Pemerintah Pusat Harus Mediasi Kasus Inalum dan Pemprov Sumut
A
A
A
JAKARTA - Polemik pajak air permukaan (PAP) antara PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) butuh mediasi dari pemerintah pusat. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) siap membantu penyelesaian kisruh yang berlarut larut tersebut.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia Riza Suarga mengatakan, prinsip pajak adalah adil sehingga tidak boleh dikenakan berganda dan tidak boleh memberatkan. Dalam kasus PAP PT Inalum dengan Pemrov Sumut, sudah tentu melanggar prinsip keadilan dalam pengenaan pajak.
Sebab, Inalum dikenakan pajak dengan standar pembayaran dengan meter kubik, sedangkan BUMN lain seperti PLN dan Pertamina dengan sistem Kwh. "Ini yang jelas sudah tidak adil," kata Riza di Jakarta, Jumat (20/1/2017).
Menurutnya, dalam kasus ini pemerintah pusat memiliki wewenang luas, khususnya Kemendagri. Sesuai kewenangannya Kemendagri bisa membatalkan Perda atau Pergub yang tidak produktif atau menghambat investasi maupun daya saing. "Dalam kurun waktu dua tahun ini, kalau tidak salah sudah ada enam ribu Perda yang dibatalkan pemerintah pusat," terangnya.
Dia menegaskan, sudah seharusnya pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri seharusnya bisa menjadi mediator, bahkan bisa mengambil langkah tegas dan produktif. "Sehingga persoalan ini tidak berkepanjangan dan makan banyak waktu, apalagi Inalum milik Indonesia, Pemprov harus apresiasi apa yang sudah menjadi kebanggaan kita bersama," ujar Riza.
Sementara Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaku akan mendalami kasus yang membelit perusahaan pelat merah itu. "Ya, kita akan bantu menyelesaikan soal kasus PAP Inalum dengan pihak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ini, seoptimal mungkin," kata Tjahjo.
Kendati demikian, dia akan melakukan pendalaman terkait persengketaan tersebut. "Saya masih dalami permasalahan antara Inalum dengan Pemprov Sumut," ungkapnya.
Namun, seiring dengan pendalaman tersebut, pihaknya akan secepatnya melakukan koordinasi untuk menyelesaikan sengketa tersebut. "Kita tidak akan menunda-nunda. Setelah ini rampung, maka akan kita tindaklanjuti dan menentukan langkah," tegasnya.
Sebelumnya, Menko Kemaritiman RI Luhut Binsar Panjaitan juga angkat bicara dengan berencana akan memanggil kedua belah pihak untuk duduk bersama dan mencari benang merah dalam permasalahan tersebut.
"Keduanya akan kami panggil secara resmi untuk duduk bersama menyelesaikan permasalahan pajak air permukaan yang masih belum mencapai titik temu. Bagaimana pun ini menjadi tanggung jawab pemerintah," paparnya beberapa waktu lalu.
Menurutnya, masalah ini harus mencapai titik temu antara PT Inalum dan Pemprov Sumut karena sudah berlarut-larut. "Tunggu surat panggilan resminya untuk Inalum dan Pemprov Sumut. Semoga setelah kedua belah pihak didudukkan bersama akan mencapai titik temu dan permasalahan pajak air permukaan ini dapat segera terselesaikan dengan baik," ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, Pemprov Sumut menerapkan tarif pajak permukaan air permukaan yang tidak wajar ke Inalum. Pemprov Sumut yang saat itu dinakhodai Gatot Pujo Nugroho membebani Inalum untuk membayar pajak air permukaan lebih dari Rp500 miliar.
Dirut Inalum Winardi memberikan tanggapan positif terhadap rencana Menko Kemaritiman untuk memanggil dan mempertemukan pihak Inalum dengan Pemprov Sumut. "Ini suatu langkah yang sangat bijak dari pemerintah untuk membuat solusi terbaik," kata dia beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan, pihaknya sesungguhnya tidak ingin melangkah ke upaya hukum di Pengadilan Pajak, namun dikarenakan adanya batasan waktu yang tidak boleh terlampaui maka terpaksa melakukannya.
