristiyono menambahkan, setiap musim liburan datang, angka konsumsi masyarakat di Yogyakarta mengalami peningkatan. Belanja wisatawan di obyek wisata, sentra kuliner ataupun pusat oleh-oleh akan mengalami lonjakan dibanding hari biasa.
Sehingga, keadaan ini akan memicu peningkatan permintaan yang berimbas pada kenaikan harga. "Yogyakarta sebagai destinasi wisata memang memiliki siklus seperti itu," kata Bambang.
(izz)