Harga Cabai Meroket Gerus Keuntungan Pengusaha
A
A
A
BATU AJI - Kenaikan harga cabai yang melambung tinggi di pasaran dikeluhkan penjual makanan, lantaran menggerus keuntungan setelah modal pembelian cabai terlalu mahal. Pengusaha makanan mengaku tidak berani menaikkan harga jual, karena takut pelanggan kabur.
Seorang penjual makanan Sukatmi (53) di Tanjung Uncang, Batu Aji, Batam mengatakan, sejak harga cabai naik terpaksa mengurangi porsi makanan kepada pelanggan. Jika tidak dikurangi porsinya, maka tidak akan mendapatkan untung lantaran menombok biaya pembelian cabai.
Dia mengaku, sampai saat ini tidak berani menaikkan harga karena takut pelanggannya kabur. Rata-rata nasi yang dijual Sukatmi seharga Rp10.000 per porsi. "Saya tak berani naikkan harga, takut tak ada yang beli. Biar tidak rugi, porsi nasinya yang dikurangi, cabainya tetap," ujar Sukatmi di Batam.
Dia menambahkan biasanya untuk empat hari bisa menghabiskan cabai sebanyak 5 kilogram (kg) untuk kebutuhan warungnya. Sebelumya, saat membeli cabai dia selalu lebih banyak membeli cabai rawit, ketimbang cabai merah dan cabai hijau. Namun, sejak harga cabai rawit tinggi, sekarang Sukatmi lebih banyak membeli cabai hijau.
Bahkan, dia terpaksa mengurangi pembelian cabai menjadi 3 kg untuk empat hari. Guna menjaga rasa racikan sambel makanannya, Sukatmi terpaksa mencampur cabainya agar tetap terasa pedas. "Biar tetap terasa pedas, cabainya dicampur, cabai rawitnya sedikit dan dilebihkan cabai merah dan cabai hijau," ujarnya.
Menurutnya hingga saat ini harga cabai rawit masih naik, belum menunjukkan tanda-tanda akan turun harganya. Dia menuturkan, harga cabai rawit yang biasanya dibeli Rp70.000 per kilogram (kg) menjadi Rp75.000 per kg, begitu juga dengan cabai merah dari harga normal Rp55.000 per kg menjadi Rp62.000 per kg, sedangkan cabai hijau tetap Rp50 ribu per kg.
"Harganya naik terus, kalau terus menerus begini mau tak mau nanti harga jual dinaikkan jadinya," kata Sukatmi.
Tidak hanya Sukatmi yang mengeluhkan harga cabai yang terus mengalami kenaikan. Nurul (22), penjual nasi di Tanjunguncang mengaku sejak harga cabai melejit terpaksa mengurangi pembelian cabai. Dalam sehari warungnya membutuhkan cabai rawit setan 1 kg per hari untuk nasi penyet, kemudian ditambah dengan cabai merah dan cabai rawit satu setengah kilogram.
Namun, sejak harga cabai rawit setan mencapai harga Rp160 ribu sampai Rp180 ribu per kg terpaksa membeli setengah kilogram. Nurul menjual nasi campur Rp10.000 per porsi dan nasi ayam penyet Rp17.000 per porsi. "Biar tak rugi mau tidak mau cabainya dikurangi, kadang pelanggan ngeluh tapi mau gimana lagi," kata Nurul.
Hal serupa juga dialami penjual sarapan pagi lontong sayur dan lontong pecel di Perumahan Griya Batuaji Asri, Kelurahan Seilangkai, Kecamatan Sagulung. Nunung (45), penjual lontong mengatakan, untung penjualan berkurang sejak hargai cabai naik. Pasalnya, dia tidak berani untuk mengurangi cabai karena takut rasa lontongnya tidak enak sehingga membuat pelanggannya kabur.
Lebih lanjut dia menerangkan dalam sehari untuk lontong pecel membutuhkan cabai setengah kilogram, namun sekarang dia hanya mampu membeli seperempat kilo cabai rawit. "Sejak harga cabai naik untungnya menipis, modalnya terlalu banyak untuk beli cabainya," ujar Nunung.
Mereka pelaku usaha kecil hanya sebagian kecil yang mengeluhkan pasca-kenaikan harga cabai saat ini. Ketiga penjualan makanan ini mengharapkan kepada pemerintah untuk dapat menekan harga bahan pokok di pasar. "Maunya pemerintah mengecek persoalan kenaikan harga cabai ini, kalau bisa harga cabai ini diturunkan," ujar Nunung.