"Sebab, bila tidak dilakukan maka Inalum dianggap bisa menerima beban pajak yang ditetapkan Pemprov Sumut, kan beban pajaknya sangat memberatkan dan tidak adil," terangnya.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia Riza Suarga mengatakan, prinsip pajak adalah adil sehingga tidak boleh dikenakan berganda dan tidak boleh memberatkan. Dalam kasus PAP PT Inalum dengan Pemrov Sumut, sudah tentu melanggar prinsip keadilan dalam pengenaan pajak.
Sebab, Inalum dikenakan pajak dengan standar pembayaran dengan meter kubik, sedangkan BUMN lain seperti PLN dan Pertamina dengan sistem Kwh. "Ini yang jelas sudah tidak adil," kata Riza di Jakarta, Jumat (20/1/2017).
Menurutnya, dalam kasus ini pemerintah pusat memiliki wewenang luas, khususnya Kemendagri. Sesuai kewenangannya Kemendagri bisa membatalkan Perda atau Pergub yang tidak produktif atau menghambat investasi maupun daya saing. "Dalam kurun waktu dua tahun ini, kalau tidak salah sudah ada enam ribu Perda yang dibatalkan pemerintah pusat," terangnya.
Dia menegaskan, sudah seharusnya pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri seharusnya bisa menjadi mediator, bahkan bisa mengambil langkah tegas dan produktif. "Sehingga persoalan ini tidak berkepanjangan dan makan banyak waktu, apalagi Inalum milik Indonesia, Pemprov harus apresiasi apa yang sudah menjadi kebanggaan kita bersama," ujar Riza.
Sementara Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaku akan mendalami kasus yang membelit perusahaan pelat merah itu. "Ya, kita akan bantu menyelesaikan soal kasus PAP Inalum dengan pihak Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ini, seoptimal mungkin," kata Tjahjo.
Kendati demikian, dia akan melakukan pendalaman terkait persengketaan tersebut. "Saya masih dalami permasalahan antara Inalum dengan Pemprov Sumut," ungkapnya.
Namun, seiring dengan pendalaman tersebut, pihaknya akan secepatnya melakukan koordinasi untuk menyelesaikan sengketa tersebut. "Kita tidak akan menunda-nunda. Setelah ini rampung, maka akan kita tindaklanjuti dan menentukan langkah," tegasnya.
Sebelumnya, Menko Kemaritiman RI Luhut Binsar Panjaitan juga angkat bicara dengan berencana akan memanggil kedua belah pihak untuk duduk bersama dan mencari benang merah dalam permasalahan tersebut.
"Keduanya akan kami panggil secara resmi untuk duduk bersama menyelesaikan permasalahan pajak air permukaan yang masih belum mencapai titik temu. Bagaimana pun ini menjadi tanggung jawab pemerintah," paparnya beberapa waktu lalu.
Menurutnya, masalah ini harus mencapai titik temu antara PT Inalum dan Pemprov Sumut karena sudah berlarut-larut. "Tunggu surat panggilan resminya untuk Inalum dan Pemprov Sumut. Semoga setelah kedua belah pihak didudukkan bersama akan mencapai titik temu dan permasalahan pajak air permukaan ini dapat segera terselesaikan dengan baik," ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, Pemprov Sumut menerapkan tarif pajak permukaan air permukaan yang tidak wajar ke Inalum. Pemprov Sumut yang saat itu dinakhodai Gatot Pujo Nugroho membebani Inalum untuk membayar pajak air permukaan lebih dari Rp500 miliar.
Dirut Inalum Winardi memberikan tanggapan positif terhadap rencana Menko Kemaritiman untuk memanggil dan mempertemukan pihak Inalum dengan Pemprov Sumut. "Ini suatu langkah yang sangat bijak dari pemerintah untuk membuat solusi terbaik," kata dia beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan, pihaknya sesungguhnya tidak ingin melangkah ke upaya hukum di Pengadilan Pajak, namun dikarenakan adanya batasan waktu yang tidak boleh terlampaui maka terpaksa melakukannya.
"Sebab, bila tidak dilakukan maka Inalum dianggap bisa menerima beban pajak yang ditetapkan Pemprov Sumut, kan beban pajaknya sangat memberatkan dan tidak adil," terangnya.
(izz)