Freeport Tempuh Jalur Arbitrase, Saatnya Pemerintah Bereaksi Keras
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia dinilai sudah saatnya bereaksi keras terhadap PT Freeport Indonesia (PTFI) , jika perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu menempuh jalur arbitrase international. Seperti diketahui sebelumnya Freeport menolak rekomendasi ekspor yang telah diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) karena permasalahan pajak.
"Sudah saatnya pemerintah bereaksi keras terhadap korporasi yang jelas-jelas tidak memiliki iktikad baik dan juga tidak mempunyai concern terhadap para pekerjanya. Seluruh elemen baik NGO (Non Government Organization) dan juga Pemerintah Daerah harus bersama-sama merapatkan barisan untuk menekan Freeport," ucap Koordintaor Indonesian Community For Energy Research (ICER) Iqbal Tawakal lewat keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (19/2/2017).
(Baca Juga: Freeport Dikabarkan Lapor ke Arbitrase, Ini Tanggapan Pemerintah
Menurutnya Freeport telah mengorbankan kepentingan pekerjanya, dan ICER mendukung penuh pernyataan Menteri ESDM Ignasius Jonan sebelumnya yang menyatakan pemerintah sangat siap bila Freeport akan membawa permasalahan ini pada jalur arbitrase international. Jonan menilai langkah hukum jauh lebih baik daripada selalu menggunakan isu pemutusan hubungan kerja (PHK) pegawai sebagai alat menekan pemerintah.
"Itu adalah langkah hukum yang menjadi hak siapa pun. Namun, pemerintah berharap tidak berhadapan dengan siapa pun secara hukum, karena apa pun hasilnya dampak yang ditimbulkan akan kurang baik dalam sebuah relasi kemitraan. Korporasi global selalu memperlakukan karyawan sebagai aset yang paling berharga, dan bukan sebagai alat untuk memperoleh keuntungan semata," terang Jonan.
(Baca Juga: Freeport Akhirnya Bisa Ekspor Konsentrat Lagi
Menanggapi hal tersebut Igbal menegaskan ICER mendukung Menteri Jonan untuk menekan Freeport untuk tidak mengorbankan kepentingan pekerjanya. "Sesungguhnya Freeport MacMoRan sejak tahun 1967 telah mendapatkan keuntungan yang sangat fantastis dan menempatkan mereka pada perusahaan pertambangan kelas dunia yang backbone operasi berasal dari Tanah Papua-Indonesia," tegasnya.
PTFI sendiri merupakan anak perusahaan dari Freeport MacMoRan yang merupakan raksasa perusahaan pertambangan di Amerika. Dari data yang didapat oleh ICER, tambang PTFI menyumbangkan sekitar 34% untuk tembaga dan 96% untuk penjualan emas. Tanpa PTFI, Freeport akan kehilangan 1/3 keuntungannya.
(Baca Juga: Tambang Freeport Lumpuh Total, 33.000 Pekerja Dirumahkan
Dilihat dari cost perpound tambang yang diperoleh hanya sekitar USD0,49/Pound , maka operasi tambang di Freeport di Papua sangat rendah dibanding tambang Freeport di negara lain yang rata-rata disekitaran USD1,1/Pound. Menurut ICER, tambang PTFI baik dilihat dari produksi maupun cost yang digunakan sangat menguntungkan Freeport MacMoRan.
"Sudah saatnya pemerintah bereaksi keras terhadap korporasi yang jelas-jelas tidak memiliki iktikad baik dan juga tidak mempunyai concern terhadap para pekerjanya. Seluruh elemen baik NGO (Non Government Organization) dan juga Pemerintah Daerah harus bersama-sama merapatkan barisan untuk menekan Freeport," ucap Koordintaor Indonesian Community For Energy Research (ICER) Iqbal Tawakal lewat keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (19/2/2017).
(Baca Juga: Freeport Dikabarkan Lapor ke Arbitrase, Ini Tanggapan Pemerintah
Menurutnya Freeport telah mengorbankan kepentingan pekerjanya, dan ICER mendukung penuh pernyataan Menteri ESDM Ignasius Jonan sebelumnya yang menyatakan pemerintah sangat siap bila Freeport akan membawa permasalahan ini pada jalur arbitrase international. Jonan menilai langkah hukum jauh lebih baik daripada selalu menggunakan isu pemutusan hubungan kerja (PHK) pegawai sebagai alat menekan pemerintah.
"Itu adalah langkah hukum yang menjadi hak siapa pun. Namun, pemerintah berharap tidak berhadapan dengan siapa pun secara hukum, karena apa pun hasilnya dampak yang ditimbulkan akan kurang baik dalam sebuah relasi kemitraan. Korporasi global selalu memperlakukan karyawan sebagai aset yang paling berharga, dan bukan sebagai alat untuk memperoleh keuntungan semata," terang Jonan.
(Baca Juga: Freeport Akhirnya Bisa Ekspor Konsentrat Lagi
Menanggapi hal tersebut Igbal menegaskan ICER mendukung Menteri Jonan untuk menekan Freeport untuk tidak mengorbankan kepentingan pekerjanya. "Sesungguhnya Freeport MacMoRan sejak tahun 1967 telah mendapatkan keuntungan yang sangat fantastis dan menempatkan mereka pada perusahaan pertambangan kelas dunia yang backbone operasi berasal dari Tanah Papua-Indonesia," tegasnya.
PTFI sendiri merupakan anak perusahaan dari Freeport MacMoRan yang merupakan raksasa perusahaan pertambangan di Amerika. Dari data yang didapat oleh ICER, tambang PTFI menyumbangkan sekitar 34% untuk tembaga dan 96% untuk penjualan emas. Tanpa PTFI, Freeport akan kehilangan 1/3 keuntungannya.
(Baca Juga: Tambang Freeport Lumpuh Total, 33.000 Pekerja Dirumahkan
Dilihat dari cost perpound tambang yang diperoleh hanya sekitar USD0,49/Pound , maka operasi tambang di Freeport di Papua sangat rendah dibanding tambang Freeport di negara lain yang rata-rata disekitaran USD1,1/Pound. Menurut ICER, tambang PTFI baik dilihat dari produksi maupun cost yang digunakan sangat menguntungkan Freeport MacMoRan.
(akr)