Perusahaan IT India Ketakutan Pada Kebijakan Pembatasan Visa AS

Rabu, 01 Februari 2017 - 11:24 WIB
Perusahaan IT India Ketakutan Pada Kebijakan Pembatasan Visa AS
Perusahaan IT India Ketakutan Pada Kebijakan Pembatasan Visa AS
A A A
NEW YORK - Perusahaan IT India menyoroti kebijakan baru Amerika Serikat (AS) yang akan membatasi masuknya pekerja terampil ke negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut. Pengawasan visa khusus dikabarkan bakal lebih ketat di bawah kepemimpinan Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Donald Trump dan Jaksa Agung Senator Jeff Sessions yang diyakini bakal memiliki dampak serius ke sektor industri.

Seperti dilansir BBC, Rabu (1/2/2017) Dewan Perwakilan AS juga mengusulkan pembatasan penghasilan ke[ada pemegang visa H-1B dengan gaji di kisaran USD60.000 hingga USD130.000. Congresswoman Zoe Lofgren menerangkan kebijakan ini merupakan upaya untuk melindungi pekerja Amerika Serikat, sedangkan di sisi lain Kementerian Luar Negeri India menyatakan prihatin dengan pengetatan program visa ini.

Organisasi media India telah menggambarkan langkah AS itu sebagai kemunduran besar pada Industri IT. "India terus memperhatikan dan sekaligus prihatin dengan apa yang disampaikan Administrasi AS dan kongres pada level senior," bunyi pernyataan dari Kementerian Luar Negeri India.

Undang-undang (UU) baru itu diusulkan terutama khusus untuk perusahaan yang berbasis di AS dengan membatasi kuota visa karyawan Asing. Tercatat visa H-1B diberikan kurang lebih kepada 65.000 pegawai dan 20.000 pekerja yang berstatus mahasiswa tiap tahunnya. H-1B sendiri merupakan visa khusus yang diberikan kepada pekerja profesional, misalnya bidang IT.

Seorang pejabat senior dari perusahaan IT India mengatakan kepada BBC bahwa pembatasan itu sangat mengecewakan. "RUU baru tidak memperlakukan dengan sama semua perusahaan IT dengan pemegang visa H-1B," ucap Wakil Presiden dan kepala pengembangan perdagangan global Asosiasi Nasional dari perangkat lunak dan layanan perusahaan (Nasscom) Shivendra Singh kepada BBC.

"Jika tunjuannya adalah untuk melindungi pekerja Amerika, maka RUU ini tidak tepat. Perusahaan yang tidak tergantung pada H-1B visa akan terus membawa pekerja terampil pada upah yang lebih rendah dan akan menyimpang dari tujuan pekerja AS," sambungnya.

Ketua penelitian India Infoline, Amar Ambani mengatakan bahwa jika RUU dilaksanakan, itu akan menjadi berita 'mengerikan' untuk sektor IT India. "Lebih dari 50% dari pendapatan mereka datang dari pasar. Dan ini akan datang pada waktunya sektor IT India akan menghadapi tantangan untuk meningkatkan margin dan profitabilitas," ungkapnya.

Sejauh ini, perusahaan seperti Microsoft dan Google diketahui sering mempekerjakan pegawai asing dengan kemampuan tinggi dan membayarnya cukup mahal. Diketahui, perusahaan teknologi memperoleh kuota yang cukup besar untuk visa H-1B. Hingga kini, urutannya adalah Amazon di urutan 12, Google di urutan 14, Microsoft urutan 15, Facebook urutan 24 dan Apple urutan 34.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5719 seconds (0.1#10.140)