Pertumbuhan Tercepat di Dunia, Filipina Macan Ekonomi Asia
A
A
A
HONG KONG - Sempat mendapat label “negara pesakitan di Asia”, Filipina kini bangkit dan berlari meninggalkan tetangganya di Asia Tenggara. Mereka menjelma menjadi macan ekonomi Asia berkat tingkat pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia.
Melansir dari Bloomberg, Kamis (26/1/2017), kebangkitan Filipina dimulai dengan mantan Presiden Benigno Aquino, yang mulai menjabat pada 2010, dengan memberantas korupsi, mengangkat pendapatan kelas menengah, dan meningkatkan peringkat kredit investasi untuk pertama kalinya.
Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Filipina akan mencapai lebih 6% sampai 2019, mirip saat pesatnya ekonomi Malaysia dan Thailand pada dekade 1990-an. Data Bank Dunia yang dirilis Kamis ini, menunjukkan pertumbuhan ekonomi Filipina pada 2016 sebesar 6,8%.
Filipina dan Vietnam, dua pendatang baru di Asia, mendapat keuntungan dengan populasi penduduk muda yang meningkat dan produktif, sehingga membantu meningkatkan produksi yang ujung-ujungnya meningkatkan jumlah kelas menengah di negara tersebut.
Sementara itu, di bawah pimpinan Presiden Rodrigo Duterte, Filipina sedang dan akan mengembangkan proyek infrastruktur dengan nilai ambisius USD160 miliar atau setara Rp2.136 triliun (estimasi kurs Rp13.355/USD). Mereka juga mendorong investasi lebih besar dari China, Rusia, dan Timur Tengah.
“Kami melihat transformasi kuat di Filipina. Administrasi baru (Pemerintahan Duterte) bekerja keras memastikan stabilitas makroekonomi sebagai jangkarnya yang membuat perekonomian lebih maju,” kata Frederic Neumann, wakil kepala penelitian ekonomi Asia di HSBC Holdings Plc di Hong Kong.
Saat ini ukuran ekonomi Filipina mencapai USD292 miliar, lebih dari dua kali ukuran Malaysia dan 10 kali lebih besar dari Singapura pada 1960. Bank Pembangunan Asia (ADB) menyatakan bahwa pendapatan per kapita per tahun di Filipina kini mencapai USD4.126 atau setara Rp55 juta, sama seperti di China, Malaysia, dan Thailand.
ADB mengatakan Filipina juga sukses meningkatkan manufaktur sebagai kunci dalam penyediaan lapangan kerja lebih banyak. Pasalnya, Filipina sangat menggantungkan dari ekspor di kawasan. Adapun belanja rumah tangga meningkat sekitar 70% dari produk domestik bruto, naik lebih dari 6%.
“Ekonomi Filipina lepas landas seperti Thailand dan Malaysia yang membangun manufaktur mereka. Mereka juga melakukan perbaikan infrastruktur dan menarik lebih banyak investasi asing,” kata Neumann.
Investasi langsung asing (foreign direct investment/FDI) ke Filipina melonjak lebih dari lima kali lipat sepanjang 2010-2015 menjadi USD5,8 miliar, meski masih kalah dibandingkan Thailand USD9 miliar dan Malaysia USD11 miliar.
Untuk bersaing, Duterte berencana meningkatkan belanja infrastruktur sampai 7% dari PDB, lebih tinggi dari sebelumnya, sebesar 5%. Presiden yang dijuluki “algojo” itu juga mendorong perubahan undang-undang pajak untuk meningkatkan pendapatan negara.
“Jika mereka berhasil mendorong reformasi pajak dan meningkatkan belanja infrastruktur, manufaktur menjadi penopang berikutnya dari pertumbuhan ekonomi, menambah uang masuk bagi mereka,” kata Michael Wan, ekonom Credit Suisse Group AG di Singapura. Ia pun memperkirakan hal ini dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi Filipina hingga 7% pada tahun-tahun mendatang.
Melansir dari Bloomberg, Kamis (26/1/2017), kebangkitan Filipina dimulai dengan mantan Presiden Benigno Aquino, yang mulai menjabat pada 2010, dengan memberantas korupsi, mengangkat pendapatan kelas menengah, dan meningkatkan peringkat kredit investasi untuk pertama kalinya.
Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Filipina akan mencapai lebih 6% sampai 2019, mirip saat pesatnya ekonomi Malaysia dan Thailand pada dekade 1990-an. Data Bank Dunia yang dirilis Kamis ini, menunjukkan pertumbuhan ekonomi Filipina pada 2016 sebesar 6,8%.
Filipina dan Vietnam, dua pendatang baru di Asia, mendapat keuntungan dengan populasi penduduk muda yang meningkat dan produktif, sehingga membantu meningkatkan produksi yang ujung-ujungnya meningkatkan jumlah kelas menengah di negara tersebut.
Sementara itu, di bawah pimpinan Presiden Rodrigo Duterte, Filipina sedang dan akan mengembangkan proyek infrastruktur dengan nilai ambisius USD160 miliar atau setara Rp2.136 triliun (estimasi kurs Rp13.355/USD). Mereka juga mendorong investasi lebih besar dari China, Rusia, dan Timur Tengah.
“Kami melihat transformasi kuat di Filipina. Administrasi baru (Pemerintahan Duterte) bekerja keras memastikan stabilitas makroekonomi sebagai jangkarnya yang membuat perekonomian lebih maju,” kata Frederic Neumann, wakil kepala penelitian ekonomi Asia di HSBC Holdings Plc di Hong Kong.
Saat ini ukuran ekonomi Filipina mencapai USD292 miliar, lebih dari dua kali ukuran Malaysia dan 10 kali lebih besar dari Singapura pada 1960. Bank Pembangunan Asia (ADB) menyatakan bahwa pendapatan per kapita per tahun di Filipina kini mencapai USD4.126 atau setara Rp55 juta, sama seperti di China, Malaysia, dan Thailand.
ADB mengatakan Filipina juga sukses meningkatkan manufaktur sebagai kunci dalam penyediaan lapangan kerja lebih banyak. Pasalnya, Filipina sangat menggantungkan dari ekspor di kawasan. Adapun belanja rumah tangga meningkat sekitar 70% dari produk domestik bruto, naik lebih dari 6%.
“Ekonomi Filipina lepas landas seperti Thailand dan Malaysia yang membangun manufaktur mereka. Mereka juga melakukan perbaikan infrastruktur dan menarik lebih banyak investasi asing,” kata Neumann.
Investasi langsung asing (foreign direct investment/FDI) ke Filipina melonjak lebih dari lima kali lipat sepanjang 2010-2015 menjadi USD5,8 miliar, meski masih kalah dibandingkan Thailand USD9 miliar dan Malaysia USD11 miliar.
Untuk bersaing, Duterte berencana meningkatkan belanja infrastruktur sampai 7% dari PDB, lebih tinggi dari sebelumnya, sebesar 5%. Presiden yang dijuluki “algojo” itu juga mendorong perubahan undang-undang pajak untuk meningkatkan pendapatan negara.
“Jika mereka berhasil mendorong reformasi pajak dan meningkatkan belanja infrastruktur, manufaktur menjadi penopang berikutnya dari pertumbuhan ekonomi, menambah uang masuk bagi mereka,” kata Michael Wan, ekonom Credit Suisse Group AG di Singapura. Ia pun memperkirakan hal ini dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi Filipina hingga 7% pada tahun-tahun mendatang.
(ven)