Seorang penjual makanan Sukatmi (53) di Tanjung Uncang, Batu Aji, Batam mengatakan, sejak harga cabai naik terpaksa mengurangi porsi makanan kepada pelanggan. Jika tidak dikurangi porsinya, maka tidak akan mendapatkan untung lantaran menombok biaya pembelian cabai.
Dia mengaku, sampai saat ini tidak berani menaikkan harga karena takut pelanggannya kabur. Rata-rata nasi yang dijual Sukatmi seharga Rp10.000 per porsi. "Saya tak berani naikkan harga, takut tak ada yang beli. Biar tidak rugi, porsi nasinya yang dikurangi, cabainya tetap," ujar Sukatmi di Batam.
Dia menambahkan biasanya untuk empat hari bisa menghabiskan cabai sebanyak 5 kilogram (kg) untuk kebutuhan warungnya. Sebelumya, saat membeli cabai dia selalu lebih banyak membeli cabai rawit, ketimbang cabai merah dan cabai hijau. Namun, sejak harga cabai rawit tinggi, sekarang Sukatmi lebih banyak membeli cabai hijau.
Bahkan, dia terpaksa mengurangi pembelian cabai menjadi 3 kg untuk empat hari. Guna menjaga rasa racikan sambel makanannya, Sukatmi terpaksa mencampur cabainya agar tetap terasa pedas. "Biar tetap terasa pedas, cabainya dicampur, cabai rawitnya sedikit dan dilebihkan cabai merah dan cabai hijau," ujarnya.
Menurutnya hingga saat ini harga cabai rawit masih naik, belum menunjukkan tanda-tanda akan turun harganya. Dia menuturkan, harga cabai rawit yang biasanya dibeli Rp70.000 per kilogram (kg) menjadi Rp75.000 per kg, begitu juga dengan cabai merah dari harga normal Rp55.000 per kg menjadi Rp62.000 per kg, sedangkan cabai hijau tetap Rp50 ribu per kg.
"Harganya naik terus, kalau terus menerus begini mau tak mau nanti harga jual dinaikkan jadinya," kata Sukatmi.
Tidak hanya Sukatmi yang mengeluhkan harga cabai yang terus mengalami kenaikan. Nurul (22), penjual nasi di Tanjunguncang mengaku sejak harga cabai melejit terpaksa mengurangi pembelian cabai. Dalam sehari warungnya membutuhkan cabai rawit setan 1 kg per hari untuk nasi penyet, kemudian ditambah dengan cabai merah dan cabai rawit satu setengah kilogram.
Namun, sejak harga cabai rawit setan mencapai harga Rp160 ribu sampai Rp180 ribu per kg terpaksa membeli setengah kilogram. Nurul menjual nasi campur Rp10.000 per porsi dan nasi ayam penyet Rp17.000 per porsi. "Biar tak rugi mau tidak mau cabainya dikurangi, kadang pelanggan ngeluh tapi mau gimana lagi," kata Nurul.
Hal serupa juga dialami penjual sarapan pagi lontong sayur dan lontong pecel di Perumahan Griya Batuaji Asri, Kelurahan Seilangkai, Kecamatan Sagulung. Nunung (45), penjual lontong mengatakan, untung penjualan berkurang sejak hargai cabai naik. Pasalnya, dia tidak berani untuk mengurangi cabai karena takut rasa lontongnya tidak enak sehingga membuat pelanggannya kabur.
Lebih lanjut dia menerangkan dalam sehari untuk lontong pecel membutuhkan cabai setengah kilogram, namun sekarang dia hanya mampu membeli seperempat kilo cabai rawit. "Sejak harga cabai naik untungnya menipis, modalnya terlalu banyak untuk beli cabainya," ujar Nunung.
Mereka pelaku usaha kecil hanya sebagian kecil yang mengeluhkan pasca-kenaikan harga cabai saat ini. Ketiga penjualan makanan ini mengharapkan kepada pemerintah untuk dapat menekan harga bahan pokok di pasar. "Maunya pemerintah mengecek persoalan kenaikan harga cabai ini, kalau bisa harga cabai ini diturunkan," ujar Nunung.
(akr)