Freeport Dinilai Telah Korbankan Ribuan Pekerja Indonesia

Minggu, 19 Februari 2017 - 15:50 WIB
Freeport Dinilai Telah...
Freeport Dinilai Telah Korbankan Ribuan Pekerja Indonesia
A A A
JAKARTA - Penolakan PT Freeport Indonesia atas rekomendasi ekspor yang telah diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) karena permasalahan pajak dinilai telah mengorbankan ribuan pekerja Indonesia. Indonesian Community For Energy Research (ICER) menyesalkan sikap Freeport yang masih menolak, meski awalnya telah sepakat dengan pemerintah untuk mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK.

"Bagi kami penolakan Freeport Indonesia atas rekomendasi ekspor tersebut merupakan ancaman nyata bagi keseluruhan Pekerja PTFI yang notabene adalah pekerja Indonesia. Sudah saatnya ada sikap keras terhadap korporasi yang jelas-jelas tidak memiliki iktikad baik dan juga tidak mempunyai concern terhadap para pekerjanya," terang Koordintaor ICER Iqbal Tawakal lewat keterangan resmi di Jakarta, Minggu (19/2/2017).

(Baca Juga: Freeport Tempuh Jalur Arbitrase, Saatnya Pemerintah Bereaksi Keras
Menurutnya pemerintah telah bergerak cepat karena tidak ingin nasib 33.000 Pekerja Indonesia menjadi tidak menentu, lantaran Freeport Indonesia menghentikan produksi seiring larangan ekspor mineral yang jika ditinjau kebelakang lagi-lagi dikarenakan perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu ingin buying time. Freeport telah mengajukan rekomendasi ekspor melalui surat No 571/OPD/II/3017 tanggal 16 Februari 2017.

(Baca Juga: Tuntutan Berlebihan, Pemerintah Tak Boleh Tunduk ke Freeport
Seiring surat tersebut, Freeport juga menyertakan pernyataan komitmen membangun smelter dan sesuai dengan IUPK yang telah diterbitkan. Selanjutnya Dirjen Minerba menerbitkan rekomendasi ekspor untuk PTFI No 352/30/DJB/2017 pada 17 Februari 2017. Namun Freeport bersikeras mendapatkan perlakuan fiskal dan kepastian hukum sebagai sebagai jaminan stabilisasi investasi di Indonesia sama dengan KK.

Freeport sendiri menginginkan agar aturan pajak dan royalti di IUPK bersifat naildown seperti yang ada di KK, yakni besaran pajak dan royalti yang dibayarkan Freeport bersifat tetap dan tidak ada perubahan hingga masa kontrak berakhir.

Sementara‎, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017, aturan pajak dan royalti bersifat prevailing atau mengikuti aturan pajak yang berlaku. Sehingga, pajak yang dibayarkan Freeport berubah-ubah sesuai aturan pajak yang berlaku saat itu.

"ICER sangat menyesalkan bilamana Freeport menolak rekomendasi ekspor tersebut hanya karena berusaha bernegosiasi terkait permasalahan pajak. Terkait pajak, Pemerintah Indonesia saat ini berupaya mengedepankan solusi terbaik bukan hanya kepada PTFI tetapi keseluruhan Perusahaan Tambang di Indonesia," paparnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6736 seconds (0.1#10.140)