PMN Tak Lewat APBN Dinilai Buka Peluang BUMN Lepas ke Swasta
A
A
A
JAKARTA - Aturan baru mengenai sumber penyertaan modal negara (PMN) dari kekayaan negara yang dipisahkan tanpa melalui mekanisme APBN berdasarkan ketentuan PP Nomor 72 Tahun 2016 menurut Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) bisa membuka peluang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dilepas kepada pihak swasta. Sehingga tujuan pembentukan perusahaan pelat merah tidak tercapai.
"Dengan demikian bahwa BUMN merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keuangan negara. Berdasarkan fungsi anggaran DPR bahwa DPR berhak menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK," ujar Sekjen Fitra Yenny Sucipto di Jakarta, Kamis (19/1/2017).
(Baca Juga: Aturan Longgar Bikin Anak Usaha BUMN Gampang Diambil Asing)
PP ini juga menegaskan, penyertaan modal negara yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas kepada BUMN atau Perseroan Terbatas lain, dilakukan oleh pemerintah pusat tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Lebih lanjut dia menegaskan bahwa peran DPR sebagai lembaga yang berfungsi untuk mengawasi dan berfungsi anggaran tidak dapat diabaikan. Pemerintah juga dinilai melanggar aturan di atasnya yaitu Undang-undang (UU) BUMN.
Yenny menjelaskan, dari beberapa ketentuan Perundang-undangan terjadi benturan dengan PP Nomor 72 Tahun 2016. Dengan demikian jelas, bahwa ketidakkonsitenan PP Nomor 72/2016 dengan Peraturan Perundang-Undangan di atasnya mengakibatkan PP tersebut bisa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh peraturan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
Selain itu, dia menambahkan mekanisme PMN dan jual beli saham dilonggarkan agar mudah dikuasai pihak lain. Secara bentuk, PMN terbagi dalam tiga bentuk yaitu fresh money (dana segar), pengalihan aset dan piutang negara pada BUMN.
"Kembali terkait PMN dalam Pasal 10 PP No 44 Tahun 2005 tentang tata cara penatausahaan modal negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas (PT). Penyertaan modal diusulkan oleh menteri keuangan kepada Presiden disertai dengan pertimbangan dan kajian bersama menteri BUMN dan menteri yang mempunyai kewenangan mengatur kebijakan terkait BUMN untuk melalukan kegiatan usaha," paparnya.
"Dengan demikian bahwa BUMN merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keuangan negara. Berdasarkan fungsi anggaran DPR bahwa DPR berhak menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK," ujar Sekjen Fitra Yenny Sucipto di Jakarta, Kamis (19/1/2017).
(Baca Juga: Aturan Longgar Bikin Anak Usaha BUMN Gampang Diambil Asing)
PP ini juga menegaskan, penyertaan modal negara yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas kepada BUMN atau Perseroan Terbatas lain, dilakukan oleh pemerintah pusat tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Lebih lanjut dia menegaskan bahwa peran DPR sebagai lembaga yang berfungsi untuk mengawasi dan berfungsi anggaran tidak dapat diabaikan. Pemerintah juga dinilai melanggar aturan di atasnya yaitu Undang-undang (UU) BUMN.
Yenny menjelaskan, dari beberapa ketentuan Perundang-undangan terjadi benturan dengan PP Nomor 72 Tahun 2016. Dengan demikian jelas, bahwa ketidakkonsitenan PP Nomor 72/2016 dengan Peraturan Perundang-Undangan di atasnya mengakibatkan PP tersebut bisa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh peraturan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
Selain itu, dia menambahkan mekanisme PMN dan jual beli saham dilonggarkan agar mudah dikuasai pihak lain. Secara bentuk, PMN terbagi dalam tiga bentuk yaitu fresh money (dana segar), pengalihan aset dan piutang negara pada BUMN.
"Kembali terkait PMN dalam Pasal 10 PP No 44 Tahun 2005 tentang tata cara penatausahaan modal negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas (PT). Penyertaan modal diusulkan oleh menteri keuangan kepada Presiden disertai dengan pertimbangan dan kajian bersama menteri BUMN dan menteri yang mempunyai kewenangan mengatur kebijakan terkait BUMN untuk melalukan kegiatan usaha," paparnya.
(akr)