Industri Makanan dan Minuman Tagih Kepastian Harga Gas
A
A
A
JAKARTA - Industri makanan dan minuman menagih kepastian harga gas kepada pemerintah. Pasalnya, penurunan harga gas akan sangat berpengaruh terhadap daya saing sektor industri makanan dan minuman.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman mengatakan, saat ini harga gas untuk sektor makanan dan minuman cukup mahal berkisar USD9-12 per MMBTU.
"Sebetulnya harga gas udah sekitar USD6-9 per MMBTU namun kena biaya distribusi. Maunya Presiden itu USD6 sudah di tempat. Ini yang belum terealisasi," ujarnya di Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Menurutnya, idealnya harga gas sama seperti negara tetangga jika ingin berdaya saing. "Di Singapura sekitar USD3-5 per MMBTU. Kalau diturunkan jadi USD6, menurut kita sudah sangat membantu," ungkapnya. (Baca: Prospek Industri Makanan dan Minuman Dalam Negeri Cerah )
Adhi mengungkapkan,saat ini penggunaan gas sebagai bahan bakar untuk industri makanan dan minuman bergantung dari ketersedian di daerah. "Kalau ada daerah yang ada gas, pasti lebih memilih gas karena lebih ramah lingkungan dan lebih efisien," tuturnya.
Adhi menambahkan, penggunaan energi gas di industri makanan dan minuman bervariatif dengan rata-rata 8%-12%. Saat ini di sektor industri makanan dan minuman seperti biskuit dan kopi menggunakan gas untuk bahan bakar.
"Kami sudah sampaikan, sektor padat karya tentu perlu harga yang lebih murah supaya berdaya saing. Pemerintah sebetulnya kan bisa dapat dari pajak penghasilan. Sebaiknya langsung diberikan ke sektor, jangan perusahaan tertentu nanti diskriminasi," tandasnya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman mengatakan, saat ini harga gas untuk sektor makanan dan minuman cukup mahal berkisar USD9-12 per MMBTU.
"Sebetulnya harga gas udah sekitar USD6-9 per MMBTU namun kena biaya distribusi. Maunya Presiden itu USD6 sudah di tempat. Ini yang belum terealisasi," ujarnya di Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Menurutnya, idealnya harga gas sama seperti negara tetangga jika ingin berdaya saing. "Di Singapura sekitar USD3-5 per MMBTU. Kalau diturunkan jadi USD6, menurut kita sudah sangat membantu," ungkapnya. (Baca: Prospek Industri Makanan dan Minuman Dalam Negeri Cerah )
Adhi mengungkapkan,saat ini penggunaan gas sebagai bahan bakar untuk industri makanan dan minuman bergantung dari ketersedian di daerah. "Kalau ada daerah yang ada gas, pasti lebih memilih gas karena lebih ramah lingkungan dan lebih efisien," tuturnya.
Adhi menambahkan, penggunaan energi gas di industri makanan dan minuman bervariatif dengan rata-rata 8%-12%. Saat ini di sektor industri makanan dan minuman seperti biskuit dan kopi menggunakan gas untuk bahan bakar.
"Kami sudah sampaikan, sektor padat karya tentu perlu harga yang lebih murah supaya berdaya saing. Pemerintah sebetulnya kan bisa dapat dari pajak penghasilan. Sebaiknya langsung diberikan ke sektor, jangan perusahaan tertentu nanti diskriminasi," tandasnya.
(ven)